- jemput
Sudah jam lima, mobil pertama sudah siap. Mingyu, Jeonghan, Hansol dan Jun membawa mobil Soonyoung. sedangkan Babeh, Jinjin, Joy dan Jihoon berada di mobil babeh yang lebih besar.
Ayah Jihoon tidak bisa ikut, ia cukup lega mengetahui keadaan Soonyoung yang ternyata bisa dibilang baik- baik saja. Ia ada urusan sehingga tadi Ayah Jihoon pulang ke Jaksel duluan, menitipkan Jihoon kepada Babeh.
Selama perjalan yang memakan waktu kurang lebih 2 jam itu, Jihoon tidak mengeluarkan suara sama sekali. Jinjin ataupun babeh kadang bertanya hal-hal random kepada Jihoon, niatnya untuk sedikit menghibur Jihoon tapi Jihoon tidak merespon.
Selama dua jam itu juga, Jihoon yang memang belum tidur kadang tertidur sebentar tapi tidak lebih dari 15 menit ia terbangun lagi. Matanya memang lelah dan ia juga merasakan kantuk, tapi dari tadi malam pikirannya terus bekerja sehingga ia kesulitan untuk tertidur, sekalinya tertidur Jihoon malah mimpi buruk.
Di belakangnya ada Jinjin dan juga Joy yang sedang tertidur, setelah mendengar kabar baik dari Soonyoung, Joy baru bisa tidur dengan pulas sekarang di mobil, ia menjadikan paha Jinjin sebagai bantalnya.
Sama dengan Jeonghan yang sedang tertidur menyandarkan kepalanya di bahu Mingyu. Di mobil yang satunya lagi itu ada Jun yang selalu mengoceh membuat hansol tidak merasakan kantuk. Karena semuanya juga dalam keadaan lelah setelah khawatir semalaman dengan kondisi Soonyoung.
Sesampainya di lokasi pada jam tujuh lebih dua puluh menit, Babeh mengajak Jihoon untuk turun dari mobil. Joy dan Jinjin sudah berkumpul di luar mobil dengan yang lainnya dan sudah berjalan menuju ke posko yang ada di sana, tapi Jihoon masih diam duduk dan seperti tidak ada niatan untuk meninggalkan mobil.
“Jihoon, ayo turun” kata Babeh, Babeh sudah keluar dari mobil, ia membuka pintu mobil yang terdekat dengan Jihoon supaya Jihoon bisa keluar dengan mudah, tapi Jihoon malah menggelengkan kepalanya. Ia menolak ajakan babeh untuk keluar dari mobil dan bertemu dengan Soonyoung yang sekarang sedang dikerumuni oleh teman-temannya.
“gak mau ikut ke sana? Itu yang lain udah pada ketemu sama Soonyoung loh”
“aku tunggu di sini aja” katanya pelan, Babeh paham mungkin Jihoon sudah terlalu capek untuk berjalan jadi babeh meninggalkan Jihoon sendirian di mobil dan pergi ke tempat dimana Soonyoung sedang dipeluk oleh teman-temannya.
Ketika babeh sampai didekat Soonyoung, Babeh hanya bisa tersenyum ke arah anaknya yang sedang di peluk oleh Jinjin.
“kagak kenapa-napa gua Jin, udahan nangisnya” katanya
“ya lo gak ada ngabarin tum bikin kita semua khawatir tau gak” kata Joy terdengar sedikit kesal, Joy juga tadi sudah memeluk Soonyoung, mereka semua yang ikut ke sana sudah memeluk Soonyoung satu persatu.
“ya maaf, hp gua mati dan gue di sini juga sibuk bantu-bantu. Baru sempet charge dan ngabarin tadi subuh” Soonyoung menjelaskan dengan singkat alasannya kenapa ia tidak bisa dihubungi.
Setelah Jinjin melepas pelukannya, Babeh menghampiri Soonyoung dan memeluknya. Babeh juga menangis dipelukan anaknya, lega karena akhirnya ia masih bisa memeluk Soonyoung saat ini. Pikiran buruknya tidak terbukti, dan itu membuat babeh sangat bahagia.
“maaf beh” hanya itu yang bisa Soonyoung katakan, meminta maaf karena sudah membuat orang tuanya khawatir sampai menangis.
