tentang mingyu dan jeonghan.
malam ini, setelah dikejutkan dengan kabar bahwa papah menjahili mingyu dengan bilang kalau papah tidak mau mingyu menjadi menantunya karena alasan perbedaan yang sebenernya sudah pernah kita semua bicarakan.
mingyu yang tadi sempat menangis di depan rumah dan ketahuan sama papah jadi merasa malu sendiri, sampai tidak mau keluar lagi dari kamar. sekarang dia sedang tertidur dengan gemasnya, masih dengan posisi yang sama. yaitu, memeluk-ku seperti guling.
tertidur dalam dekapan mingyu selalu menjadi kegiatan yang menenangkan bagiku. kalau sedang bersama seperti sekarang, mingyu akan mengalah dan mengikuti kebiasaan tidurku yang harus mematikan lampu. sebagai gantinya aku memasang lampu tidur yang memiliki pencahayaan tidak begitu terang, khusus untuk mingyu.
dua jam sudah aku memerhatikan mingyu, dengan kepala yang masih sedikit pusing. niat hati mau keluar dari kamar dan mengambil minum. tapi tidak jadi, karena pelukan mingyu ini terlalu kencang sampai-sampai aku cuman bisa menggerakan tangan kanan untuk mengambil minyak kayu putih di atas nakas.
“lagi tidur tapi meluknya masih kuat banget, heran deh” protesku dengan pelan.
setelah mengoleskan minyak kayu putih dilanjutkan dengan agenda memjiat kening sendiri—karena, ada pacar tapi malah tidur dengan pulas. tapi tidak apa-apa, kalau dia ada di sini setidaknya ada hal lucu yang bisa dilihatin. mulutnya yang sedikit terbuka ketika tidur, misalnya.
setiap melihat mingyu yang seperti itu, selalu mengingatkan aku kepada awal pertama kita bertemu. lucu seperti puppy, mukanya polos tapi ternyata ini anak jauh banget dari kata polos. sikapnya yang kadang-kadang suka berubah jadi a total childish, sampai sikapnya yang dewasa ketika menghadapi permasalahan dan perbedaan diantara kita.
kalau diingat-ingat lagi, aku dan mingyu sudah melewati banyak hal. ada beberapa hal yang didiskusikan ketika ingin memulai hubungan ini. ada sesuatu yang kami berdua sudah sepakati, sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui oleh orang lain. hingga dua tahun kemudian, mungkin ada beberapa orang yang mencium sedikit baunya secara tidak sengaja, seperti chan dan juga seungkwan. lalu bagaimana dengan sahabatku, seungcheol. dia pernah mencoba mengorek informasi dari temannya ini, tetapi tidak berhasil.
sampai akhirnya, seungcheol melihat tweet mingyu yang memanggilku dengan panggilan ‘yang’. waktu itu seungcheol langsung menanyakan dimana keberadaanku—tentu saja aku sudah pulang karena saat kejadian tersebut aku melihat mingyu dan jihoon bermesraan. bermesraan disini konteksnya adalah pegangan tangan di ruang panitia dan pelukan.
dari sanalah hubungan kita mulai diketahui oleh seungcheol, seungcheol tidak banyak bertanya, dia sahabat aku jadi sudah tahu kalau sahabatnya ini sedang tidak mau diganggu.
ternyata, seungcheol mengintrogasi mingyu sebagai gantinya. karena si adek bongsor kesayangan jeonghan tidak memberikan cerita lengkap kepada seungcheol, sehingga beberapa waktu setelah itu mau tidak mau, aku kena bom pertanyaan juga.
dari beberapa pertanyaan seungcheol waktu itu, membuat aku jadi ingat kembali dengan bagaimana cara kim mingyu menjadi orang yang dengan konyolnya masuk ke dalam hidup seorang yoon jeonghan. dari awal sampai sekarang mingyu selalu menjadi cute puppy, clumsy dan juga orang yang paling selfless yang aku kenal.
