Hal pertama yang Soonyoung lakukan setelah sampai di apartemen milik Jihoon adalah meilihat keseluruh penjuru ruang milik mantan kekasihnya ini, ada kaktus kecil yang disimpan diruang tengah tepatnya dipinggir tv, ada botol minuman terletak di atas meja didepan sofa yang ternyata waktu Soonyoung cek minumannya masih ada sekitar setengahnya lagi, dipinggir tv itu ada lukisan langit yang teduh, Soonyoung mendekat untuk melihatnya, dipenjuru bawah kiri lukisan tersebut tertulis kata “for : langit keenanti, 2019”
“mau dikasih ke lala?” Soonyoung mendekat, ikut duduk dengan Jihoon yang sudah dari tadi duduk di sofa.
“udah jelek, lukisannya udah lama banget itu tahun berapa aku belinya”
“maaf udah pake nama itu tanpa izin ke lo cil”
“gak papa, aku suka kok”
Hening sebentar, Jihoon memposisikan duduknya dengan nyaman disamping Soonyoung. Melihat ke arah Soonyoung sebentar lalu tersenyum. Dalam hati, Jihoon selalu berkata 'Gila, aku seneng banget Ya Tuhan', sampai ia tidak sadar kalau ia sudah menatap Soonyoung terlalu lama.
“Jadi, mau ngobrol apa?” Soonyoung memecahkan keheningan diantara mereka, Jihoon yang disadarkan oleh suara Soonyoung langsung memikirkan pertanyaan apa atau topik perbincangan mana yang akan dia angkat terlebih dahulu.
“apa kabar?” tanyanya polos membuat Soonyoung tertawa akan pertanyaan Jihoon.
“maksudnya, selama ini kamu gimana gitu, aku tahu si kalau cici pasti ngetreat kamu dengan baik” sebenarnya pertanyaan Jihoon itu lebih ke ‘bagaimana hidup kamu tanpa aku’ tapi dia tidak mau terlalu menekankan kalau hidup Soonyoung berputar dan berpusat dinama Jihoon seorang, kalau nyatanya memang tidak benar, bahwa hidup seseorang berpusat dan berputar hanya disatu orang saja.
“ya lo tau kan, gimana gue sama orang tua gue”
Jihoon tentu saja tahu, kalau Soonyoung dengan orang tuanya tidak terlalu dekat. Perjodohan yang telah direncanakan oleh orang tua Soonyoung merupakan bentuk perintah terakhir dari orang tua Soonyoung. Jihoon tahu dengan jelas, kalau Soonyoung akan bebas dari berbagai jenis tuntutan yang selalu diberikna oleh orangtuanya ketika Soonyoung menikah.
Sesuai dengan dugaan Jihoon, kalau saat ini hidup Sonyoung sudah bebas. Perceraian yang diinginkan oleh Cici tidak akan membuat orangtua Soonyoung melakukan apapun, mereka tidak akan mampu mencegah kemauan Cici.
Dan begitulah hubungan seorang kwon Soonyoung dengan orangtuanya, tidak terlalu saling memperhatikan lagi. Penghubung mereka sekarang hanyalah Lala, selain itu tidak ada lagi.
“kalau tentang gue sama Cici, iya bener, emang dia selalu memperlakukan gue dengan baik, Ci Vel kalau diibaratkan kaya...” Soonyoung berhenti sebentar, ia melihat ke arah Jihoon.
“penolong gue banget, gue merasa beruntung pasangan yang dijodohkan sama gue itu Cici”
Jihoon menoleh, jujur dia sedikit kaget dengan perkataan Soonyoung. Yang ada dalam pikiran Jihoon selama ini kalau Soonyoung mungkin akan merasa tidak nyaman dengan pernikahannya karena berasal dari paksaan orang tua, oh atau itu mungkin hanya sekedar sugestinya terhadap dirinya sendiri supaya bisa bertahan dari keinginanya untuk menunggu Soonyoung?
“gue gak tau, gue bakal kaya gimana kalau itu bukan Cici, mungkin gue bisa kehilangan diri gue sendiri”
Soonyoung dan kalimat-kalimat yang membuat Jihoon menyesali keputusannya untuk 'mengobrol'.
'Seberharga itu ya Cici buat kamu', pikir Jihoon.Disisi lain, Jihoon mengagumi cara Cici yang bisa membuat Soonyoung merasa nyaman dan memuji Cici seperti seolah-olah kalau Soonyoung tidak bisa hidup kalau tidak bertemu dengan Cici. Jihoon hanya bisa mendengarkan, tidak mau menyela apa yang sedang Soonyoung ceritakan.
