Hari ulang tahun Soonyoung


Kalau ada yang bertanya, hal apa saja yang berubah dari soonyoung selama kita menikah? Jawabannya tentu saja 'banyak'

Kalau misalkan harus aku jabarkan satu persatu ceritanya mungkin jadi panjang, karena memang sebanyak itu. Aku saja kadang masih suka terheran-heran, ko bisa ya?

Salah satu perubahan yang benar-benar membuat aku kaget pada awalnya adalah ketika Soonyoung lagi sakit atau lagi ulang tahun itu akan manja, manjanya yang manja banget padahal dulu sama aku suka sok paling hebat, sok jago, nyebelin pokoknya. Nah kalau sekarang, nyebelinnya sih masih tapi manjanya itu loh, melebihi manjanya Jia.

Tidak, aku tidak protes ko. Dia ini lucu kalau lagi manja, tapi kalau manjanya ngelunjak ya kesal juga ya.

Kalau dulu dia mungkin anti banget cium-cium, sekarang kebalikannya, kalau sebelum berangkat kerja tidak aku cium, dia pasti akan marah-marah.

“Apa sih lo ah ko gak cium gue? Mau berangkat kerja nih” begitulah kira-kira yang dia katakan kalau lagi marah, itu dia sambil cemberut bicaranya.

Kalau dulu dia suka berantem sama Somi, sekarang juga sama. Ditambah ada Jia, aduh aku kalau ada diantara mereka suka pusing. Berisik banget dan berantem terus.

Sebenarnya dulu juga Soonyoung sudah terlihat kalau dia mempunyai sifat yang agak manja, waktu malam pertama dia kan sakit kakinya sampai aku pijitin terus dia ngoceh, ngeluh kalau kakinya sakit, seperti anak kecil. Nah kalau sekarang seperti itu juga, misalnya kalau dia tidak sengaja menendang kaki meja atau kursi, dia akan marah-marah, ngeluarin bahasa kasar, habis itu manggil aku.

“Jihooooon, yaaaaang kaki gue sakit”

Seperti anak kecil bukan?

Banyak banget yang berubah selama kita bersama, aku selalu menyukai setiap perubahan yang kita lalui ini. Soalnya banyak sekali hal-hal menyenangkan yang terjadi.

Satu contoh lagi yang membuat aku selalu senang kalau lagi sama Soonyoung. Dia kalau lagi tidur gak pernah ngelepasin pelukannya, aku udah kaya gulingnya dia. hehehe

Seperti saat ini, Soonyoung lagi memeluk aku. Tapi dia masih tidur, sebentar lagi harusnya bangun, soalnya alarmnya sudah berbunyi.

“Yang?” tanyanya sambil mengucek-ngucek matanya. Ada satu kebiasaan yang selalu ia lakukan setelah ada Jia, yaitu kalau sudah bangun Soonyoung akan mencium kening aku terus dia jalan keluar kamar pergi ke kamarnya Jia dan cium kening Jia juga.

“Jiaaaaa mana kado buat papi?” Soonyoung menggoyang-goyangkan tubuh Jia supaya Jia bangun

“Ih papiiiii, Jia masih ngantuk lagian kan aku udah kasih kadonya ke papi tadi malem sebelum tidur”

“Oh iya Papi lupa hahahhaa yaudah deh, Jia jangan sekolah ya hari ini, nanti Papi telfon ke sekolah nya kalau ada acara keluarga”

“Asiiik beneran pi?”

“Soonyoung” Aku menyelak perbincangan mereka, ini ide dari mana tiba-tiba Jia tidak akan berangkat sekolah hari ini.

“Apa sih yang? Pokoknya hari ini Jia gak boleh sekolah, soalnya kita bakal jalan-jalan terus main deh sepuasnya”

“Asiiik... Papi aku mau ke timezone pokoknya ya”

“Gampang, terserah Jia dah mau kemana aja yang penting kita jalan”

“Kamu juga harus kerja loh?” Lagi dan lagi aku menyelak obrolan mereka. Beginilah Soonyoung kalau lagi ulang tahun, banyak tingkah.

