‘Ada satu hal kecil yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, tapi rasanya itu menjadi beban paling besar dalam hidupku’
Ada beberapa hal yang membentuk diri seseorang, seperti lingkungan. Bagaimana cara orang tua mendidik, bagaimana kamu berteman lalu bagaimana kamu memperlakukan dirimu sendiri.
Begitupun dengan kebahagiaan dan rasa aman yang bisa didapatkan dari keluarga, teman dan juga diri sendiri. Ada beberapa hal yang mungkin dilupakan padahal itu sangat dekat dan ada yang susah payah mencarinya meskipun itu jauh, tapi tetap dilakukan. Kan katanya, manusia di dunia ini salah satunya mencari kebahagiaan dan rasa aman.
Jalan hidup Jihoon sudah ditentukan oleh Ayahnya, itulah yang membentuk kepribadian dan cara berpikir Jihoon. Lalu bagaimana dengan kebahagiaan dan rasa amannya, Jihoon hanya mendapatkannya dari teman (hanya Mingyu), dari diri sendiripun dia tidak bisa memberikan dua hal tersebut.
“aku cuman mau ayah berhenti mengatakan apa yang harus aku lakukan, mendikte apapun dan bagaimana caranya aku menghadapi dunia”
Sayangnya Jihoon tidak pernah mengutarakan kalimat itu, ia hanya memendam dan membiarkan sampai ia sendiri lupa, kalau ada kalimat itu di kepalanya. Dan yang dia ingat, hanya keburukan tentang dirinya sendiri.
Jangan salah, Jihoon pernah mencoba. Histori video yang ia tonton di youtube juga menunjukan dia pernah mencoba. Isu keluarga, bagaimana supaya menjadi lebih percaya diri, bukan salah aku, bagaimana cara berbicara dengan orang tua, how to love my self. Kira-kira seperti itu judul dari video-video yang Jihoon tonton. Hatinya sempat tergugah, lalu layu lagi. Orang asing berbicara lalu apakah kamu akan langsung mempercayainya?, tentu saja tidak begitupun Jihoon. Memberikan sedikit energi positif, tapi besoknya ia lupa. Karena dia tidak pernah menerima dan melakukannya di dunia nyata. Kalau hanya sekedar teori, Jihoon bilang “mana bisa ngerubah”.
Sudah sekitar lima belas menit dan Jihoon masih dalam pelukan Soonyoung, Jeonghan dan juga Mingyu masih di sana, mereka hanya duduk memperhatikan Jihoon, sempat beberapa kali Jeonghan meneteskan airmatanya, begitupun dengan Mingyu karena apapun yang Jihoon katakan terdengar sangat menyakitkan bagi mereka.
“ada yang mau diomongin sama aku? Kalau nyaman cerita, cerita aja. Kalau kagak juga yaudah, jangan dulu” soonyoung berbicara dengan pelan, tangannya dari tadi masih setia mengelus kepala Jihoon yang sedang beristirahat di dadanya.
“semuanya terjadi karena kesalahan aku, i-ibu pergi juga karena aku” Jihoon hanya menjawab dengan kata-kata yang saat ini sedang menguasai isi kepalanya.
“mereka....bercerai dan berantem karena aku, a-aku selalu gak bisa menjadi yang terbaik, aku selalu gagal bahkan dalam hal yang sudah a-aku kuasai. Ayah bilang aku tidak berguna....” Jihoon diam sebentar, ia memeluk Soonyoung lebih erat lagi.
“what was so wrong with me, sampai Ibu ninggalin aku?” Di ruangan itu ada Jihoon yang sedang meledak, berharap bisa mendepak emosi yang selama ini ia pendam, ia mengeluarkan sedikit demi sedikit permasalahan di hadapan pihak yang menjadi salah satu penyebab.
“semuanya bukan salah Jihoon. Kamu udah melakukan yang terbaik, aku juga yakin kamu sudah berusaha. Hanya saja kamu tidak ada yang mengapresiasi, mungkin hanya mingyu. Ayah kamu tidak dan diri kamu sendiri tidak mengapresiasi diri kamu”
“..........”
Jihoon tidak menjawab, dia diam. Perkataan Soonyoung bisa benar, bisa juga salah. Jihoon memang sering membanggakan dirinya, dia percaya diri dalam waktu tertentu. Tapi sekalinya ia jatuh, akan susah untuk ia mendapatkan hal itu lagi. Jihoon bilang “aku pasti menang” lalu malam harinya ia kembali berpikir “besok bisa tidak ya, bagaimana kalau aku melakukan kesalahan”. Kadang dia berkata kasar pada dirinya sendiri, pada orang lainpun sering. Jika dipikirkan lagi, Jihoon lupa terakhir kalinya ia menyanjung dirinya sendiri, hanya perkataan buruk yang selalu ia berikan. Nyatanya, menyanjung diri sendiri lebih sulit.
Tidak ada lagi yang ingin mereka bicarakan, tidak ada jawaban lagi dari Jihoon. Suasananya masih sama, masih berbalut kesedihan. Bahkan Jeonghan yang hanya mendengarkanpun ikut terbelit dalam kesedihan Jihoon.