— But it’s hurt
“ngerasain jatuh bangun sama Cici, sampai kita ada dititik bisa menemukan ‘seneng’nya kita sendiri. hidup gue seperti itu cil” Jihoon menganguk paham, memberikan senyuman kepada Soonyoung, senyum yang hambar, tidak ada ketulusan, Soonyoung bisa merasakan senyuman itu hanya penutup dari hati Jihoon yang –Soonyoung rasa sudah tersakiti oleh perkataannya.
Banyak yang ingin Jihoon katakan, pertanyaannya masih banyak. Tapi ada yang menahannya, kalau dia berbicara, air matanya akan jatuh. Dadanya sesak, hatinya sakit. Dia merasa cemburu, kepada orang yang sudah mempunyai status yang sama dengannya.
“hal yang selalu membuat gue sedih, cuman satu. Kalau tiap hari, keinginan gue selalu sama dan keinginan gue gak pernah tercapai. Cil... jangan sedih karena gue bilang Cici itu my best partner, jangan kecewa ketika gue bilang Cici adalah penolong gue dan jangan marah ketika gue bilang gue ngerasa beruntung bisa sama Cici..karena apapun yang berkaitan dengan perasaan yang ada dalam diri gue sampai sekarang masih dipegang sama lo. Gak pernah berubah selama delapan tahun ini”
Karena keinginan Sooyoung hanya satu, yang selalu ia sampaikan kepada Tuhannya. Ketika ia tidak bisa berkomunikasi dengan orang yang ia begitu cintai sampai ketika memikirkannya pun hatinya sakit.
Tidak ada jalan lain, ketika Soonyoung frustasi harus berkomunikasi dengan siapa kalau bukan dengan orang yang ia cintai. Oleh karena itu dia mencoba untuk selalu berkomunikasi dengan sang pecipta semua rasa. Soonyoung datang, mencoba menyampaikan keinginanya kepada Tuhan, sumber dari cinta itu sendiri.
“gue cuman mau ngomong apa yang gue rasain, tanpa ada maksud buat maksa lo ngerasain hal yang sama atau maksa lo buat balik sama gue. Cil, percaya....kalau ada orang selain Lala yang selalu gue inginkan buat ada disamping gue sampai gue mati....itu lo Cil”
22 November, selalu menjadi malam yang selalu Soonyoung tunggu-tunggu, tidak bisa mengatakan ‘selamat ulang tahun, cil’ secara langsung , Soonyoung mempunyai caranya sendiri.
Sendiri, tepat jam dua belas malam, Soonyoung melipat kedua jari tangannya, menutup mata dengan kepala menunduk kebawah.
“i’m glad to hear that”
Ada rasa takut pada diri Jihoon ketika Soonyoung dengan jelas mengatakan beberapa pujian kepada Cici, takut kalau dia sudah digantikan seutuhnya oleh orang lain, takut kalau semua sugesti yang selama ini serta sisi perspektif yang dia putuskan untuk di ambil dan diyakini pada akhirnya hanya akan membuahkan rasa kecewa.
Dan ketika Soonyoung mengatakan bahwa, Jihoon masih ada dan selalu ada dalam ruang hatinya Soonyoung, pundaknya yang tadinya tegang, tangannya yang sedari tadi meremas celananya dengan keras mulai melemas. Jihoon lega, dengan apa yang ia dengar, karena hal itu yang ia inginkan.
“dan kamu tahu, bagaimana aku dengan orangtuaku ka”
Jihon mulai bercerita, tentang bagaimana hubungannya dengan orangtua dirinya. Soonyoung sudah tahu, Jihoon pun sama tidak memiliki perubahan yang signifikan jika itu mengenai orangtuanya. Yang Soonyoung tahu kalau orangtua Jihoon tidak terlalu banyak menuntut kepada Jihoon, tapi tidak terlalu memperhatikan Jihoon juga.
“aku seneng, lihat kamu juga selama ini baik-baik aja”
Jihoon tidak berbohong ketika ia mengatakan itu, bahkan kata pertama yang muncul dalam pikirannya ketika ia bertemu dengan Soonyoung adalah ‘dia baik-baik aja’ dan dia senang dengan melihat dan mendengar fakta bahwa Soonyoung selama ini bahagia dengan mantan istri dan anaknya.
“kalau lo gimana cil? Ceritain semau lo, sepuas yang lo mau”
Jihoon, tidak akan berbagi cerita tentang perasaannya sendiri kepada orang lain, maupun itu Jeonghan atau Jisoo sekalipun. Bukan berarti Jihoon merasa menceritakan tentang perasannya kepada temannya merupakan sesuatu yang tidak berguna, bukan. Jihoon hanya merasa, satu-satunya orang yang pantas untuk bisa mendengarkan cerita tentang perasaannya adalah orang yang menjadi penyebab perasaan Jihoon merasakan sedih dan bahagia, karena itu dia hanya mau Soonyoung yang mendengarkan ceritanya.