“kan dulu waktu kita makan di kantin, mereka lagi pada ospek kumpul di tengah lapangan. kelompoknya mingyu ini paling mepet ke arah kantin. terus ada anak di depan dia ngangkat tangan kenceng banget sampai nabok wajah mingyu yang lagi berdiri dibelakangnya. habis itu aku katawa ngakak, dia langsung noleh, nyadar diketawain, merhatiin aku bentar sambil cemberut habis itu bilang ‘sakit muka gue kena tabok, malah diketawain’ sambil nunjuk-nunjuk mukanya, dan setelah itu kalau ketemu lagi dia rajin memberi tahu kalau dia beberpa kali kena tabok” mengingat apa yang aku ceritakan kepada seungcheol membuat aku tersenyum sendiri sambil liatin mingyu yang sudah mulai mengeluarkan suara kasar alias dia sudah mulai ngorok.
pertemuan pertama aku dan mingyu memang se-random itu, pun dengan pertemuan kedua dan ketiga. hanya dengan bekal aku ke kantin dan mingyu masih di lapangan memperhatikan panitia ospek—yang entah sedang menyampaikan apa, selalu meluangkan waktu untuk sekedar melihat ke arah kantin dan berbicara sebentar. kata-kata khas dari mingyu waktu itu adalah “resiko orang tinggi, ya kan? makanya kena tabok sama ditandain nih gue sama panitia”
mingyu selalu punya caranya sendiri untuk menyampaikan apa yang sedang ia rasakan saat itu dengan singkat, karena pertemuan kita memang selalu unexpected dalan waktu paling lama 10 menitan. hingga akhirnya, saat ospek memasuki hari terakhir.
masih ingat dengan jelas apa yang dia katakan dan lakukan.
“jam 4 masih di kampus?” tanyanya waktu itu sambil senyum-senyum tidak jelas dan aku balas dengan gelengan kepala. setelah itu, seolah-olah sedang berpikir mingyu mengerutkan dahinya, bola matanya melirik ke atas.
“ada acara? sama pacarnya ya?” kim mingyu dan jurus buayanya.
“gak ada acara dan gak ada pacar” waktu itu aku cuman bisa menjawab seperti halnya memakan umpan dari sang buaya.
percakapan kita dilakukan tanpa suara, saling membaca gerak gerik dari mulut masing-masing.
“oh, kelas terakhir jam berapa?”
“sampai jam tiga sore”
“tungguin gue sampai jam 4 di kantin mau? nanti gue samperin kalau ospek udah selesai”
bingo, yoon jeonghan masuk ke dalam perangkap kim mingyu. saat itu aku mengatakan ‘iya, boleh’, entahlah mungkin karena rasa penasaran akan apa yang akan adek tingkat itu katakan nanti atau karena rasa ketertarikan aku sama adek tingkat yang membuat kata-kata ‘iya’ itu muncul dengan cepat, bahkan tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
kalau sekarang aku pikirkan lagi, mungkin tidak semuanya perangkap kim mingyu, karena aku sendiri yang memancingnya untuk datang.
Dan dari dulu kim mingyu selalu menepati janjinya, meskipun telat. setelah satu jam lebih beberapa menit menunggu. akhirnya dia datang, setelah hitam putih, pakai sepatu pentopel, dan rambut pendek tidak ada poni. mingyu berjalan dengan cepat ke arah ku sambil tersenyum.
“hehe makasih udah nungguin” katanya
pada pertemuan pertama yang sudah dijadwalkan tanpa kesengejaan ini, aku dan mingyu tidak terlalu banyak berbicara. kantin satu jam lagi tutup, jadi pertemuan ini dirancang untuk mengobrol dan bertemu secara singkat tapi lebih panjang durasinya dari yang sebelum-sebelumnya.
“nama gue kim mingyu, lo?”
“yoon jeonghan”
“oh okey, gue bawa motor. gue anterin baliknya boleh?”
muka jadi panas sendiri dan aku tidak bisa untuk tidak tersenyum ketika mengingat momen awal pertemuan dengan mingyu. dia terdengar seperti orang yang paling percaya diri ketika mengajak aku pulang bersama, kenyataannya mukanya merah banget dan selama perjalanan dia hanya diam. aku tahu waktu itu dia gugup, begitupun denganku. Kita sama saja, tapi keberanian dan keinginan untuk lebih dekat mengalahkan rasa grogi. kim mingyu yang ingin mendekati yoon jeonghan, pun sebaliknya.
