Lost loved ones

ruangan ini penuh dengan pikiran-pikiran, pikiran yang terlalu berisik dan bisa didengar oleh siapapun atau mungkin karena orang-orang dalam ruangan ini memikirkan hal yang sama. yaitu tentang ketakutan. tentang takut kehilangan presensi, bukan hanya satu atau dua hari. tidak ada hati yang ingin ditinggalkan apalagi kalau sudah ada ikatan. bukan hanya masalah tidak bisa melihat orang itu lagi tapi semuanya tentang kebiasaan yang pernah dilewati yang sudah menjadi kegiatan sehari-hari dan hal yang selalu ditunggu-tunggu untuk melewati hari esok lagi.

jihoon sedang duduk, di atas kasur soonyoung. tatapannya tertuju pada jinjin dan babeh yang sedang tertidur di lantai. semuanya sudah hening, tidak ada suara tangis dari orang-orang yang berada di kosan malam ini. hanya jihoon, yang matanya masih terbuka, yang tangannya masih menggenggam erat handphone berharap kalau soonyoung akan segera membalas pesan darinya.

sudah pukul tiga pagi, masih belum ada kabar. Sampai pukul lima pagi, tetap belum ada kabar. dan jihoon masih terjaga, matanya sudah tidak mengeluarkan air mata, tubuhnya ingin tidur tapi pikiran jihoon mengatakan untuk tetap terbangun.

jihoon mulai mendengar suara dari orang-orang yang terbangun, babeh bahkan sudah menghampirinya, duduk di lantai berhadapan dengan jihoon. “jihoon belum tidur?” tanya babeh dan jihoon menggelengkapn kepalanya. bagaimana dia bisa tidur, yang sedang jihoon tunggu untuk pulang masih belum memberikan kabar. semalaman jihoon hanya terus memantau berita. ‘tsunami susulan telah terjadi, korban diperkirakan terus bertambah’. jihoon tidak akan bisa tidur setelah ia membaca berita tersebut, tidak sebelum soonyoung memberikan kabar kalau soonyoung baik-baik saja.

penantian terpanjang jihoon selama satu malam untuk mendapatkan kabar dari kekasihnya itu tidak menghasilkan apapun, saat itupun jihoon sadar kalau dia semakin tidak yakin. apakah soonyoung baik-baik saja, atau sedang berada dalam keadaan yang sulit.

“siap-siap, habis ini kita susul aja” kata babeh, tangan jihoon babeh genggam. Menguatkan orang yang sedang duduk dengan lemas, mata dan hidungnya merah.

dan babeh yakin, kalau jihoon sedang memikirkan hal-hal yang tidak mau ia terima. oleh karenanya babeh peluk, babeh kasih sesuatu yang saat ini sedang jihoon butuhkan.

“maafin babeh, karena udah kasih izin ke soonyoung”

tapi jihoon diam, ia menutup matanya sebentar dipelukan babeh. rasanya sudah bingung, dia tidak bisa melakukan apapun. badannya sudah capek, tapi pikirannya masih kacau, jihoon juga kesal dengan keadaan, kesal sama babeh, kesal sama soonyoung, dengan semuanya yang tidak pernah berjalan sesuai dengan kemauan jihoon.

untuk pertamakalinya, jihoon pergi meninggalkan kamar ternyaman versi dirinya dengan perasaan campur aduk. bagaimana kalau dia tidak bisa datang ke kamar ini lagi, tidak bisa merasakan kenyamanan lagi. jihoon enggan untuk pergi, dia tidak mau meninggalkan kamar soonyoung, tapi semua orang sudah menunggunya untuk ikut. dan jihoon pun melangkah keluar kamar, pikirannya terlalu berisik ia takut melihat soonyoung di lokasi, ia takut kalau soonyoung tidak baik-baik saja. Jihoon tidak mau pergi.

mingyu, jeonghan, hansol, jun, jinjin, babeh, joy, doyoung, hayoung dan beberapa orang lainnya yang ada di kosan sudah siap untuk ikut berangkat ke lokasi, menunggu jihoon untuk masuk ke dalam mobil bersama babeh. selama diperjalanan, satu jam lebih. tidak ada satupun yang berbicara, bahkan babeh pun hanya diam. Jinjin yang menyetir juga tidak mengeluarkan suara. semakin dekat dengan lokasi yang dituju, mereka semakin gelisah. isak tangis joy mulai terdengar, dan jihoon hanya bisa melihat ke luar kaca, suara joy membuat dirinya ingin ikut menangis lagi.

“beh, biar mingyu aja yang tanya kesana” kata mingyu, mereka semua sudah turun dari mobil.

mingyu berlari, mendekati orang-orang yang sedang berada di posko pertama. tidak lama, mingyu sudah kembali lagi. membawa kabar untuk mereka yang menunggu. mereka yang berharap kabar baik dari mingyu pun harus kecewa ketika mingyu mengatakan kalau soonyoung tidak ada di sana.

“pak?” tanya seseorang yang memakai seragam relawan.

“iya?” tanya babeh.

“saya mau kasih informasi, kalau … yang bapak cari tidak ada di posko saat ini …” orang itu berhenti, melihat ke babeh, ke semua orang yang sedang menunggunya untuk melanjutkan pembicaraannya, orang itu melihat mata-mata yang penuh harapan agar dia mengucapkan kata-kata yang ingin mereka dengar.