“aku... kalau aku ‘Jihoon, jangan ceritain setiap permasalahan kamu sama orang lain, apalagi kalau tentang ka Soonyoung, takutnya pandangan orang lain dengan pandanganku berbeda, maunya aku dan maunya mereka yang hanya mendengarkan tanpa merasakan akan berbeda, kalau urusan ka Soonyoung, diam. Kalau mau nunggu, tunggu dia dalam diam, kalau mau sama yang lain, pastikan kalau orang itu akan lebih baik dari ka Soonyoung’ kata-kata itu yang selalu aku ucapkan pada diriku sendiri”
“aku selalu memberikan sugesti yang kuat kepada diriku sendiri ‘Jihoon, kamu bisa tanpa ka Soonyoung, tapi kalau ada dia hidup kamu pasti bakal lebih mudah buat dijalanin’ atau ‘Jihoon, nunggu ka Soonyoung bukan sesuatu yang salah, dia ninggalin kamu bukan karena keinginannya sendiri, dia gak pernah jahat sama kamu yang ada malah dia selalu ngebahagiain kamu selama dua tahun kamu pacaran sama ka Soonyoung, jadi....wajar kalau kamu cuman mau dia dalam hidup kamu’ lucu kan ka? Hehehe dan dengan pemikiranku yang seperti itu aku bisa melewati delapan tahun tanpa kamu, kalau kamu tanya bagaimana perasaan aku, jawabannya enggak tahu, perasaan aku tertinggal di Bandung, pada malam tanggal 2 juni tahun 2017 perasaan aku, rasa sayang aku, harapan aku, semuanya kamu bawa pergi...”
Jihoon melihat ke tv yang tidak menyala didepannya, ia menceritakan semuanya tanpa melihat Soonyoung.
“... jadi kalau ka Jisoo memaksa aku untuk menjalin hubungan dengan orang lain, aku gak bisa, aku gak mau karena akan berakhir dengan hubungan aku tidak melibatkan perasaan apapun dengan orang itu”
Tidak terasa, Jihoon merasakan air matanya mengalir begitu saja. Soonyoung tidak melakukan apapun, meskipun saat ini Soonyoung sangat ingin memeluk Jihoon dan menghapus air mata Jihoon, Soonyoung masih ingin mendengarkan cerita Jihoon, tentang apa yang Jihoon rasakan selama ini.
“mau tau yang lebih lucu gak?” tanya Jihoon kepada Soonyoung, sebelum menceritakan lebih lanjut, Jihoon mengelap air matanya, menghembuskan nafasnya dengan kasar dan ketika sudah siap untuk melanjutkan ceritanya, ia kembali menatap ke arah tv, menatap bayangan Soonyoung yang berada di layar tv.
Jihoon merasakan rasa yang aneh, biasanya ia hanya mampu bercerita dengan dirinya sendiri sambil melihat ke arah bayangannya sendiri yang terdapat di layar tv, tapi sekarang ada bayangan orang lain di tv tersebut.
“aku... makin lama bukannya makin rela, tapi aku malah makin menyesal. Hahaha lucu kan? Padahal aku liat kamu aja gak pernah, tau akun sosial media kamu aja enggak, tahu kabar kamu aja aku enggak. Tapi malah tambah nyesel. Menyesal karena ngelepas kamu ka” Jihoon melihat ke arah Soonyoung, mereka saling menatap mata satu sama lain.
“kalau aku waktu itu bilang ‘iya’ sama ajakan kamu buat kawin lari, apa hidupku bakal lebih mudah ya? Apa hidup aku bakal lebih bahagia ya? Terus aku sadar, semuanya udah telat. Kalau dulu aku tahu rasanya pisah sama kamu kaya gini, dan selama ini......” Jihoon berhenti, kata-katanya tertahan lagi.
“aku gak akan pernah bilang ‘gak mau’ atas ajakan apapun itu yang kamu tawarkan ka.. makanya aku.. kasihan sama diriku sendiri karena a-aku harus merasakan banyak kesedihan dan kesepian gara-gara perkataanku sendiri”
Tangan kiri Jihoon mengusap air matanya sendiri, tangan kananya ia gunakan untuk mengusap air mata yang ada di pipi Soonyoung.