“Ya gak akan kerja lah, yang. Sehari ini doang”

“Aku bilangin ke Ayah ya kamu malas kerja”

“Bilangin aja sana, biar gue digantiin si Uyon. Tuh si Uyon hidupnya enak banget gak ngurusin perusahaan malah jualan baju. Tiap hari rebahan tuh perutnya buncit dah bentar lagi, kak Sejin ilfeel ntar ditinggalin. Mampus”

Astaga. Habis sudah kata-kata aku, heran sendiri kok ada ya orang dengan kepribadian seperti ini.

“Ya, yang? Kita jalan hari ini please.. Gue cuti sehari doang besok gue kerja lagi”

“Yaudah iya”

Menyerah, dari dulu memang yang namanya Kwon Soonyoung itu susah dilawan.

“Hari ini makan siang di restoran favorit gue, udah gue booking tempatnya”

“Okey”


Dan disinilah kita, jam 11.45. Sedang menunggu makanan kesukaan soonyoung datang.

Jia terlihat sangat senang, begitupun dengan kita berdua.

“Jia, nanti selesai main, Papi anterin ke rumah tante somi ya? Soalnya papi ada acara sama papa pulangnya malem, takutnya kamu ngantuk kalau ikut”

“Okey Papi nanti aku nginap di rumah tante somi” Jawab Jia polos, tanpa tahu apa yang sebenernya soonyoung rencanakan.

Aku mencubit tangan soonyoung, dan dia hanya tersenyum nakal merespon dari cubitanku itu. Sudah jelas kemana nanti kita akan pergi.

Kalau di rumah suka tidak bebas, aku sebisa mungkin menahan suara ketika melakukan hal tersebut. Hanya boleh melakukan ‘itu’ ketika sudah lewat jam satu malam, Soonyoung sering protes tapi aku selalu menolak kalau sebelum jam satu malam. Alasan yang paling utama adalah takutnya Jia masih dalam fase gampang terbangun kalau sebelum jam satu malam. Soonyoung juga tidak pernah melakukannya secara kasar, karena tidak boleh terlalu berisik.

Kecuali, kalau soonyoung sudah mengajak ke tempat seperti ini, hotel. Dia akan bebas melakukan apapun, suara seperti apapun yang akan kita buat juga tidak ada yang perduli. Namanya juga di hotel, tidak ada Jia sudah sangat jelas kalau soonyoung akan melakukannya dengan sedikit 'kasar' soonyoung tidak akan menahan dirinya sendiri.

“Yang..buka baju” Katanya, soonyoung sudah bersiap membuka bajunya juga. Tadi kita sudah menitipkan Jia ke somi.

“Masih jam 7 malam, mau sekarang?”

“Mandi dulu kali yaaang, ayo bareng”

“Jangan macem-macem tapi ya kamu”

“Iya gak bakalan gua, mandi doang mandi. Kalau mau macem-macem nanti habis mandi lebih mantap kalau dikasur”

Kalau dihari ulang tahunnya ini, soonyoung selalu excited dengan hal-hal yang akan ia lakukan. Lihat saja sedari tadi Soonyoung terus cekikikan.

“yang, sini gue bersihin punggung lo” Soonyoung selalu menawarkan diri untuk membantu.

“Soonyoung, kalau kita lagi bertemu sama teman-teman kamu atau lagi kumpul acara kantor dan aku ikut, bisa tidak panggilnya jangan pakai gue-lo?”

“kenapa emang?”

“soalnya kalau ngumpul sama pasangan lain, aku tidak pernah dengar mereka pakai gue-lo”

“iri nih ceritanya?”

“Enggak gitu, tapi.....ehm yaudah deh kalau kamu gak mau”

“hahaha iya-iya nanti kalau ada kumpulan gue pakai aku-kamu deh”

“okey”

Kalau dibilang, aku iri mungkin jawabannya enggak, tapi lebih ke “kenapa ya ko beda sama pasangan lain” dan “kita bisa tidak ya kalau seperti itu juga kalau di depan umum”. Tapi namanya juga Soonyoung, kalau di umum kelakuannya A maka tidak akan jauh beda dengan dia di rumah, kecuali manjanya itu, yang selalu ia sembunyikan dari orang asing.