“kalau tidak ada di posko … kemungkinan hanyut … terseret … kami akan terus mencarinya pak”

setelah informasi itu mereka dapatkan, semuanya terdiam, babeh memegang tangan jinjin dengan erat, mingyu dan jeonghan mendekati jihoon. seolah-olah sudah putus harapan, lutut mereka terasa lemas.

waktu terus berjalan, mingyu dan jinjin ikut mencari. sisanya menunggu di posko dan ada yang mencari ke klinik atau rumah sakit terdekat dari lokasi. hari telah berganti menjadi malam dan soonyoung masih belum ditemukan. tidak ada yang berhenti mencari, tidak ada yang berhenti khawatir,mereka selalu berdo’a. berharap orang itu bisa ditemukan secepatnya dengan keadaan yang baik-baik saja.

jam 10 malam, babeh sudah kembali ke posko, duduk disamping jihoon. mereka duduk dengan para korban yang selamat. selama menunggu, jihoon terus-terusan mendengar tangisan orang lain, tangisan orang yang kesakitan karena terluka dan tangisan orang yang kehilangan keluarganya. seperti saat ini, jihoon cepat-cepat menutup telinganya, dia tidak mau mendengar tangis dari seorang suami yang kehilangan istrinya.

“tolong bantu saya cari ... tolong temukan dia … tolong temukan dia”

kata-katanya mewakili perasaan jihoon, mewakili isi pikiran jihoon selama ia diam dan hanya terus berdo’a. soonyoungnya tolong ditemukan.

jihoon menangis, tangannya gemetar. dia menangis begitu keras sampai babeh bergegas menghampiri jihoon. memeluk jihoon dan terus mengatakan ‘”kagak apa-apa, bakal ketemu sebentar lagi. Kagak apa-apa, soonyoung baik-baik aja”. belum ada kabar saja jihoon sudah se-gila ini, bagaimana kalau yang terjadi pada bapak tadi akan jihoon rasakan juga sedih dan pedih nya, jihoon tidak mau, dia bahkan tidak akan sanggup.

malam itu babeh terus-terusan bertanya “jihoon, kagak tidur?” dan selalu jihoon balas dengan gelengan saja. kepala jihoon bahkan sudah sakit, dia belum tidur, mau dipaksa tidur pun tidak bisa. jihoon terlalu takut untuk memejamkan matanya.

sudah pukul dua malam, jihoon masih terbangun begitupun dengan babeh dan jinjin yang memutuskan untuk ikut terjaga disamping jihoon.

“jihoon” panggil jinjin

“kalau nanti orangnya udah ketemu, jangan lo marahin ya … kasihan” lanjutnya, jinjin tahu jihoon tidak akan menjawab tapi dia terus berbicara.

“kasihan … sekarang juga mungkin lagi kedinginan”

karena semua orang yang saat ini masih terbangun dan yang sudah tertidur pun bisa merasakan dingin, angin malam yang terus datang, suara tangis yang masih terdengar, keadaan yang masih berantakan. disamping jinjin ada joy yang sudah tertidur, disamping jihoon ada mingyu dan juga jeonghan yang baru saja tertidur. tanpa selimut dan tanpa alas yang nyaman.

semuanya terlalu berantakan, menurut jihoon ini adalah keadaan yang paling menakutkan dan menyebalkan yang pernah ia rasakan. biasanya ketika jihoon merasa sebuah kondisi sudah tidak bisa ia kendalikan saat itu juga selalu ada soonyoung yang membenahkan apa yang harus jihoon pikirkan, yang selalu membuat jihoon bisa merasakan situasi yang nyaman meskipun kondisinya tidak memungkinkan. lalu sekarang soonyoung tidak ada, isi kepala jihoon terlalu chaos untuk dibenahkan satu persatu, dipisahkan mana yang harus ia pikirkan atau tidak.

masih di jam dua pagi, ketiga orang yang masih terjaga tadi hanya bisa diam melihat ke arah luar. bertanya-tanya dengan keadaan soonyoung, sendirian kah disana, tidur ditempat yang layak atau tidak, masih sadar atau tidak, sudah meninggalkan yang disini menunggunya dengan sabar atau tidak.

seakan tuhan telah memutuskan untuk menjawab semua pertanyaan yang mereka sampaikan di jam dua pagi. beberapa orang datang sambil berteriak.

“PAK… RELAWAN”

dan yang lain berteriak

“SUSAH NAFAS SUSAH NAFAS”

lalu masih ada yang teriak

“LANGSUNG AJA LANGSUNG”

yang dimaksud adalah, mereka berlari menyiapkan mobil dan hendak pergi ke rumah sakit terdekat. di sisi lain, jihoon, jinjin dan babeh menghampiri suara teriakan itu. babeh dan jinjin bertanya kepada relawan lain disana siapa yang ditemukan, sedangkan jihoon ia terus mengikuti mereka yang membawa orang itu. berdiri di belakang kerumunan, tangannya terus meremas bajunya sendiri, semakin jihoon melangkah untuk melihat orang yang sedang berbaring dikelilingi oleh lima orang relawan itu, semakin jantungnya terus berdetak dengan kencang, tangannya semakin dingin.

itu soonyoung, sedang berbaring. banyak luka, tubuhnya basah dan kotor. jihoon tidak berani melangkah lebih dekat lagi, kakinya terdiam tubuhnya seperti patung tidak mau bergerak.

