Jihoon masuk ke dalam rumah, hari ini sangat melelahkan. Setelah tadi berbicara dengan Soonyoung di mobil, kekuatannya untuk menghadapi hari ini dan esok sudah hilang. Perkataan soonyoung yang masih terpikirkan oleh dirinya, bagaimana ia baru menyadari (lagi) hal-hal yang tidak pernah (dan tidak mau) ia bayangkan sebelumnya. Jihoon hanya ingin beristirahat sebelum besok ia harus mengikuti final, perjalanan terakhir dalam sebuah perlombaan.
Sayangnya, hari ini Jihoon masih belum diperbolehkan untuk beristirahat. Ada Ayah yang menyambut kedatangan Jihoon dengan tatapan tidak suka yang terpancar dari matanya, ada hal yang ingin ayahnya utarakan.
“ jam 8 mulai latihan lagi” katanya
“enggak mau, aku capek. aku udah latihan terus menerus, mau istirahat malam ini”
“besok final jihoon”
“tapi aku capek ayah, mau istirahat”
“istirahat kamu itu ketika bermain piano, hidup kamu hanya untuk bermain piano, gak ada yang bisa kamu lakuin dan bisa kamu banggakan selain piano, kamu gak akan punya siapa-siapa kalau bukan karena piano. Ingat itu lee jihoon”
“terus kalau aku capek dan gak mau main piano lagi, ayah bakal buang aku juga gitu?”
“ayah bawa kamu hanya karena satu tujuan, kamu tahu itu”
“karena aku harus nerusin cita-cita ayah?...ayah gak pernah sayang sama aku, aku udah melakukan yang terbaik buat meraih cita-cita ayah itu”
“kamu ke kamar dan langsung latihan, tidak ada protes. Latihan juga demi kebaikan kamu”
Jihoon melihat ayahnya sebentar, menunggu apakah ada hal yang masih ingin dibicarakan. Setelah ayahnya pergi menuju ruang tamu, jihoon hanya mampu menatap punggung ayahnya yang sudah tidak tegap lagi, lalu jihoon berbalik dan berjalan menuju kamarnya.
Tidak ada yang salah dengan cita-cita ayah jihoon, begitupun dengan jihoon yang mulai terbiasa dengan sikap ayahnya yang seolah-olah sudah memetakan dimana kesukaan jihoon dan apa bakatnya sedari kecil. Bagi orang tua itu merupakan langkah yang baik, jihoon sendiri tertarik dengan piano karena ayahnya selalu memainkan piano dirumah ketika dia masih sangat kecil, lalu ia menyukai dunia itu. Sampai akhirnya sesuatu yang baik mulai berubah, jihoon merasa semuanya terlalu berat. Sampai ia lupa rasanya bermain piano dengan bebas tanpa tuntunan.
Jihoon memutar sebuah rekaman audio, rekaman itu berisikan proses latihan piano yang berdurasi 4 jam. ia tidak mau latihan, jihoon memutar rekaman tersebut. Ayahnya mungkin akan menyangka kalau jihoon langsung berlatih. Nyatanya dia langsung membaringkan dirinya di kasur.
Tidak ada hari yang lebih buruk dari ini, pikir jihoon. Mingyu, yang selama ini selalu menjadi orang pertama yang ia datangi dan ia percaya telah membuatnya kehilangan rasa percaya itu, ia telah membohongi jihoon. Rasa kecewa yang jihoon rasakan sangat membuncah, jauh lebih kecewa ketika tahu kalau mingyu sudah punya pacar. Pikirannya sudah pergi kemana saja, kemungkinan mingyu meninggalkannya adalah pemikiran paling menakutkan bagi jihoon.
Siapa mingyu bagi jihoon? Tentu saja dia segalanya, satu-satunya orang yang bisa jihoon percayakan kebahagiaannya. Satu-satunya orang yang selalu ada ketika orang lain meninggalkannya. Tidak ada orang yang bisa menggantikan seorang kim mingyu dalam hidup jihoon. Mingyu ada ketika jihoon berada dalam masa terendahnya, ketika ia bahkan sudah tidak menginginkan untuk melihat dunia lagi, mingyu ada menawarkan diri untuk selalu membawa jihoon dan menemani jihoon. Dia yang sedang hilang arah dan mingyu sebagai petunjuk arahnya.