“pulang yuk tong, nanti lu mau ke sini lagi atau gimana lah terserah lu, di mobil ada Jihoon nungguin, dia kagak mau diajak ke sini”
Soonyoung mengangguk, menuruti apa yang babeh katakan. Setelah tadi ia sempat pamit dulu kepada rekan relawannya untuk pulang, babeh juga sudah berbicara dengan beberapa anggota relawan meminta izin untuk membawa anaknya pulang.
Mingyu, Jeonghan, Jun dan Hansol sudah masuk ke dalam mobil, mereka sudah berangkat terlebih dahulu. Sedangkan mobil yang satunya lagi masih belum berangkat. Soonyoung belum masuk ke dalam mobil, ia masih berdiri di pinggir Jihoon yang sedang duduk di kursi depan.
“Jihoon” kata Soonyoung, ia memegang tangan Jihoon tapi Jihoon lepaskan. Tahu kalau Jihoon tidak baik-baik saja, Soonyoung tidak memaksakan. Ia masih berdiri melihat keadaan Jihoon yang mukanya saja sekarang terlihat pucat dan matanya merah karena terlalu lama menangis tadi malam. Soonyoung tidak jauh berbeda, ia juga kelelahan belum sempat tidur sama sekali.
Soonyoung akhirnya masuk ke dalam mobil, ia duduk di belakang bersama babeh dan Joy, Jinjin sekarang yang akan menyetir. Jihoon masih tidak mengatakan apapun, ia tidak menangis juga, hanya saja setiap apa yang Soonyoung katakan tidak pernah Jihoon jawab.
“tidur tong, lu juga capek kan habis bantuin orang-orang semalaman”
“kagak papa beh” kata Soonyoung, sejujurnya dia juga mau tidur. Badannya juga sudah lelah, tangannya yang diperban juga masih ngilu. Tapi Soonyoung juga sama dengan Jihoon, tidak bisa tidur. Masih ada yang mengganjal dalam hatinya tentang Jihoon, ia mau berbicara tapi Jihoon menolaknya.
Selama perjalanan Soonyoung berpikir tentang bagaimana tanggapan Jihoon nanti ketika sudah berbicara dengannya, atau bagaimana jika Jihoon tidak bisa menerima keputusannya. Sampai saat ini Soonyoung paham, kalau Jihoon kesal karena keinginannya tidak ia turuti, dan soonyoung juga paham kalau Jihoon khawatir terhadap dirinya.
“jihoon?” panggil Soonyoung, dan Jihoon tidak menjawab.
“maaf udah buat kamu khawatir” ada jeda dalam perkataan Soonyoung, antara bingung mau menyampaikan apa dan juga bingung dengan respon Jihoon akan seperti apa.
“aku sudah jelasin kenapanya, aku harap kamu paham posisi aku” lanjutnya
Hening, di mobil tidak ada lagi yang berbicara. Babeh yang berada dianatara Soonyoung dan Joy tertidur. Perjalanan sudah hampir selesai, mereka sudah mau tiba ke kosan. Dan jihoon masih tidak ada keinginan untuk membalas atau menjawab perkataan Soonyoung.
“beh bangun, dah nyampe” kata Soonyoung ketika membangunkan Babeh. Satu persatu keluar dari mobil. Soonyoung membukakan pintu mobil untuk Jihoon.
“ayo ke kosan” kata Soonyoung, Babeh sudah masuk ke dalam kosan, Jinjin dan Joy masih menunggu Soonyoung. mereka berdiri di pinggir mobil menunggu Jihoon untuk keluar.
“mau pulang aja” Jihoon mengatakan sesuatu, yang sebenarnya membuat Soonyoung merasa bersalah, Jihoon kembali menghindarinya dan Soonyoung paham kenapa.
“iya, nanti kalau kamu sudah tidur”
“bilangin mingyu aku mau pulang”
Soonyoung diam, ia melihat ke arah Jinjin dan Joy yang masih menunggu dan mendengar percakapan mereka. Jinjin berbicara tanpa suara kepada Soonyoung, katanya “mingyu capek, gak mungkin bisa bawa mobil sekarang dia juga bilang mau langsung tidur kalau udah nyampe di kosan” dan Soonyoung mengangguk, paham dengan apa yang Jinjin sampaikan.