“keluarga?” tanya orang disampingnya dan jihoon mengangguk, air matanya kembali mengalir. soonyoung sudah ada dihadapannya.

ketika soonyoung dimasukan ke dalam ambulans, orang yang tadi bertanya mengajak jihoon untuk masuk ke dalam mobil, mendorong tubuh jihoon sedikit supaya bergerak. dan babeh yang dari jauh melihat jihoon masuk ke dalam ambulans pun berlari, babeh ikut ke dalam mobil sedangkan jinjin membangunkan teman-temannya.

ketika masuk babeh terkejut melihat keadaan anaknya. orang disamping babeh terus menjelaskan dimana soonyoung ditemukan, dan kenapa soonyoung kesulitan untuk bernafas dan bagaimana ia bisa bertahan.

babeh menggenggam tangan jihoon, dan jihoon menggenggam tangan soonyoung.

untuk pertama kalinya, jihoon tidak digenggam balik, untuk pertamakalinya jihoon terus berbicara tapi tidak soonyoung jawab. selama perjalanan menuju rumah sakit yang babeh bisa dengar adalah suara tangis dirinya sendiri dan ocehan jihoon yang tidak pernah berhenti.

kalau soonyoung dalam keadaan baik-baik saja mungkin ocehan-ocehan jihoon itu akan terdengar mengesalkan. tapi babeh malah merasa hatinya seperti baju yang diperas, seperti luka yang dibasuhi alkohol. sama sekali tidak ada kesal sedikitpun ketika anaknya dimarahi. babeh juga menyesal telah memberikan izin, babeh sedih karena keputusannya membuat keadaan menjadi seperti sekarang. terlalu sedih dan kacau untuk dihadapi.

mereka tiba di rumah sakit terdekat, disana banyak orang yang mencari anggota keluarganya. jihoon berjalan ditengah kebingungan orang lain. saat itu dia bersyukur, soonyoung sudah bisa ditemukan.

jinjin dan yang lainnya juga sudah tiba di rumah sakit, menghampiri babeh dan jihoon.

“gimana beh?” kata mingyu

dan babeh hanya menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan mingyu tidak semudah yang babeh pikirkan ketika dia bilang kalau prinsip hidupnya adalah ikhlas dan berserah. katanya firasat orang tua lebih kuat dibanding siapapun, dan entah kenapa, malam ini babeh memiliki perasaan yang sama dengan perasaannya beberapa tahun yang lalu ketika orang tercintanya meninggalkan bumi.

“salah babeh … pokoknya … salah babeh” kata jihoon

“kan … aku bilang ja-jangan dikasih izin babeh” jihoon melihat ke arah babeh dan ia melihat babeh mengangguk.

semua perkataan jihoon pun mengingatkan dengan kejadian yang sudah lama terjadi dalam hidup babeh, saat itu sama seperti jihoon, babeh menyalahkan soonyoung atas kejadian yang menimpa istrinya.

tidak ada yang pergi dari ruangan itu, mereka semua teman soonyoung dengan setia duduk di lorong rumah sakit menunggu kabar. mendo’akan yang terbaik untuk ketumnya. mereka semua adalah orang-orang yang berteman baik dengan soonyoung, yang mengenal soonyoung jauh lebih lama dibanding jihoon mengenal soonyoung. mereka semua yang saat ini sedang duduk sambil mengepalkan tangan dan terus berdo’a adalah mereka yang selalu datang ke kosan soonyoung, mengerjakan tugas bersama, mengerjakan laporan atau sekedar bermain dan berbincang. mereka semua mempunyain kenangan yang tidak akan pernah mudah untuk dilepaskan.

dan pagi itu dokter mengatakan kalau keadaan soonyoung masih tidak menentu dan masih jauh dari kata stabil.

jihoon dan babeh masuk ke dalam ruangan, mereka berdua duduk di samping soonyoung, dia memakai alat bantu pernafasan. pertamakali jihoon melihat soonyoung, wajahnya kotor dan banyak luka tebruka. sekarang sudah bersih dan dokter sudah menutupi luka-luka yang ada di pipi soonyoung.

“tong … yang kuat ye, gua sendirian kalau lu kagak ada” babeh menggenggam tangan anaknya yang masih juga belum terbangun.

sudah jam 4 pagi, mereka yang menunggu diluar sudah tertidur entah di masjid atau tidur disembarang tempat. sedangkan babeh tidur dilantai dan jihoon masih saja duduk dipinggir soonyoung. Sedari tadi jihoon hanya menatap wajah soonyoung lalu mengusap wajah itu pelan, beralih ke tangan soonyoung dan ia juga mengusap tangan itu dengan pelan.