“sekarang udah gak punya malu sama sekali” tanganku tidak berhenti mengelus kepala mingyu. kasian beberapa lama sebelum ke rumah pasti kurang tidur karena mikirin caranya supaya papah mau mingyu jadi mantunya lagi.
dan selalu begini, ketika melihat mingyu sedang tertidur hal yang pasti dan sudah jelas akan aku lakukan adalah menciumi hidungnya. untuk hari ini tidak tau kenapa dan entah dorongan dari mana, seakan tidak puas dengan hanya mencium hidung orang yang sedang tidur nyenyak dibawahku ini— dengan cekikikan karena menganggap yang akan aku lakukan terhadap mingyu saat ini adalah tingkah yang paling konyol. saat ini aku sedang menggigit pelan hidungnya. beralih dari hidung, pikiranku terus mengatakan untuk menggigit bibir mingyu saat itu juga. aku cium sebentar bibir bagian bawah mingyu lalu aku gigit pelan-pelan.
“yang?” tanyanya, padahal udah sepelan mungkin gigitnya tapi masih aja kebangun.
“ko gigitin bibir aku?” tanyanya lagi dan aku tidak menjawab pertanyaan mingyu, hanya suara ketawa pelan yang terus terdengar karena jujur tadi konyol banget.
“tadi mau ambil minum, tapi susah mau berdiri sama kamu dipelukin” alasan macam apa ini yoon jeonghan.
“terus jadinya malah merhatiin aku yang lagi tidur? habis itu gemes sendiri sampe gigitin semuka-muka?” ini memang mingyu jago nebak atau dia pura-pura tidur sih dari tadi.
“hehe iya”
“hobi baru kamu? gigit kim mingyu”
“can’t help it, you’re cute” seneng dia kalau dibilang lucu sama aku.
“iya deh, masih pusing? mau aku ambilin minum?” tuh kan, jadi baik. Yang penting dibilang lucu aja, nanti dia jadi super super super baik dan perhatian.
“kalau boleh”
“okey tunggu sebentar”
lima menit kemudian, mingyu datang dengan membawa air minum. mingyu selalu menjadi orang yang memanjakan aku, apalagi kalau lagi berdua seperti ini. kalau aku bicara ini sebelum ketahuan sama jihoon, mungkin akan berbeda ceritanya, pasti jadi cerita sedih. karena waktu itu, mingyu selalu bertindak acuh, meminimalisir semua bentuk kasih sayangnya untuk pacarnya sendiri karena ada jihoon.
“tadi tiba-tiba aku ngebayangin muka kamu waktu pertama kita ketemu”
“ya allah yang, muka kucel lagi ospek masih aja diinget-inget”
mungkin bagi mingyu, momen pertemuan pertama itu sangat memalukan, karena dia sedang berada dalam fase harus menuruti setiap perkataan yang diperintahkan oleh para seniornya, dan mingyu sangat tidak menyukai masa-masa penindasan itu.
“masih sakit gak kepalanya?”
“sedikit”
“yaudah sini aku pijitin”
dengan senang hati aku langsung memejamkan mata menikmati pijatan dari mingyu yang lumayan bisa membuat rasa sakit di kepala sedikit hilang.
tidak perlu diragukan lagi, setiap kali bersama dengan mingyu rasa disayangnya itu semakin menjadi. seperti sekarang misalnya, aku tahu dia sudah ngantuk dan mau tidur. tapi dia masih mau memaksakan untuk terjaga menemani aku yang susah tidur.