“kasian mingyu capek, nanti aja pulangnya ya, sekarang masuk ke kosan dulu. Jihoon istirahat”
“yaudah aku bisa naik taxi” Jihoon meraba jaketnya ia mencari handphone untuk segera memesan taxi.
“jangan, nanti aja ya? Kamu kan gak pernah sendirian”
“tapi aku mau – “ perkataan Jihoon terpotong oleh Joy.
“jihoon, lo nurut dulu deh, jangan apa-apa mau ketum selalu nurutin lo, dia juga capek semalaman bantuin orang di sana, gue juga tau lo capek. jadi yaudah nurut, istirahat dulu di sini nanti juga dianter balik” katanya
Jihoon masih diam, ketika Soonyoung mencoba memegang tangannya lagi, Jihoon kembali menghindar. “ gak usah pegang” katanya. Dan Soonyoung bingung apa yang harus ia lakukan, benar kata Joy kalau dia juga capek, kepalanya juga pening.
“yaudah kagak dipegang, tapi keluar dulu. Tidur dulu di kosan nanti diantar pulang” bujuk Soonyoung lagi
“udahlah tum, tinggalin aja lo juga butuh istirahat” Joy mulai kesal karena menunggu Jihoon untuk keluar dari mobil saja membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampai-sampai Joy merasa jengkel sendiri. Jinjin yang ada di sebelahnya hanya diam, bingung dia harus berbuat apa.
“gini loh.. gue juga paham lo khawatir sama ketum jihoon sampe lo kesel sendiri kaya sekarang. Tapi bukan lo doang yang khawatir, kita semua yang sekarang ada di kosan ketum, semuanya juga khawatir sama ketum. Bukan cuman lo doang, jangan ngerasa lo yang paling sedih, jangan ngerasa lo doang yang takut ditinggalin ketum. Kita semua sama”
“sekarang ketum udah ada disini, dia gak papa. Tapi lo di ajak ngomong dari tadi kagak mau, di pegang ngehindar mulu. Waktu orangnya ga ada lo nangis-nangis sekarang orangnya gak ada lo hindarin, lo tuh maunya apa? Ketum juga capek, gue yang liat aja capek sendiri. lo gak bisa kaya gitu terus, minta dingertiin tapi lo gak ngertiin keadaan ketum”
“Joy—“
“diem dulu tum, gue belum selesai ngomongnya. Nih ya lo liat aja dia udah mau belain lo barusan, terus masih aja kaya gitu sama ketum. Terserah lo deh mau lo suka sama ketum atau kagak bukan urusan gue, yang penting lo sekarang liat kondisi dia lagi kaya gimana, dia lagi capek bisa gak sih lo nurut aja jangan menye menye mulu, kesel gue lama-lama sama lo. selalu dimanja sama ketum bukan berarti lo gak perlu merhatiin dia juga bukan berarti lo gak ngertiin dia juga”
“Joy, udah”
Joy menghebuskan nafas kasar, ia sudah terlanjur menyampaikan unek-uneknya kepada Jihoon, sangat lega. Joy harap penyampaian kata-katanya kepada Jihoon sudah tepat dan ia mau Jihoon mengerti.
“maaf tum” dan Joy pergi meninggalkan mereka bertiga, Soonyoung menyuruh Jinjin untuk menyusul Joy saja, menenangkannya karena Joy sepertinya ikut tersulut emosi. Tersisa hanya ada Jihoon dan Soonyoung di sana, dan Jihoon masih enggan memberikan respon apapun atas apa yang telah ia dengar barusan.
“ayo” ajak Soonyoung lagi kepada Jihoon.
Untuk kali ini Jihoon keluar dari mobil, ia menutup pintu mobil itu dan berjalan bersama Soonyoung untuk masuk ke dalam kosannya. Seperti biasa Jihoon langsung menuju ke kamar Soonyoung, tempat yang sudah menjadi tempat ternyaman yang pernah Jihoon temukan. Tapi Soonyoung belum menyusulnya ke kamar, Soonyoung masih diam di ruang tengah dengan teman-temannya yang lain, mendengarkan cerita teman-temannya yang khawatir kepada dirinya, tapi pikiran Soonyoung masih tertuju kepada Jihoon.