405 Mingyu bergegas menuju rumah Jeonghan, belakangan ini ia selalu menolak jika Jeonghan menyuruhnya pergi ke rumah pacarnya itu. Memang ada alasan kenapa Mingyu tidak mau dan sayangnya Mingyu masih belum mau membicarakan hal yang membuatnya enggan untuk berada di rumah Jeonghan.
“semoga gak ada deh”
—
Sekitar 15 menit kemudian, Mingyu sudah berada di depan rumah Jeonghan. Ia sudah mengirim pesan kepada pacarnya memberi kabar kalau dirinya sudah sampai. Tidak ada persiapan apapun bagi Mingyu jika ia harus bertemu dengan orang tua Jeonghan saat ini, ia belum siap.
“ayok masuk” kata Jeonghan
Jeongham menghampiri Mingyu yang masih berdiri di pinggir motornya. Ketika sudah dekat dengan Mingyu, ia malah dipeluk, keningnya mingyu ciumi.
“sakit kepala lagi?” tanya Mingyu dengan suaranya yang lembut, khawatir terlihat di matanya apalagi setelah Mingyu dapat merasakan kalau sepertinya pacarnya ini sedang demam juga.
“iya,yuk masuk” ajak Jeonghan lagi, tapi Mingyu masih diam. Dia masih ragu untuk masuk ke rumah Jeonghan, pasti di dalam ada papah, pikirnya.
“yang, di sini aja gak papa?” tanya Mingyu, dan raut wajah Jeonghan seketika berubah.
“aku suruh cerita kamu gak mau terus, aku bingung loh kamu kaya gini. Aku jadi mikir apa aku ada salah sama kamu atau gimana?”
“gak ada yang.. beneran kamu gak ada salah ko”
“ya terus kenapa, pusing tau mikirinnya kamu biasanya main terus, tiba-tiba gak mau ke rumah, sampai aku lagi sakit aja kamu tetep gak mau ke rumah. Aku sakit hati loh kamu giniin, kenapa gak mau banget ketemu sama papah”
“Ya Allah, bukan gitu yang asli deh” Mingyu mendekati Jeonghan, ia memeluk yang lebih tua supaya lebih tenang.
“ya terus kenapa?”
“tapi kamu jangan kepikiran ya...” Mingyu balik bertanya, tangannya masih mengelus kepala Jeonghan
“kalau gak dikasih tau tambah kepikiran”
Mingyu tidak langsung menjawab dan menceritakan apa yang membuatnya tidak mau datang dan bertemu dengan papah Jeonghan, ia kembali merangkul tubuh Jeonghan kepelukannya. Dipeluk erat pacarnya yang sedang tidak enak badan itu, Mingyu masih belum ada niat untuk masuk ke dalam rumah.
“papah waktu itu chat aku, gak tau lupa kita lagi ngebahas apa waktu itu tapi nyinggung nikahan. Terus papah kamu bilang intinya kalau yang se-agama emang lebih gampang buat nikah, gitu. Aku kan jadi mikir, takut sendiri. kalau papah gak setuju sama kita gimana, makanya gak mau ngomong dulu”
“kata papah itu bercanda”
“mana ada bercanda tapi habis itu gak ada chat aku lagi, beberapa hari setelah itu baru ada chat tapi beda pembahasaan”
Jeonghan memegang tangan Mingyu, ia hendak mengajak Mingyu untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi Mingyu masih menolak.
“gak mau ih yaaang, nanti aja ya?”
“diomongin sama papah, biar enak, biar jelas”
“jelas gimana, ya aku gak mau kalau ‘jelas’nya di suruh putus sama kamu”
Jeonghan mencoba membujuk Mingyu untuk masuk ke rumahnya, ia menarik tangan Mingyu lagi tapi Mingyu terus-terusan menolak.
“yaaangggg” rengeknya “nanti aja aku ketemu papah kamunya”
Jeonghan memperhatikan Mingyu, diam tapi tetap menatap yang lebih muda. Sedangkan Mingyu hanya menundukan kepalanya.
“ayo ke rumah” ajak Jeonghan untuk yang kesekian kalinya.
“gak ah yang” Mingyu masih merengek, ia menurunkan badannya supaya Jeonghan tidak bisa menarik dirinya masuk ke dalam.
Mingyu masih memegangi tangan Jeonghan, dia mendongakkan kepalanya untuk melihat Jeonghan yang sedang berdiri didepannya.