“kalau kamu … kesakitan … dan mau pergi … bawa aku, ya?” kata jihoon, tatapannya masih terarah pada luka-luka pada tubuh soonyoung, tangannya masih menggenggam tangan soonyoung yang dingin, muka soonyoung yang pucat dan bibirnya yang membiru.

jam enam pagi, jihoon pun akhirnya tertidur setelah lebih dari 36 jam ia terjaga. melihat soonyoung dihadapannya membuat jihoon setidaknya lebih tenang. meskipun dia sendiri tidak yakin apa yang akan terjadi, oleh karenanya jihoon terbangun ketika ia baru saja tidur selama dua jam. setelah bangun, jihoon kembali duduk dipinggir kasur soonyoung. kembali memegang tangan soonyoung yang semakin dingin.

jinjin, joy, mingyu dan jeonghan masuk ke dalam ruangan. mereka duduk disamping babeh. membicarakan bagaimana keadaan teman-teman soonyoung yang lain diluar. sisanya mereka terdiam, tidak segembira ketika mereka berkumpul malam tahun baru, cara mereka berkumpul sama tapi ditempat yang berbeda dengan harapan yang berbeda.

jihoon yang duduk disamping soonyoung terus memerhatikan tangan dan wajah soonyoung, entah ini halusinasi atau bagaimana tapi jihoon rasa soonyoung bangun, tangannya bergerak sedikit dan matanya berkedip pelan. jihoon memanggil babeh, menyuruhnya untuk mendekat. mengecek keadaan soonyoung. dan iya, ternyata soonyoung bangun. beberapa menit ia tidak berbicara, sampai ada dua puluh menit soonyoung hanya diam bahkan setelah dicek oleh dokter. katanya masih belum stabil dan masih kesusahan untuk bernafas.

hampir mau satu jam dan soonyoung hanya memperhatikan setiap orang yang ada disana, melihat ke arah jihoon, babeh dan yang lainnya secara bergantian. lalu mulutnya terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu. pelan, suara soonyoung sangat pelan. ditambah lagi terhalang oleh alat bantu pernafasan, tapi babeh maupun jihoon tidak mungkin melepas alat itu dari soonyoung.

“maaf” katanya

“maaf … karena kagak bisa nemenin jihoon lama”

“maaf … kagak bisa antar ke psikolog lagi”

“maaf … jihoon kagak bisa … mantu babeh”

rentetan kata yang diucapkan oleh soonyoung, mungkin tidak terdengar oleh yang lainnya.

jihoon masih menatap soonyoung, yang jihoon tangkap hanya kata maaf. karena dia tidak mendengar apa yang soonyoung ucapkan, mungkin babeh mendengarnya karena babeh menurunkan kepalanya mendekati kepala soonyoung, mendengarkan setiap kata yang soonyoung ucapkan secara perlahan.

“yang lain diluar tum, banyak yang nungguin” kata jinjin

dan air mata soonyoung mengalir begitu saja, air mata jihoon pun sama. mengalir di pipi mereka masing-masing. pandangan mereka bertemu dan saling menatap. sebentar, karena perlahan soonyoung menutup lagi matanya sambil mengucapkan kata perkata yang babeh bisikan ditelinganya.

untuk seperkian detik jihoon bisa merasakan kalau genggaman tangannya dibalas oleh soonyoung, tapi setelah itu genggaman soonyoung melemah lagi, karena dia sudah pergi.

jihoon hanya diam, semua suara tidak bisa ia dengar, pandangannya masih tertuju pada soonyoung, pada babeh yang perlahan mengusap kepala soonyoung dan menciuminya. tapi jihoon hanya bisa diam, mengeratkan genggamannya pada tangan soonyoung.

jihoon sadar dengan apa yang sedang terjadi, jihoon paham kalau soonyoung sudah tidak membalas genggamannya.

pikirannya kacau, yang terlintas hanya bagaimana cara dia pergi juga. bagaimana cara jihoon bisa menemani soonyoung.

mingyu mendekat, memeluk sahabatnya itu dari belakang. mencoba memisahkan tangan jihoon dan soonyoung tapi jihoon belum mau. bahkan ketika dokter datang, mencabut semua alat-alat yang menempel di tubuh soonyoung, jihoon masih tidak mau melepas genggamannya.

“kamu belum baca pesan aku, a-aku bilang kalau aku seneng meskipun juara tiga, aku bilang aku gak panik lagi, a-aku bilang—“

“buka matanya … aku jangan ditinggal—” jihoon lalu memeluk soonyoung. tangisannya sudah pecah, terdengar oleh semua orang, suara tangis jihoon bercampur dengan suara tangis yang lainnya.

“ngomong sama a-aku” katanya lagi

“ngomong …” jihoon menangkup wajah soonyoung yang sangat pucat. jihoon bahkan tidak sanggup untuk menatapnya lebih lama.

babeh menghampiri jihoon, perlahan memeluk jihoon. pikir babeh jihoon akan menolak, tapi jihoon menerima pelukan babeh dan memeluk babeh lebih erat dari yang babeh lakukan.

mingyu dan jeonghan masih diam dibelakang jihoon. jinjin sudah pergi keluar dengan joy menyampaikan pesan kepada yang lain.