“gue tuh udah keburu nyaman sama gue-lo”

“iya yaudah gak papa kalau mau terus pakai itu juga”

“lo tetep jadi suami gue yang selalu gue kagumin meskipun gue keliatannya santai banget, gak pernah gue ngerendahin lo. tapi kalau dengan ngomong gue-lo didepan umum keliatannya malah gue seperti gak ngehargain lo sebagai suami gue, yaudah ntar gue pake aku-kamu deh”

“aku gak maksa loh ya”

“iya yang, makasih udah ngasih tau lo maunya gimana”

Dan dia selalu jadi yang lebih pengertian dibanding sebelumnya, perbincangan kita selalu menghasilkan sesuatu. Meskipun tidak semua perbincangan itu berjalan dengan mulus, emosinya yang masih tidak bisa ia kontrol dengan baik, kadang menimbulkan perdebatan.

Cara marahnya yang berbeda, tapi kalau dipikir-dipikir lagi ‘marah’ yang benar-benar ‘marah’nya Soonyoung itu ketika melihat aku dan Chanyeol berpelukan di depan perusahaannya beberapa tahun yang lalu.

‘Marah’ Seperti itulah yang sebisa mungkin dihindari.

Ketika Jia sudah ada, dari dia kecil sampai sekarang sudah sekolah, sepertinya tidak ada lagi ‘marah’ yang se-serius itu, bisa dibilang hubungan ini baik-baik saja.

Kalau misalkan marah yang kesal atau jadi badmood mungkin sering, kadang di depan Jia pun dia masih tidak bisa menyembunyikan kalau sedang ada masalah. Tidak bisa diajak bicara, kalau ditanya tidak menjawab kecuali kalau Jia yang tanya, keningnya mengkerut terus, tidur nya dikamar lain, selalu menghindar.

“Soonyoung?”

“Apa?” Tanyanya sambil memeluk aku dari belakang.

“Aku sangat bersyukur banget punya kamu, sampai saat ini kamu selalu ngabahagiain aku sama Jia dan aku sangat-sangat berterimakasih akan hal itu. Aku gak tau kalau gak ada kamu gimana hidup aku, mungkin akan sangat sepi tinggal di apartemen sendirian”

“Ngapa sih ah ko jadi sedih-sedihan begini, lagi telanjang juga”

“Haha enggak tau, Tiba-tiba kepikiran aja. Karena kamu lagi ulang tahun mungkin jadinya kepikiran buat ucapin makasih sebanyak-banyaknya sama kamu”

“Iya dah sama-sama”

Soonyoung ini, mau diajak romantis susah, diajak so sweet sedikit jawabannya malah begitu. Kecuali, kalau dia yang ingin melakukannya duluan, bisa jadi romantis banget dan bisa membuat aku terharu banget.

Tapi bukan hari ini, Soonyoung terlalu excited merayakan ulang tahunnya.

Dia akan memulai aksi nya dari sini, dari mulai memeluk dari belakang, mengecup setiap inci punggungku dengan pelan lalu ke leher, meninggalkan banyak jejak disana.

“dah ah ntar aja dikasur sisanya” soonyoung sedikit menjauhkan dirinya, ia mengakhiri aktifitas 'pembuka'

“Sebenernya masih ada yang mau aku bicarakan, tapi kalau udah dikasur nanti aku gak bisa ngomong sama sekali”

“Yaudah ngomong sekarang disini, apa lagi? kan tadi udah makasih-makasihannya?”

“Ada hal lain”

“Yaudah apaan? Bentar lagi tegang nih yang dibawah”

“Beberapa minggu yang lalu kita ke pemakaman karyawan kamu kan, nah aku kepikiran aja. Kalau nanti aku duluan yang pergi, kamu bakal gimana ya? Aku kan—”

“Apan sih yang ah pembahasannya”

“Kan aku cuman mau ngebahas ini karena kepikiran aja, aku sih percaya kamu pasti baik-baik aja kalau aku tinggalin. Aku juga percaya kamu bisa buat Jia bahagia dan jaga Jia terus”

“ah anjir sumpah, apaan dah ah pembahasannya” Soonyoung berdiri, ia membersihkan badannya sebentar lalu memakai handuk. Tidak berbicara lagi, ia langsung pergi dari kamar mandi.