“kamu inget gak sih? dulu sebelum jadian aku pernah benci banget sama kamu”
“inget, sumpah aku udah merasa gagal waktu itu. mana kamu masang muka datar lagi tanpa ekspresi”
“aku cuman kaget, terus kecewa. siapa coba yang gak kecewa ketika orang yang katanya lagi ngedeketin selama dua bulan lebih dan tiba-tiba aku liat orang itu pegangan tangan sama cowok lain di depan banyak orang, salah satunya ada aku di sana. mana pas aku lihat orangnya malah diam aja, gak ngelepas itu genggaman tangan”
“padahal itu aku udah mau ngelepas, udah mau lari ke kamu ngejelasin, tapi gak bisa”
“iya gak papa, untung kamu malamnya ke rumah dan ngejelasin. kalau enggak, aku bakal terus mikir ‘oh ni anak main-main doang kali ya, wajar sih baru peralihan dari SMA ke-kuliah. mungkin masih mau main-main’ aku udah ditahap pasrah kalau ternyata kamu cuman bercandaan doang sama aku, ya tapi tetep sakit hati sih”
Faktanya adalah setelah melihat mingyu dan jihoon untuk pertama kalinya, aku seharian bad mood dan merasa kesal ke semua orang, mau marah-marah terus sampai aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan diam di kamar sambil merutuki mingyu.
“setelah aku ngejelasin dan kamu nerima penjelasan aku, nerima keadaan aku. malam itu juga aku langsung mikir ‘wah ni orang harus jadi jodoh gue, gak akan bisa gue kalau bukan sama ni orang’ makanya beberapa hari setelah itu aku tembak kan?”
“jujur aku gak mau inget-inget lagi waktu kita jadian sumpah”
“kenapa emang? lucu tau yang hehehe”
menurutku tidak ada yang lucu karena, aku malu. mungkin karena aku merasa seperti bukan diriku yang sekarang. tidak menyesal, mana bisa menyesal karena jadian sama kim mingyu. cuman, malunya itu loh. seorang jeonghan bisa ngotot dan nge-gas, tanpa basa-basi, seperti orang yang tidak punya kesabaran, ditambah lagi dengan kode-kodean minta ditembak saat itu juga, malu banget pokoknya.
tiga hari setelah mingyu menjelaskan keadaannya tentang dia dan jihoon, aku mulai menerima ajakan mingyu untuk main ke rumahnya dan hal yang memalukan itu dimulai.
mingyu bilang dia punya alasan untuk ‘nembak’ aku secepat itu, tapi selain dari alasannya sendiri aku juga memberikan faktor paling kuat kenapa mingyu ceppat-cepat mau menjalin hubungan. singkat cerita, aku senang dan lega ketika mingyu menjelaskan tentang hubungannya dengan jihoon, pikirku saat itu ‘oh berarti dia selama ini beneran dong ngedeketinnya’ terus saking senengnya aku cuman mikirin ‘jadiannya kapan ya, kan udah rela malem-malem ke rumah cuman buat ngejelasin hubungannya sama jihoon biar aku gak salah paham’ dengan pemikiran—yang bisa disebut bodoh itu aku memancing mingyu terus.
“aku gak suka sama orang yang lambat, kalau udah tau tujuan harusnya lakukan apa yang menjadi tujuan itu bukan malah lama di jalannya. nanti keburu bosen” kataku waktu itu dan ya, dua hari setelah itu mingyu menyatakan perasaannya.
senang, tentu saja. akhirnya hubungan kita ada kemajuan, tapi ternyata mingyu meminta untuk menjalani backstreet relationship. awalnya tidak apa-apa toh aku juga bukan tipe yang mengumbar hubungan di publik terus-terusan. tapi jujur, aku tidak menyangka kalau akan selama ini, dua tahun lebih.
“lucu ternyata kamu kepancing gitu sama omongan aku?”