“soonyoungnya, udah tidur nyenyak. bebeh, ji-jihoon harus gimana?”


dan dihari pertama soonyoung pergi, jihoon enggan untuk berbicara dengan siapapun. setelah dia berteriak, mamaki dan menangis. soonyoung tidak pernah kembali. bahkan ketika jihoon meminta supaya mereka tidak melakukan apapun pada tubuh soonyoung, babeh masih harus menutup tubuh itu dengan kain putih, jinjin masih harus menelpon dan memberikan kabar kepada semua orang. apapun yang jihoon lakukan, tidak ada yang bisa membuat soonyoung kembali lagi.

hari pertama ditinggalkan oleh soonyoung menjadi hari yang sangat lama untuk jihoon lewati. setelah menyaksikan tubuh soonyoung dibawa dan dimasukan kembali ke ambulans, jihoon tidak bereaksi apapun. dia hanya menatapnya, menatap ambulans itu pergi menjauh membawa soonyoung. jihoon tidak mau ikut ke rumah soonyoung, dia pergi ke rumahnya sendiri. dengan mingyu dan jeonghan yang menemani. selama di mobil pun jihoon hanya diam, termenung dan melihat ke luar. isi kepalanya hanya terus mengulang memori terakhirnya dengan soonyoung, bagaimana dia bisa melihat senyum soonyoung untuk terakhir kalinya dan ketika dia bahkan tidak menginginkan kata maaf dari soonyoung.

sesampainya dirumah pun, jihoon langsung ke kamar. tidak berbicara kepada mingyu, jeonghan maupun ayahnya. tidak ada lagi air mata, jihoon hampa, semua emosinya menghilang begitu saja. dia hanya ingin tidur, berharap kalau sekarang dia sedang mimpi buruk.

jihoon menolak, atas semua hal yang terjadi hari ini.


sekarang ini entah kenapa waktu bagi jihoon berjalan bergitu lambat, kehidupannya semakin berat. setiap apapun yang dia lakukan terasa tidak ada gunanya. tidak mengikuti lomba, tidak perduli dengan keadaan orang lain, bahkan dengan keadaannya sendiri.

jihoon pernah mengatakan, untuk tidak terlalu banyak menuntut kepadanya. jangan menyuruh jihoon untuk segera bertemu dengan mereka yang bisa mengingatkan tentang soonyoung. jangan paksa jihoon untuk datang ke tempat dimana soonyoung beristirahat.

ayah jihoon mungkin bisa mengerti akan keadaan jihoon, melihat dan memastikan keadaan jihoon setiap harinya agar baik-baik saja, setidaknya jihoon makan dan tidur dengan benar. tidak ada yang ayah jihoon tuntut lagi, karena untuk berbicara dengan jihoon pun seperti mustahil.

terakhir kali mingyu datang ke rumah jihoon adalah ketika 40 hari setelah soonyoung tidak ada. niatnya, mingyu mau mengajak jihoon. saat itu babeh juga datang ke rumah. selain untuk melihat keadaan jihoon, babeh juga ingin jihoon datang mendoakan soonyoung ditempat peristirahatannya. tapi, jihoon tidak mau.

dan saat itu mingyu yang kesal pun memaksa jihoon untuk ikut dengannya.

“ayo ikut anjir, masa 40 harian gak mau dateng? lo gak sayang apa ya sama ketum jihoon? do’a-in bukan malah nangis mulu”

jihoon malah semakin menangis, bukannya dia siap-siap untuk ikut pergi, jihoon malah mendorong mingyu dan babeh untuk keluar dari kamarnya.

“sumpah ya, kasian babeh juga jauh-jauh kesini tapi lo malah gak mau ikut” mingyu, dia tidak paham. atau mungkin memang jihoon yang memiliki alurnya sendiri, yang tidak bisa dirasakan dan dimengerti oleh siapapun.

“ayo” paksa mingyu, dia menggenggam tangan jihoon dan menyeretnya ikut keluar.

“gak … gak mau ming” suara jihoon hampir tidak terdengar, suaranya pelan dan jihoon memang se-tidak mau itu untuk pergi menemui soonyoung.

“jangan dipaksa ming, kagak apa-apa” kata babeh sambil melepaskan pegangan mingyu kepada jihoon.

“enggak beh harus dibawa, kalau pun gak mau ke makam, lo diem di rumah babeh ikut pengajian nanti. bukan malah diem mulu di kamar lo” dan mingyu kembali menarik tangan jihoon.

“gak mau … “ jihoon melepaskan tangan mingyu. mereka saling terdiam.

“lo tuh, semua orang juga ngerasa kehilangan jihoon, bukan cuman lo doang. semuanya juga sedih, tapi mereka pada datang ke makam, pada datang ke rumah babeh. cuman lo doang yang gak ngapa-ngapain”

tetap saja jihoon masih tidak mau untuk pergi, ia memegang tangan babeh dan berusaha melepaskan genggaman mingyu.

“babeh … jihoon gak mau” katanya sambil melihat kepada babeh.