“bangun ih ko malah jongkok”
Dan lagi-lagi hanya jawaban ‘’gak mau” yang Jeonghan terima, tidak mau terlalu memaksa Mingyu, Jeonghan akhirnya pasrah. Ia juga ikut berjongkok di depan rumahnya, mensejajarkan posisi dirinya dengan Mingyu.
“yaudah kalau gak mau” kata Jeonghan, tangannya mengusap kepala Mingyu dengan lembut.
Mingyu mengangguk, ia menatap Jeonghan. Matanya mulai berkaca-kaca, entah kenapa kalau di depan Jeonghan berusaha sekuat apapun tetap saja ia akan luluh, Mingyu (selalu) secara tiba-tiba ingin menangis.
“ih ko nangis” Jeonghan dengan cepat mengusap air mata yang ada di pipi Mingyu.
“mingyu jangan nangis, papah cuman bercanda. Percaya sama aku ya?”
Mingyu tidak menjawab perkataan Jeonghan, ia malah menghambur kedalam pelukan yang lebih tua.
“kenapa ini?” tanya Papah Jeonghan yang baru saja keluar dari rumah
“papah sih, adek jadi nangis” kata Jeonghan kesal
Mingyu tidak mau melihat ke arah papah, ia masih menyembunyikan kepalanya di dekapan Jeonghan. Dibilang tidak siap bertemu, tapi yang dihindari malah muncul dengan sendirinya. Mingyu tidak menyangka kalau papah akan keluar dari rumah pada jam malam seperti ini.
“papah mau ambil air minum, eh denger suara adek, terus ini kepada pada jongkok? berdiri kenapa pada jongkok gitu sih?”
“papah lagian jahil banget, liat nih anaknya sampai kaya gini gara-gara kepikiran sama omongan papah”
“yaudah berdiri dulu berdiri” kata papah memegang tangan Mingyu untuk berdiri.
Mingyu hanya menunduk, tidak mau untuk memulai pembicaraan dengan Papahnya Jeonghan. Tangannya masih memegang tangan Jeonghan dengan erat, seperti takut kalau ia akan ditinggal.
“adek, papah itu bercanda. Niat papah cuman jahilin adek aja, ternyata adek beneran kepikiran ya?”
“t-tapi papah gak bilang ke aku kalau itu bercandaan” Mingyu terisak, dia memang cengeng kalau berurusan dengan hubungan dan Jeonghan.
“Pokoknya papah bercanda, gak ada niatan papah buat misahin kalian ko. Maaf ya udah bikin adek nangis, han nangis juga lagi tuh.. aduh.. yaudah masuk aja ke dalam rumah, nginep dek udah malem”
“yang di chat waktu itu beneran bercanda pah?” tanya Mingyu memastikan lagi
“iya bercanda.. udah masuk yuk dingin loh di luar”
Mingyu dan Jeonghan akhirnya masuk ke rumah, ketika sudah sampai di dalam pun, Mingyu dan Jeonghan langsung menuju kamar. Berniat untuk langsung tidur, karena Mingyu harus bangun untuk sahur dan Jeonghan juga sedang tidak enak badan.
“malu aku yang keliatan nangis depan papah”
“kamu makin dikatain adek bongsor aja sama papah nanti, bukan adek lagi tapi bayi yang gemes banget” Jeonghan mengacak rambut Mingyu lalu memeluknya.
“sayang banget sama Mingyu” lantujnya
“ya Allah... tumben”
“yaudah gak jadi”
“hehehe jangan gitu, iya aku juga sayang kamu banget sampe nangis nangis keluar ingus nih”
“jorok”
Dan begitulah rencana mau tidur pukul 11 malam gagal, karena Mingyu yang hobinya mengganggu Jeonghan, menggelitik pinggang, menciumi muka jeonghan sampai-sampai Jeonghan sendiri hanya bisa pasrah tertidur dan membiarkan Mingyu menguasi dirinya.
“udah cium ciumnya, cepat tidur”
“okay tapi aku mau sambil pelukan sampai nanti bangun juga harus tetap pelukan”
Jeonghan menurut saja, kalau Mingyu bilang mau ini atau mau itu sebaiknya dituruti, apalagi setelah kejadian tadi. Biar dia tidur nyenyak karena malam-malam sebelumnya Mingyu dipusingkan oleh pikirannya sendiri.