Malam ini, harus ada proses minta maaf dulu. Tadi katanya boleh diomongin, ya aku omongin mumpung kepikiran, tapi malah marah. Harus sabar memang menghadapi orang satu ini.

“Soonyoung?”

Dan lihat, Soonyoung sudah pura-pura tidur. Kepalanya dia tutupi dengan bantal. Beginilah Soonyoung kalau marah.

“kamu marah ya?” Soonyoung masih belum menjawab, aku sudah duduk dipinggirnya.

Masih belum ada pergerakan. Maklum, sepertinya ini kali pertama kita akan membahas tentang perpisahan yang bisa saja terjadi kapanpun ketika kita siap ataupun tidak.

“Maaf kalau aku ngacauin ulang tahun kamu sama ucapan aku tadi, tiba-tiba kepikiran aja sama aku”

“Soonyoung... jangan marah”

Aku tidak tahu kalau Soonyoung akan sangat membenci topik yang tadi aku angkat untuk didiskusikan. Bahkan ketika sekarang dia sudah duduk dan kita saling menatap, dia masih belum bisa mengatakan apapun.

“i’m sorry” ulangku lagi, Ya Tuhan mukanya kasihan banget, antara nahan kesal dan sedih.

“Lo nih ya, buset dah gue udah siap-siap mau ngapa-ngapain lo, yang. Tapi lo malah ngebahas kaya gituan, di hari ulang tahun gue lagi”

“yaudah iya maaf, salah aku”

“Kalau gue tanya, gimana kalau gue mati duluan? pas lo ulang tahun, emang lo bakal seneng?”

“enggak, yaudah Soonyoung. Maafin aku”

“yaudah diem jangan pegang-pegang tangan gue”

“iya, okay”

Masalah. Diantara soonyoung yang kadang tidak konsisten dengan ucapannya beberapa detik yang lalu dengan ucapannya beberapa detik kemudian dan juga ada aku yang masih suka membuat dia tidak nyaman dengan isi pikiran dan ucapanku.

Kejadian beberapa tahun lalu, tentang kesalahan yang membuat kita berpisah sementara, meskipun kita sudah melewati puncaknya tapi di dalam setiap hubungan hal seperti ini rasanya wajar kalau terjadi lagi. Namanya juga masalah.

Masih dengan muka kesalnya, soonyoung tidak berniat untuk berbicara lebih lanjut. Dia hanya menatap tapi dengan raut muka yang cukup membuat aku tidak nyaman.

“Aku kan udah minta maaf”

Dengan tatapan yang sama tapi masih belum ada jawaban.

“Soonyoung” Ucapku sambil bergerak kembali mencoba meraih tangan orang yang aku panggil

“Apa sih” Katanya masih tidak mau aku pegang.

Kalau bicara terus, aku juga takut nanti salah mengungkapkan. Makanya aku hanya bertindak, berusaha (lagi) memegang tangan suami yang sedang marah.

“Gue bilang gak usah pegang-pegang, ih anjing maksa banget lo ya”

Diam.

Aku mendengar suatu kata yang membuat dada aku sesak, tubuh tidak bisa bergerak saking kagetnya, seorang Kwon Soonyoung tidak pernah berkata seperti itu sebelumnya.

Jujur. Kalau harus diingat lagi, Soonyoung tidak pernah mengatakan kata-kata kasar semenjak dia bilang kalau dia akan menetap lagi di apartemen beberapa tahun lalu. Dan harus diakui juga, kalau kata-kata kasar seperti itu jarang aku dengar terutama jika itu ditujukan langsung. Orang tua yang keras dan juga banyak menuntut bukan berarti mereka sering mengatakan kata-kata kasar dan juga memarahi anaknya, selama sekolah maupun di dunia kerja tidak ada yang berani mengeluarkan kata-kata kasar yang barusan soonyoung ucapkan kepadaku.

“kamu gak perlu ngomong ‘anjing’ ke aku loh Soonyoung, aku juga udah paham kamu gak suka, gak perlu ngomong kasar”

“ya gue kesel sama lo”

“kamu bilang anjing loh soonyoung sama aku”

“ah anjir masa gue ulang tahun malah berantem”

Siapa juga yang mau menghancurkan hari special suami. Mungkin malam ini kita berdua sedang tidak beruntung saja. Aku yang mulai dan Soonyoung yang terlanjur kesal.