“ming, udah jangan dipaksa, kasian ini jihoon malah nangis lagi”

mingyu diam, menuruti perkataan babeh, meskipun sejujurnya dia masih kesal dengan jihoon, tapi melihat jihoon yang sekarang sedang dipeluk oleh babeh dan memohon untuk tidak ikut membuat mingyu berpikir mungkin belum saatnya jihoon ikut ke rumah babeh. belum sekarang waktu yang tepat dan mungkin waktu yang tepat adalah nanti kalau jihoon sendiri yang bilang kalau dia mau datang.

disini mingyu merasa kalau jihoon kembali ketika ia belum pernah ketemu dengan soonyoung, bahkan lebih buruk dari saat itu. seperti progres sembuhnya yang ia buat malah menurun kembali. progresnya hancur seperti tidak pernah terjadi.

semua hasil terapi yang sudah ia lakukan ditemani oleh soonyoung seperti sia-sia, dan bulan sudah beberapa kali berganti tapi jihoon masih berdiam diri di kamar menolak presensi orang lain yang ingin menemuinya. dan soonyoung sudah pergi lebih lama dari yang pernah jihoon pikrikan.

hal yang menjadi pegangan jihoon saat ini cuman satu, yaitu kata-katanya sendiri. terakhir kali bertemu dengan babeh di empat puluh hari kematian soonyoung, ketika mingyu sudah pergi babeh masih memeluk dan menenangkan jihoon.

“inget kagak, waktu soonyoung kirim chat di group bilang kalau jihoon kagak apa-apa ko meskipun ditinggal sama dia, dan jihoon jawab ‘iya gak papa ko’ jadi babeh harap jihoon selalu baik-baik saja, jihoon yang kuat, seperti yang jihoon bilang kalau jihoon kagak apa-apa”

jihoon memulai semuanya dari jawabannya terhadap pertanyaan yang soonyoung berikan. waktu terus berjalan dan jihoon semakin membenahi diri. perlahan menciptakan progresnya lagi.

delapan bulan setelah soonyoung pergi, jihoon memutuskan untuk kembali melakukan terapi. tidak ada hal lain yang ia lakukan, ia hanya datang ke psikolog dan sisa harinya ia habiskan di rumah lebih tepatnya di kamarnya sendirian.

perlahan, jihoon mulai menghubungi mingyu. meminta bertemu dengan mingyu dan juga babeh di rumahnya. dan ketika bertemu mereka hanya mengobrol, jihoon selalu meminta babeh untuk menceritakan bagaimana babeh menjalani hari-harinya. karena jihoon yakin kalau babeh juga merupakan orang yang paling merasa kehilangan.

jihoon terus menguatkan diri, memberanikan diri. sampai akhirnya dia memutuskan untuk datang ke tempat peristirahatan soonyoung untuk yang pertama kalinya. hatinya masih ragu tapi dia mau, mau datang dan menyaksikan secara langsung kalau memang dia telah kehilangan.

jihoon lihat, tempat yang bertuliskan nama soonyoung, tanggal soonyoung datang ke dunia dan tanggal soonyoung pergi meninggalkan dunia. jihoon tidak datang sendirian, ada mingyu, jeonghan, jinjin, joy, babeh dan teman-teman lainnya.

hari ini adalah tepat satu tahun setelah mereka semua ditinggalkan. mereka berdo’a, menyimpan bunga dan pergi meninggalkan jihoon dan babeh yang masih duduk disamping makam soonyoung. tadi jihoon hanya diam, tidak bisa mengontrol tangisannya sambil memeluk babeh.

“waktu kamu, belum bisa ditemuin sama kita. aku penasaran sama apa yang kamu pikirin semalaman. aku yang sadar kalau malam itu aku ditinggalin kamu aja langsung ketakutan, banget. apalagi kamu, pasti takut banget ya? tau kalau harus ninggalin kita semua disini? kamu juga pasti kedinginan malem itu. makasih ya, udah bertahan dan nyempetin ngomong sesuatu buat aku dan—“

“maaf aku baru bisa datang”

jihoon pulang, rasa sedihnya kembali lagi. sebuah perasaan yang selalu dia hindari mulai datang lagi. sempat merasa menyesal telah datang, tapi di sisi lain dia lega. besoknya jihoon kembali berdiam diri di kamar. proses healing memang tidak semudah yang dibayangkan. ada kalanya jatuh dan akan susah untuk bangkit lagi, seperti jihoon sekarang. hari-hari selanjutnya kembali jihoon habiskan hanya untuk datang ke psikolog dan berdiam diri di kamar.

tapi jihoon tidak menyerah, dia selalu berusaha mengembalikan aktivitasnya. dua bulan setelah ia menemui soonyoung, jihoon mulai kembali melakukan apa yang harus ia lakukan. mencari informasi tentang lomba, latihan dari pagi sampai malam, datang ke rumah ibu untuk yang pertama kalinya pun jihoon lakukan.

tidak pernah jihoon sangka kalau ia akan menemui ibunya sendiri, meskipun pertemuan pertama hanya diisi dengan jihoon mengeluarkan keluh kesah kepada ibunya. pertemuan selanjutnya topik yang mereka bicarakan mulai banyak, salah satunya adalah jihoon yang kembali menceritakan tentang soonyoung kepada ibu dan jihoon suka, suka menceritakan tentang soonyoung kepada siapapun. meskipun terkadang jihoon sedih dan hatinya terlalu sakit bahkan hanya dengan menyebut nama soonyoung saja. tapi jihoon lebih suka ketika dia menceritakan dan mendengarkan tentang soonyoung dulu.