“Jihoon kalau misalkan nih ya, misal ada anak kecil yang punya masalah yang sama kaya kamu, dia ngerasa dirinya penyebab orangtuanya bercerai, dia ngerasa kagak bisa ngelakuin apapun yang orangtuanya mau, dia sedih, apa yang mau kamu bilang sama anak itu?” Soonyoung masih berusaha mengajak Jihoon untuk berbicara. Apa tujuannya, Soonyoungpun tidak tahu. Yang penting Jihoon melupakan sedikit kesedihannya, ia mau mengalihkan apa yang sedang Jihoon rasakan.
“kamu ...anak kecil...gak ada salah” jawabnya
“jadi dia kagak salah?” tanya Soonyoung lagi
“kenapa nyalahin anak kecil, yang berantem dan tau masalahnya kan orang dewasa, dia cuman diam di rumah dan gak tau apa-apa” suaranya yang begitu lirih hampir tidak bisa didengar tapi tidak mengalahkan keberanian Jihoon untuk berbicara mencoba membela ‘anak kecil’ yang sedang Soonyoung bicarakan.
“tapi dia ngerasa, semuanya salah dia. Gimana dong?” pancing Soonyoung lagi, Mingyu dan Jeonghan hanya bisa mendengar perkataan Soonyoung. Perkataan Jihoon terpotong-potong dipendengaran mereka.
“j-jangan ngerasa bersalah itu menyakitkan, anak kecil gak salah.....aku yakin dia cuman ngelakuin apa yang seharusnya anak kecil lakuin, adeknya gak salah Soonyoung”
“dia juga ngerasa dia gak berguna, gimana?”
“enggaak, adeknya kasian soonyoung kenapa dia ngerasa kaya gitu?” Jihoon yang merasa sedikit bingung, memutuskan untuk siap membantah perasaan ‘anak kecil’ itu dan bertanya kepada Soonyoung
“karena dia ngerasa jadi beban? Mungkin?” jawab Soonyoung yang terkesan masih sebagai pertanyaan.
Jihoon masih diam, mungkin dia sedang berpikir atas apa yang akan ia bicarakan, atau mungkin dia merasa ada yang salah dengan ‘anak kecil’ ini.
“know your worth jadi kamu bisa percaya diri” lalu Jihoon diam sebentar “gak semua salah adek kecilnya, dia gak pernah salah soonyoung kenapa dia ngerasa gitu?” dan dia bertanya lagi.
“aku juga gak tau, kenapa Jihoon ngerasanya begitu?”
Mingyu dan Jeonghan tercengang dengan pertanyaan terakhir yang Soonyoung lontarkan. Kalau Jihoon, dia hanya diam bingung bagaimana menjawabnya setelah apa yang tadi iakatakan kepada ‘anak kecil’.
“........”
Jihoon yang tadinya menyembunyikan wajahnya di pelukan soonyoung, sedikit memunculkan wajahnya dan menatap ke arah mata soonyoung.
“Aku cuman berharap Jihoon bisa ngomong hal itu ke diri sendiri, meskipun susah, tapi pelan-pelan. aku bakal terus ngingetin kamu, kalau jihoon berhasil aku bakal apresiasi semua kerja keras kamu, kalau Jihoon gagal akan ada yang terus ngingetin kalau masih ada kesempatan lain, cukup diambil hikmahnya. Semuanya terjadi, memang akan sulit, selamanya tidak akan baik-baik aja tapi bakal ada yang nemenin jihoon, bakal ada yang selalu siap dengerin kamu cerita. Setiap kali jihoon ngerasain cemas atau panik, aku cuman mau jihoon tolong banget supaya berkata baik ke diri sendiri”
“gampang kalau bicara” Jihoon kembali menyembunyikan wajahnya
“pelan-pelan, asal jihoonnya mau” Soonyoung masih dengan lembutnya membujuk seorang Lee Jihoon.
“gak tau, gak yakin bisa” dan jawabannya selalu begini.
Hanya bisa Sabar, semuanya juga butuh proses. Tidak semata-mata ia nyaman dengan Soonyoung lalu Jihoon menjadi berubah dan menjadi orang yang lebih positif. Tentu saja tidak, masih banyak hal yang harus Jihoon lakukan jika ia mau merubah pola pikirnya, maka ia harus keluar dari zona nyamannya dan berusaha mencari solusi itu. Soonyoung dalam hatinya selalu mengatakan kalau ia akan menemani Jihoon dalam setiap proses apapun yang akan Jihoon lewati.
“yaudah, gak papa..mau pulang sama aku? Atau sama mingyu?” tanyanya ketika Soonyoung sendiri sadar kalau tidak baik terlalu mendesak Jihoon dalam satu waktu. Ditambah lagi sekarang sudah jam sembilan malam, sudah terlalu malam, Jihoon tentunya sudah lelah, begitupun dengan mereka yang menemani Jihoon.
Ketika Jihoon mengatakan “sama kamu”, Soonyoung yang selalu mengiyakan perkataan Jihoon, berdiri dan membawa Jihoon keluar dari ruang panitia. Mingyu dan Jeonghan mengikuti, setelah tadi berbincang sebentar, mereka memutuskan untuk menginap di kosan Soonyoung. Salah satu bentuk pembuktian kalau mereka akan selalu ada bersama Jihoon.