“orang tuh kalau ninggalin pacarnya dengan alasan udah nemuin lagi yang baru, kalau kamu ninggalin aku karena memang udah waktunya buat kita pisah, kamu selalu cari cara buat hubungan kita, kamu selalu usaha supaya kita tetap sama-sama, sedangkan aku cuman diam. Kamu gak ada salah, jangan nangis Ka”
Penyebab dari semua perasaan Jihoon adalah Soonyoung, tapi penyebab dari berakhirnya hubungan mereka bukanlah Soonyoung. Waktu itu, mereka tidak mendapatkan izin dari waktu, dari orang sekitar mereka, bahkan dari semesta.
“cil... gue kira, kalaupun gue bisa ketemu sama lo lagi, lo bakal udah punya seseorang yang nemenin lo. Karena gue selalu mikir ‘siapa sih yang gak suka sama bocil pasti bakal ada lah yang ngejar dia, suka dan sayang sama dia’ gue selalu bilang itu ke diri gue sendiri. Ngeliat lo nangis kaya gini, didepan gue, jujur gue sedih, kenapa sih lo harus nungguin gue? Kenapa lo masih aja suka sama gue yang —Ya Tuhan, Cil diluar banyak yang lebih dari gue. Tapi, disisi lain gue seneng, gue seneng lo tungguin, gue seneng gak lo benci”
Aku kangen kamu
Gue kangen sama lo
Tentang kata yang belum mereka sampaikan. Katanya kata-kata itu tidak perlu disampaikan, mereka sudah mengerti dan paham dengan makna kata tersebut, tapi disini ada Jihoon yang sedari tadi mati-matian menahan mulutnya untuk tidak mengatakan kata-kata tersebut. Ada Soonyoung yang juga masih diam melihat ke arah Jihoon, menunggu apa yang akan Jihoon katakan selanjutnya.
“waktu pertama kali liat kamu, aku pikir kamu masih sama Cici. Makanya aku diam, gak langsung ajak ngobrol kamu, karena... aku tuh nungguin kamu bukan berarti aku bakal ngelakuin apapun buat bisa sama kamu. Kalau emang kamu masih sama Cici, mungkin kita gak akan ngobrol kaya sekarang ya? aku minta maaf karena Lala jadi gak bisa tinggal sama orang tuanya, tapi aku seneng kamu ke jakarta sendirian”
“kamu tahu, aku ketemu sama kamu di kafe ka Jisoo itu bukan kebetulan, aku lagi di kantor ngelihat tweet ka Jisoo, terus aku cepet-cepet keluar cari taxi supaya bisa ketemu sama kamu, pikir aku waktu itu ‘aku mau ketemu, say hi dan udah itu aja’ karena aku pikir kamu masih sama Cici. Lucu gak sih? Aku jadi impulsive banget, cuman gara-gara mau ngelihat kamu. Aku selalu ingin ngelihat kamu ka selama ini, gak mungkin aku sia-siain kesempatan buat ngeliat kamu waktu itu. Sekangen itu aku sama kamu”
Dan Jihoon mengatakannya.
“aku tahu, aku harusnya gak boleh ngomong gini tapi aku kangen sama kamu, tiap hari......Aku selalu berharap kamu datang temuin aku dan gak pergi lagi. Maaf ka, aku juga bakal bilang maaf sa-sama Cici karena udah selalu berharap kamu kembali disamping aku”
“im so s-sorry” lanjut Jihoon, ia menutup mukanya dengan tangan, air matanya sudah tidak bisa ia hentikan.
Tangisnya Jihoon sekarang, sama dengan tangisnya delapan tahun yang lalu, ketika Soonyoung meninggalkan kosannya, atau ketika ia untuk pertamakalinya merasa bahwa ternyata Soonyoung sudah banyak memberikan banyak kebahagiaan dan sekarang telah hilang. Sama dengan perasaan sedih dan rasa bersalah serta penyasalan seperti dulu, untungnya kali ini ia meluapkan kepada Soonyoung secara langsung, membagi semua rasa itu kepada orang yang tepat.
Jihoon tidak menyangka, kalau menceritakannya kepada Soonyoung akan membuatnya merasa seperti ini, rasa bersalah entah untuk siapa saja.
“cil” Soonyoung mendekati Jihoon, ia memegang tangan Jihoon lalu menurunka tangan Jihoon supaya Soonyoung bisa melihat wajah Jihoon lagi.
“cil.. gue juga kangen sama lo mau peluk”
Dan Jihoon memeluk Soonyoung dengan erat, penuh dengan rasa senang dan terharu. Soonyoung mengelus punggung Jihoon, mengucapkan syukur kepada Tuhan, karena mereka bisa merasakan keberadaan orang yang memberikan kehangatan dalam hidup mereka lagi.
— comeback,i still need you Let me take your hand, i'll make it right I swear to love you all my life Hold on, I still want you — Chord Overstreet