“kan aku mau ketemu ibu juga karena disuruh soonyoung” kata jihoon, yang dibalas senyuman oleh ibunya.

salah satu cara supaya soonyoung tetap hidup di mata jihoon adalah dengan terus melakukan hal-hal yang dulu soonyoung ingin lakukan tapi belum sempat terlaksana. setelah bertemu dengan ibu, jihoon memutuskan untuk mengikuti lomba piano lagi.

jihoon terus berlatih, seperti biasanya. seperti ketika soonyoung ada, yang berbeda adalah tidak ada yang mengajaknya pergi untuk makan malam tepat pada jam tujuh malam seusai dia berlatih. tidak ada yang memberikan pesan semangat dan menanyakan apakah jihoon mau menginap di kosan atau tidak. perlombaan yang dia ikuti kali ini masih tidak menjadikan jihoon sebagai juara, bahkan juara tiga pun tidak. ayah jihoon tidak mengatakan apapun, sudah tidak menuntut apapun kepada jihoon.

tapi tidak berhenti di sana, jihoon kembali mendaftarkan diri untuk lomba nasional yang akan diselenggarakan 6 bulan lagi, dan selama waktu menuju ke perlombaan keduanya ia berlatih tanpa henti. fokus nya hanya ke perlombaan dan mengesampingkan keinginannya untuk berhenti.

jihoon tidak sering melakukan interaksi dengan teman-teman soonyoung, dia hanya berinteraksi dengan mingyu dan jeonghan saja. tapi ketika jihoon mengikuti lomba, bukan hanya mingyu dan jeonghan yang hadir, tapi babeh, jinjin, joy, hayoung, doyoung, bambam bahkan hansol dan yang lainnya ikut hadir. entahlah mungkin mereka juga merasakan presensi ketum di diri jihoon yang membuat mereka tidak terlalu merasa ditinggalkan. atau mungkin karena mereka sudah terbiasa menemani jihoon disaat seperti ini.

dan dihari terakhir perlombaan ketika jihoon diumumkan sebagai pemenang, semua orang berkumpul. merayakan kemenangan jihoon, memberikan selamat dan memberikan hadiah.

“jihoon, mau gua bacain lagi gak? chat terakhir dari dia buat gue kan dia nitip buat nyampein pesannya sehabis lo lomba” kata jinjin dan jihoon mengangguk.

“jihoon, selamat udah ikut lomba lagi, selamat karena kamu udah kuat dan selalu berusaha sampai sejauh ini, mau menang atau kalah yang penting udah berusaha, makanya aku ucapin selamat aja meskipun kagak tahu hasilnya gimana. karena dengan ikut lomba ini pertanda kalau kamu udah bisa melewati fase sedih, stress, panik dan sebagainya makanya aku kasih ucapan selamat apapun nanti hasilnya. maaf kagak bisa datang dan ngucapin langsung, semoga kamu ngerti ya. ucapannya aku titip sama jinjin, biar kalau aku pergi kaya sekarang bisa tetep ngucapin meskipun cuman lewat si jinjin doang, tapi kagak papa lah ya dari pada kagak ngucapin sama sekali hehe. sekali lagi selamat ya, kamu emang yang terbaik” jinjin membacakan pesan dari soonyoung untuk jihoon.


5 tahun kemudian.

jihoon kembali datang, membawa bunga ditangannya. isi kepalanya sudah penuh dengan rancangan kata yang akan ia sampaikan nanti.

“aku datang lagi” katanya sambil menyimpan bunga itu di atas tanah.

“kemarin aku habis dari yang kena banjir, terus minggu depan mau ke shelter kucing sama ke tempat yang 5 tahun lalu pernah tsunami”

“aku udah cerita belum sih waktu terakhir kesini? alasan kenapa aku jadi ikutan relawan? kayanya belum, yaudah aku ceritain deh”

seperti biasa, jihoon akan asik menceritakan tentang hal-hal yang telah ia lewati, seperti halnya ia menceritakan tentang orang-orang disekitarnya yang pernah mengatakan ‘move on jihoon’ atau ‘udah lupain aja’ dan sebagainya, jihoon kesal bukan karena dia masih tidak bisa menerima kepergian soonyoung, tapi karena jihoon merasa dia tidak perlu ‘move on’ apalagi sampai melupakan soonyoung.

“emangnya apapun yang kamu lakukan dulu itu gak ada artinya gitu, hubungan kita emang gak ada artinya, sampe-sampe harus disuruh lupain kamu” katanya

karena jihoon berpikir kalau soonyoung akan selalu ada, idenya, isi pikirannya, pendapatnya, rasa cintanya buat jihoon, dan seluruh perasaannya untuk jihoon itu nyata dan bisa jihoon ingat dengan jelas.

“sedihnya karena kamu tinggalin udah aku ganti sama mencontoh hal-hal baik yang pernah kamu lakuin, soalnya aku seneng aja ketika dengerin orang lain ngomongin kebaikan kamu dulu, jadi kaya kamu udah pergi pun udah banyak ninggalin kebaikan bahkan orang yang gak tau nama kamu aja inget kamu, waktu itu ada ibu-ibu bilang ‘iya itu ada mas nya yang dulu gendong anak saya waktu banjir, katanya meninggal waktu bertugas ya’ dan banyak kebaikan kamu yang diingat sama orang lain”

pada awalnya jihoon tidak pernah terpikir untuk ikut berpartisipasi secara langsung menjadi relawan. tapi ketika jihoon terus mencari dan melakukan proses healingnya, jihoon merasa lebih lega ketika ia ikut turun ke lokasi.