Sangat disayangkan karena aku berharap soonyoung akan selalu bersikap baik meskipun aku buat dia kesal, mungkin kali ini aku yang keterlaluan atau soonyoung yang bereaksi secara berlebihan. Bukan berarti tidak mau mengalah, namanya sakit hati ya sakit hati. Tidak ada penjelasan lain.

“Aku mau pulang, mau ketemu Jia”

Soonyoung tidak mengatakan apapun, dia malah langsung mengambil barangnya yang baru tadi ia letakan dimeja kamar hotel.

Selama didalam mobil pun menuju ke rumah Somi, Soonyoung tidak berbicara, mungkin dia semakin kesal karena rencananya gagal total. Sedangkan aku, sedang sibuk menahan supaya air mata tidak keluar lagi. Kalau Soonyoung tidak menangis kenapa aku harus menangis?

Ego-nya mulai bermain dengan seenak hati, tidak tau waktu dan tempat.

“lah ko udah dijemput lagi sih gak jadi nginep?” tanya Somi ketika aku sudah sampai di depan rumahnya.

“tidak jadi, aku pulang dulu ya sama Jia makasih Somi”

“iya-iya, kalau ada apa-apa kabarin aku ya jihoon”

Mungkin Somi juga sadar, ekspresiku yang tidak mengenakan serta Soonyoung yang tidak ikut turun ketika menjemput Jia.

“Papa, kenapa?” tanya Jia

“Kangen aja sama adek, jadinya mau cepet ketemu” balas ku, ketika Jia sudah duduk dibelakang

Begitupun Jia, anak kita cukup peka. Tidak percaya dengan perkataanku, Jia langsung menghampiri Soonyoung yang sudah berjalan lebih dulu masuk ke dalam apartemen.

“papi, sepertinya malam ini aku sama papa tidur bareng. papi tidur sendiri terus besoknya harus baikan ya sama papa, gak mau tau” kata Jia sambil menggenggam tangan Soonyoung yang dibalas oleh Soonyoung hanya dengan mengelus rambut Jia pelan.

Malam ini, seperti yang tadi Jia bilang kalau papanya akan menumpang tidur di kamar Jia. Memang kalau sedang berantem seperti sekarang, aku selalu mengungsi ke kamar Jia. Memeluk adek sampai tertidur.

Sialnya, aku masih merasa bersalah sama Soonyoung. bagaimanapun juga hari ini adalah hari yang sudah ia nanti-nanti.

Sampai sekarang sudah jam 11 malam, Jia sudah tidur. Mata aku sudah tertutup, tanganku memeluk Jia, tubuh sudah siap beristirahat. Tapi, pikiran aku masih memikirkan kejadian tadi. Aku masih memikirkan hal apa saja yang aku sudah katakan dan hal apa saja yang telah aku perbuat.

Niat hati mau pergi ke kamar sebelah dan menemui Soonyoung. Tapi aku keduluan.

Soonyoung sudah disini, duduk dilantai sambil memegang tanganku.

“yang” katanya pelan

“udah tidur?”

Mendengar dia berucap selembut itu, membuat aku jadi terharu. Entah kenapa.

“yang? maaf ya, udah bikin lo nangis lagi”

katanya lagi, jujur aku makin gak sanggup buat menoleh ke arah Soonyoung, nanti kalau lihat mukanya malah jadi mau nangis.

“lo sih ah bikin gue kesel, nanya yang aneh-aneh, kalau lo minta saham kek apa kek gitu gua jabanin, asal jangan ngomongin yang begituan aja sumpah”

“Demi Tuhan yang, bukannya gak mau ngebahas tapi gue gak sanggup ngebayanginnya aja udah bikin nyesek, gak mau ditinggalin sama lo atau sama Jia”

“terus maaf tadi gue keceplosan ngomong kasar” kata soonyoung, tangannya masih memegangi tanganku.

“yang? udah tidur beneran?” tangannya berpindah, sudah tidak memegangi tanganku lagi tapi Soonyoung malah mendekat mengelus rambut dan juga membalikan badanku.