Saat kelas 3 sd, anak kecil pulang kerumah memiliki harapan untuk disambut oleh salah satu orang tuanya untuk menanyakan bagaimana kesehariannya ketika di sekolah dan sebagainya. Jihoon tidak pernah merasakan hal itu, kalaupun ada yang bertanya sudah jelas bukan orang tuanya, tapi orang tua mingyu. Dari kecil jihoon sudah di fokuskan bermain piano, ada 2 guru yang mengajarinya. Hari sabtu dan minggu jihoon tidak pernah pergi keluar, mingyu yang suka datang mengajaknya bermain ketika les pianonya sudah selesai.
Terkadang mereka bermain di rumah jihoon tapi lebih seringnya mingyu hanya menjemput jihoon untuk bermain di rumah mingyu. Mereka melalui masa kecil bersama.
Waktu terus berjalan, rumah bagi jihoon sudah tidak nyaman lagi, ia tidak pernah lagi merasakan kebahagiaan. Jihoon tidak paham, kenapa ia tidak bisa tertawa bersama dengan kedua orang tuanya. Bahkan, suasana makan malam bersama saja penuh dengan pertengkaran kedua orang tuanya, jihoon yang saat itu masih kecil yang ia bisa lakukan hanya terdiam, menuruti apa yang orang tuanya katakan, makan dengan cepat lalu pergi ke kamarnya.
Jihoon tidak tahu darimana awalnya pertengkaran itu, yang ia tahu namanya selalu di sebut ketika kedua orang tuanya bertengkar dan setelahnya ia menjadi kehilangan kenyamanan di rumahnya sendiri. Satu-satunya pelarian jihoon adalah mingyu, pergi ke rumahnya dan bermain dengan mingyu. Begitulah mingyu di mata jihoon, zona nyamannya yang baru ia temukan.
Sedangkan soonyoung, orang baru yang memiliki kehidupan yang sangat berbeda dengan jihoon. Soonyoung yang punya banyak teman, siapa sih yang tidak tahu sosok kwon soonyoung. Kalau kamu anak Universitas Jakpus, nama itu akan terus kamu dengar. Sedangkan jihoon, banyak orang yang tau dia tapi dia tidak tertarik untuk berteman dengan orang lain.
Soonyoung yang memililiki jiwa sosial yang tinggi sedangkan jihoon yang mementingkan diri sendiri, tidak pernah disangka mereka akan bertemu dan berada di titik jalan yang sama. Jihoon awalnya mengizinkan soonyoung untuk berada dikehidupannya, lalu sekarang ia ragu bahkan ia merasa apa yang telah ia izinkan itu sebuah kesalahan. Bisa dibilang mungin menyesal, karena semuanya jadi tidak bisa jihoon kontrol, perasaan dan pikirannya terlalu rumit ketika soonyoung datang.
Ada satu hal yang selalu membuat jihoon penasaran, kenapa soonyoung dalam menghadapi apapun selalu berkata dan bertindak dengan santai, soonyoung masih memperlakukan jihoon dengan baik. Atas apa yang telah jihoon ucapkan terhadap soonyoung, soonyoung masih memperlakukannya dengan sama.
“Apa soonyoung tidak ada keinginan untuk melimpahkan emosinya sama gue ya? atau mungkin ia memang terlalu pintar menyembunyikannya?” pikir jihoon.
Perasaan mungkin bisa di ekspresikan, isi hati yang sesungguhnyalah yang selalu jihoon ragukan, bagaimana caranya dia bisa melihat sesuatu yang bahkan bisa dimanipulasi dengan sebegitu rapihnya oleh setiap individu yang ia kenal termasuk dirinya sendiri.
Lalu.....untuk yang kesekian kalinya di malam itu, terlintas dalam pikiran jihoon, tentang bagaimana mingyu dan soonyoung yang selalu berada disampingnya hanyalah sebuah kebohongan belaka, atau mereka hanya merasa kasihan terhadap dirinya.
Malam itu jadi malam terberat untuk jihoon karena dia sudah tidak tau lagi harus pergi kemana, dia merasa tempat amannya sudah hilang.
tiga, “kamu bisa menemukan orang lain, kenapa masih disini?”