(-Jihoon)

Ketika mingyu datang dan menjadi zona nyaman dalam hidup aku, mulai saat itulah pemikiran kalau dtinggalkan oleh mingyu merupakan sebuah hal yang harus aku hindarin. Mungkin di mulai dari hari itu juga aku selalu memikirkan berbagai cara supaya kita terus bareng. Seringnya kepalaku cemas, banyak pertanyaan yang selalu ada, dari awal sampai sekarang terus mengendap di belakangku, pertanyaan itu sering sekali muncul “bagaimana hidupmu berjalan kalau mingyu pergi?” lalu aku dengan tegasnya selalu menjawab dalam hati dan pikiranku “aku tidak mau dia pergi”

Salah satu alasan kenapa aku tidak mau berteman dengan orang lain. Aku terlalu cemas, terlalu ragu dan kehilangan tenagaku untuk berinteraksi dengan orang lain. Bayangkan satu orang, mingyu aja udah bikin aku memikirkan hal yang aneh-aneh, ketakutan aku untuk ditinggal oleh orang lain itu bukan sekedar bercandaan. Lalu bagaimana aku bisa menghadapi ketakutan aku kehilangan teman jika temanku terlalu banyak. Mungkin setiap detik aku akan overthingking dan kelelahan. My mind can’t shut off, all i do is worry worry and worry.

Aku tahu, aku selalu panik ketika final dan kemungkinan itu terjadi sangat besar. Aku kadang bisa melewati kadang tidak, untuk final hari ini sayangnya i messed up. Aku kalah.

Dan aku tahu kenapa aku bisa seperti itu, bisa di gambarkan kalau panik yang aku alami itu muncul seperti gelombang dari berbagai kecemasan yang menghantam begitu kerasnya dalam satu waktu and boom i can’t handle it.

Katanya hidup seperti sebuah pertunjukan dan aku (kita) adalah pemeran utama di kehidupan kita masing-masing. Hahaha. Mau ketawa aja, aku selama ini bukan jadi pemeran utama dalam hidupku. Kenapa Ayah membebankan semua cita-cita dan harapannya sama aku?, pertanyaan yang hanya bisa di jawab oleh orang tua yang merasa anak adalah penerus cita-cita mereka yang gagal.

Disisi lain ada satu orang yang sepertinya menjalankan kehidupannya dengan baik, menjalankan kehidupannya sesuai dengan maunya dia. Kwon soonyoung, dia terlihat bebas. Pemikirannya dengan pemikiranku sangat berbeda. Ko bisa dia maksa mau temenan sama aku?

Kenal sama soonyoung, dia bilang kita teman, megang tangannya, terus pelukan. jujur, aku sendiri merasa bangga sama apa yang telah aku lakuin. Maksudnya, bukannya aku udah bisa ngebuka diri kepada orang lain ya? Tapi tetap aja sih, dia nambah pertanyaan dalam hidup aku. Yang awalnya cuman “bagaimana kalau mngyu ninggalin aku?” sekarang ditambah “bagaimana kalau soonyoung ninggalin aku juga?” frustasi iya, tapi mau gimana lagi.

Aku terkadang bersikap suka banget deket sama soonyoung, karena emang iya faktanya kaya gitu. Tapi sayangnya tiap malam aku selalu ketakutan. Bahkan pemicu terbesar kali ini adalah soonyoung, ucapan dan pesannya yang membuat aku merasa pecah. Dia baik, aku enggak. Aku tau aku maunya gimana, tapi gak bisa, susah.

Bisa saja aku menyalahkan soonyoung dan mingyu akan kegagalan aku kali ini, kenapa mingyu harus berpacaran dan ngebohongin aku? Kenapa soonyoung menjelaskan semua hal yang tidak mau aku dengar. Aku bisa menyalahkan mereka, tapi aku tahu. Semua berbalik pada diriku sendiri, awalnya terjadi karena aku yang salah. Semuanya memang salahku, mereka hanya bertindak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan juga. Aku mau menyalahkan orang tuaku karena sudah memberikan kenangan yang susah untuk dilupakan, kembali lagi aku sadar, kenapa aku tidak melupakannya semudah orang lain menganggap kalau kenangan itu tidak bermakna. mereka bilang lukaku tidak seberapa dengan lukanya.

Saat ini, di ruang panitia. Aku sadar hanya ada aku mingyu dan jeonghan di ruangan ini. mingyu menepati janjinya buat gak ninggalin aku. Aku dia peluk, dia bilang “gak papa, jangan dipikirin” tapi aku kepikiran.

Kepikiran banyak hal dalam satu waktu, aku yang merasa gagal, ayah bilang aku tidak berguna dan memang iya, main piano aja masa gak bisa padahal udah latihan dari kecil. Aku yang terus mikirin nama dia yang belakangan ini entah kenapa selalu menjadi tameng terdepan. Aku bilang sama mingyu kalau “aku... mau ketemu soonyoung”