“maaf... yang” katanya ketika mata kita saling melihat satu sama lain

“gue minta maaf banget sumpah”

“aku sakit hati sama kamu dikatain anjing”

“gue gak ngatain lo anjing.. tadi keceplosan doang gue ngomong kasar”

“sama aja”

“yaudah maaf... gak mau berantem lama-lama, terus ini hari ulang tahun gue, masa kita berantem, mana gak tidur sekasur lagi ah”

Aku tersenyum sebentar, Soonyoung masih dengan pendiriannya kalau dihari ulang tahunnya, dia harus quality time sama aku.

“sini tidur”

“geser”

“ini adek tidur persis pinggir aku, gak bisa geser. kamu dipinggir adek sebelahnya lagi sana”

“gak mau, mau deket sama lo”

“kamu angkat adeknya kalau gitu biar aku tidur ditengah”

“bentar”

Dan soonyoung mengangkat Jia supaya tidur disisi kanan kasur, aku bergeser menjadi ditengah tidur diantara mereka.

“tidur” katanya sambil mengelus rambut dan menciumi keningku.

Mungkin hari ini, hari ulang tahun yang Soonyoung benci. Semua rencananya gagal dan malah jadi agenda marah-marahan.

“pindah aja yuk yang ke kamar kita”

“kasihan loh adek nanti bangun nyariin, tadi kan sebelum tidur sama aku”

“iya juga sih, yaudah lah kalau gitu besok gue libur lagi aja ya? kan hari ini gagal acaranya”

“libur apa lagi?”

“ke hotel”

“kan bisa malemnya?”

“dari jam 2 lah, ya?”

“yaudah terserah kamu deh, ini juga gara-gara aku”

“asiiik, yaudah bobok yang nyenyak malam ini, besok gummy bear time

Dan begitu ceritanya kalau misalkan kita beradu argumen dan berantem. Kadang aku yang datang ke kamar Soonyoung malam-malam untuk meminta maaf, atau seperti sekarang, Soonyoung yang datang ke kamar Jia untuk meminta maaf.

Memang tidak selamanya dan tidak semua permasalahan bisa diselesaikan dengan cara seperti ini. Ada kalanya sampai kita tidak berbicara kepada satu sama lain selama berhari-hari. Untungnya, semuanya masih bisa teratasi. Untuk saat ini, Soonyoung dan aku masih selalu berusaha untuk saling memaafkan jika kita melakukan kesalahan. Karena dalam hidup kami, apalagi hidup aku. Orang yang akan aku mati-matian pertahankan cuman Kwon Soonyoung, papinya Jia.

Somi pernah bilang “aku mau apa yang kalian berdua punya, hubungan yang kayanya seru kalau dijalanin”, nyatanya memang seru ko, tapi untuk mempunyai hubungan ’yang seperti kita’ sekarang ini banyak tidak enaknya juga. Menghadapi Soonyoung yang sikapnya masih suka tidak jelas, emosinya yang suka naik turun, susah untuk diajak berbicara serius, begitupun bagi Soonyoung, dia harus mengahdapi aku yang terlalu banyak memikirkan hal yang tidak jelas, terlalu protektif, perfectionist yang berujung membuat pusing satu keluarga, kaku dan sebagainya.

Bahkan sampai saat ini pun aku masih bertanya-tanya, hal apa yang membuat Soonyoung sebegitu sayangnya terhadap aku yang sikap dan kepribadiannya bertolak belakang dengan apa yang Soonyoung punya. Sedangkan menurut aku, petakilannya Soonyoung, manjanya, pemikirannya yang tidak pernah terpikirkan olehku, cara dia memperlakukan Jia, semuanya tentang Soonyoung. Sifat baiknya yang aku cintai dan sifat buruknya yang aku terima.

Selama kita tidak saling menyakiti satu sama lain, selama kita mempunyai komitmen untuk selalu bersama. Menurutku kedua hal tersebut cukup. Karena kalau berbicara tentang kebahagiaan, Soonyoung masih dan akan selalu mempunyai caranya sendiri untuk memberikan kebahagian kepada keluarganya. Pun aku mempunyai caraku sendiri untuk mengembalikan kebahagiaan yang telah ia berikan.


“intimacy, security, respect, good communication, a sense of being valued”

The things that Soonyoung and Jihoon willing to learn and develop themselves