“kaya … aku ada di dunia kamu, deket sama kamu”


kemenangan jihoon di lomba piano saat itu menjadi perlombaan terakhirnya, ia memutuskan untuk menjadi seorang guru les piano dan aktif mengikuti kegiatan relawan. titik healingnya mungkin belum bisa ia capai seutuhnya, tapi jihoon sudah bisa menerima dengan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. jihoon sibuk, menghabiskan waktunya berbuat kebaikan. sibuk melihat ke setiap sudut dunia yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

menyaksikan langit sore di daerah yang lima tahun lalu mengalami tsunami, jihoon sedang terduduk beristirahat sambil memandangi hal indah ditempat yang memiliki kenangan buruk bagi jihoon. datang ke tempat ini lagi merupakan sebuah keberanian bagi jihoon. tapi dia tidak apa-apa, dia sudah menerima dan sekarang hanya mengingat soonyoung dengan segala kebaikannya untuk manusia lain yang membuat jihoon bisa menjadi relawan bahkan ditempat yang pernah jihoon kutuk.

kegiatan jihoon terus seperti itu, mengajar, datang ke tempat yang terkena bencana dan ketemu banyak orang. meskipun jihoon tidak terlalu banyak berbicara dan hanya membantu orang lain tapi dia mulai mencoba untuk berbaur, mengajak bicara kepada orang yang baru ia kenal, seperti saat ini misalnya.

jihoon melihat orang yang sedari tadi mengobrol serius dengan yang lain dan sibuk membantu yang membutuhkan pertolongan, jika jihoon amati sedari tadi orang ini terus memberikan arahan kepada orang lain, semua yang ada disana pun meminta saran kepada orang ini.

“nih minumannya” kata jihoon dan memberikan minuman itu kepada orang yang sedari tadi jihoon perhatikan.

“oh, makasih” mereka duduk berdua, beristirahat sebentar sambil menikmati minuman yang tadi jihoon bawa.

“kamu udah lama jadi relawan?”

“dua tahunan mungkin, lu?”

“dua mau tiga mungkin. kenapa ikutan relawan?”

“kalau gua dari jaman kuliah memang aktif di komite siaga bencana kampus, setelah lulus ya gua lanjutin jadi relawan”

“oh, okay … keren”

lalu lelaki itu diam, meminum kembali minuman yang tadi diberikan jihoon.

“dulu jadi ketuanya?”

“iya”

“dipanggil?”

“dipanggil? apaan maksudnya ?”

“kamu kalau dipanggil sama temen-temen kamu gimana”

“oh, ya dipanggil pakai nama”

“oooh okay”

lagi-lagi tidak ada suara dari lelaki itu.

“nama aku lee jihoon, kamu siapa?”

“kwon hoshi”

“oh”

“chi bantuan gua bentar di tenda tiga” teriak seseorang dari arah tenda depan.

“chi?” tanya jihoon

“panggilan, gua kesana dulu ya, makasih minumannya”

“sama-sama”

“eh sebentar” lanjut jihoon

“kenapa?”

“mau aku traktir kopi gak? nanti kalau udah pulang dari sini”

“boleh”

“okay. yaudah, bye. semangat ya bantuin orangnya”

“lu juga”

“okaaay”

dan jihoon menepati perkatannya, mengobrol dengan teman baru mengajaknya ke kafe dan menikmati minuman bersama. berbagi cerita tentang hal-hal yang ingin mereka ceritakan, jihoon bisa melihat sisi lain lagi dari dunia ini, dari manusia yang baru saja ia kenal dan menjadi temannya.

untuk kali ini jihoon hanya ingin memperlakukan orang lain dengan baik, tanpa penolakan. berteman dengan siapapun dan mencari kebahagian dari sana. bersikap seperti itu ternyata menyenangkan, jihoon tidak akan kesepian, sekarang ada teman baru disampingnya.


—selama perjalanan menuju rumah sakit terdekat itu yang babeh bisa dengar adalah suara tangis dirinya sendiri dan ocehan jihoon yang tidak pernah berhenti.

“pegang balik tangannya, kalau aku ngomong itu dengerin buka matanya liat aku. kamu jangan kaya gini nanti siapa yang antar jemput aku kalau ada lomba atau mau ke psikolog lagi. nanti siapa yang nemenin aku makan mie goreng tiap pagi”

“ih mukanya kotor, nanti aku bersihin ya kalau udah sampai”

“yang kena goresan sakit gak? ada bekas darahnya juga”

“ soonyoung … makasih udah jadi teman aku ya, makasih udah sayang sama jihoon. maaf kalau aku sering nolak kamu, maaf kalau kamu udah muak sama sikap aku, tapi kamu selalu baik. kalau nanti kamu udah sembuh, aku bakal baik banget sama kamu, nanti aku turutin maunya kamu gimana, nanti aku traktir minuman di kafe kaya dulu kamu traktir aku pas pertama ketemu”

“ … aku nanti, mau ikut kalau kamu bepergian kemanapun. jadi kamu gak akan sendirian kaya tadi malem. pokoknya aku temenin”

“bangun, aku mau ngobrol sama kamu” ...