“lucu, soalnya aku jadi tahu kalau kamu emang suka sama aku, jadi aku gas aja lah waktu itu”
“ya kan emang suka kim mingyu”
“aku masih inget banget, waktu aku gugup nyatain perasaan aku ke kamu. kamu malah gak ngedip-ngedip ngeliatain aku dan kaya pengen cepet-cepet jawab padahal aku ngomong aja waktu itu ragu-ragu takut salah pemilihan katanya. udah capek-capek kan dua hari tuh habis di kode sama kamu aku mikirin kata-kata yang pas buat nyatain perasaan, sampe latihan berkali-kali ternyata kamu maunya cuman aku ngomong ‘mau gak jadi pacar aku’ gitu doang ya”
“hehe aku beneran cuman nungguin kalimat itu keluar dari mulut kamu”
“iya sampai kalimatnya belum selesai aja udah di jawab … ‘kamu, mau gak jadi pa-‘ terus langsung disela ‘mau’ hahaha”
“soalnya keburu udah tau ujungnya mau bilang apa dan akunya keburu seneng, terlalu excited”
“menggebu-gebu banget berarti yang kamu waktu itu”
“ya gitu deh”
“kalau sekarang gimana? masih menggebu-gebu gak sama aku?”
“ya enggak lah sekarang udah beda, udah fokusnya mempertahanin hubungan kita”
“tapi senengkan sama aku selama ini?”
“kemaren selama diam-diam pacarannya ya gak terlalu seneng, sedih liat kamu lebih mentingin jihoon, sedih karena aku gak bisa pacaran dengan bebas, sedih karena aku ngerasanya jadi yang ke dua”
kalau diberikan pertanyaan seperti itu jawaban aku akan selalu sama, mingyu juga harusnya tahu bagaimana selamana ini aku menghadapi hal-hal yang tidak mau aku lihat dan rasakan. perbincangan malam ini akan berlanjut menuju momen yang tidak terlalu aku suka untuk diceritakan. bukan karena aku tidak mau mengungkit kebersamaan aku dan perjuangan kita untuk sampai dititik sekarang, cuman kadang kalau diingat-ingat lagi masih suka kesal dan sedih sendiri.
“maaf udah bikin kamu ngerasa kaya gitu” minggu mengecup beberapa kali kepalaku, sebenarnya memang aku tidak mau mengungkit lagi masalah dua tahun kebelakang ini, tapi mungkin mingyu juga harus tahu apa yang aku rasain bukan hanya dari penglihatan dia tapi dari sudut pandangku sendiri.
“kamu juga kesusahan selama dua tahun itu, it’s okay gyu makasih pada akhirnya kamu benerin nepatin janji kamu ke aku”
“tapi aku mau tetep minta maaf udh bikin kamu ngerasa kaya gitu, yang”
“iyaaaa” aku cuman bisa menangkup kedua pipi mingyu sambil mencubitnya pelan, menghilangkan sedikit rasa tidak nyaman ketika kembali membahas tentang hubungan kita sebelumnya.
bahkan ketika ingin menceritakan semuanya pun, aku tahu kalau mingyu akan tambah merasa bersalah, karena memang aku menceritakan semua perasaan yang aku rasakan dari kita memulai hubungan sampai saat kita sudah bebas pacaran tanpa perlu sembunyi-sembunyi lagi dari orang lain. bagaimana aku setiap hari harus sabar melihat dekatnya mingyu dengan jihoon—yang sebenarnya waktu itu terlalu berlebihan kalau dikatakan hubungan mereka hanya sebatas sahabat saja. bahkan bukan hanya tentang kesabaran, melainkan perasaan tidak pantas buat mingyu, beberapa kali selalu berpikiran apakah mungkin mingyu malu buat mengakui aku sebagai pacarnya. perasaan tidak diterima oleh pacar sendiri, perasaan yang tidak di akui.
aku insecure selama dua tahun lebih dan satu-satunya hal yang bisa membuat aku bertahan adalah janji mingyu dan mungkin pemikiran aku sendiri yang selalu mengatakan untuk terus percaya dan menunggu mingyu menepati janjinya. untungnya aku percaya kepada orang yang tepat, meskipun lama dan progres mencapai tujuannya lamban tidak secepat ketika menyatakan perasaan, setidaknya aku masih di sisi mingyu sampai ia benar-benar berani mengatakan kalau ‘jeonghan adalah pacar gue’.
kalau bisa dibilang, aku sendiri tidak bisa menghadapi sikap jihoon saat itu, aku cuman bisa diam dan memendam apa saja yang aku rasakan, karena bingung, aku terlalu bingung untuk menghadapi jihoon dan aku tidak tahu harus bagaimana ketika berhadapan dengan orang yang merasa kalau mingyu itu adalah miliknya. pada akhirnya aku tetap sakit hati dan nangis tiap malem berharap mingyu bisa lebih cepat membuka rahasianya kepada jihoon.
mau langsung bertindak tapi aku tahu kalau jihoon merupakan sosok yang berharga dalam kehidupan mingyu, jadi aku tidak bisa gegabah. selama aku melihat interaksi antara mingyu dan jihoon, selama itu juga aku hanya bisa mengandalkan kata-kata mingyu, janjinya mingyu, mengingat momen yang membuat aku senang ketika bersama mingyu.
“kamu sabar banget, makasih udah sayang sama aku sebegitunya. udah mau ngelewatin momen terberat kamu dan aku sadar kalau aku udah nyakitin perasaan kamu, maaf ya yang”
saat hubungan aku dan mingyu masih tersembunyi dari penglihatan dan pendengeran jihoon. meskipun beberapa waktu kemudian tetap ketahuan juga, aku sempat dituduh mempunyai motif mengambil kebahagiaan mingyu setelah itu aku renggut dan akan meninggalkan luka kepada mingyu, padahal kenyataannya waktu itu supaya bisa disebut ‘bahagia’ dengan mingyu saja belum, bagaimana aku bisa merebutnya.
situasi itu beberapa kali memunculkan keinginan untuk menyerah, ketika aku sadar kalau aku bukan prioritas utamanya mingyu, kalau aku hanya— seperti selingan dalam hidup mingyu, ketika mingyu yang masih saja diam di tempat belum maju melangkah untuk menepati janjinya.
momen yang memicu aku untuk menyerah saat itu juga meskipun tidak aku lakukan adalah ketika seungcheol mengetahui hubungan kami dan mingyu masih belum berani mengatakan apapun kepada jihoon. seperti semua yang aku tunggu selama ini tidak akan pernah menjadi kenyataan, mingyu tetap mementingkan jihoon. makanya waktu itu aku pernah bilang kalau aku akan menjaga perasaan aku sendiri dan silahkan mingyu menjaga perasaan jihoon.
karena titik terberat dalam hubungan sembunyi-sembunyi ini adalah ketika aku menyadari kalau ternyata aku sudah lelah menunggu dan sudah cukup merasa sabar. kalau saja saat itu aku tetap mempertahankan keinginan aku untuk menyerah dan melepaskan mingyu, mungkin hubungan aku dan mingyu sudah tidak akan bisa diselamatkan.
tapi tetap, aku luluh lagi. memang dari lubuk hati pun aku tahu kalau mingyu sedang menunggu momen yang tepat dan dengan melihat keadaan jihoon pun harusnya aku paham meskipun rasa kecewa masih tetap ada.
“maaf kalau aku egois pertahanin kamu kemaren, soalnya aku sayangnya cuman sama kamu” katanya, mingyu ini memang perasa, dia bisa menangis dengan hanya mendengarkan cerita tentang aku yang kesusahan, seperti sekarang misalnya.
mingyu yang juga manja dan aku tahu kalau dia sayang sama aku, setelah semua hal yang kita lewati, kata maaf yang selalu dia ucapkan, membuat aku menjadikan masa lalu sebagai kenangan yang aku jadikan untuk memperkuat hubungan serta sebagai patokan kalau kita bisa menghadapi apapun, masalah seberat apapun dan selama apapun.
“aku juga sayangnya cuman sama kamu.”
setelah hari ini, mingyu harusnya bersyukur lagi karena punya pacar seperti aku. karena aku akan selalu mendukung dia, aku sabar ketika menghadapi setiap kelakuan aneh dan menyebalkannya, aku percaya sama mingyu bukan hanya sekedar kata-kata saja tapi aku benar-benar menyimpan kepercayaanku kepadanya, dengan semua yang aku miliki itu sudah cukup untuk membuat mingyu bahagia. dan aku yakin, kalau mingyu akan membahagiakan aku dengan cara yang sama.