second decision.
waktu terus berjalan, dua minggu, satu bulan, dua bulan dan jihoon masih suka menerima video call dari lala. frekuensinya tidak sebanyak ketika jihoon dan soonyoung masih bersama, tetapi satu minggu dua kali adalah angka paling sedikit jihoon mengangkat panggilan video call dari lala.
jihoon dan lala memang tidak memiliki hal yang membuat mereka berdua menjadi canggung, di sini permasalahannya adalah ketika jihoon mau tidak mau ia bisa melihat soonyoung yang sedang menemani lala dan soonyoung pun mau tidak mau akan mendengarkan suara jihoon yang sedang asik mengobrol dengan anaknya.
kalau dulu soonyoung akan diam-diam mencuri waktu video call lala supaya ia bisa mengobrol dengan jihoon, sekarang bahkan ketika lala bilang “papi mau bicala sama ka cil?” soonyoung hanya menggelengkan kepalanya dengan beralasan sudah malam, kakak cil mau istirahat.
pada awalnya soonyoung selalu menolak keinginan lala untuk melakukan video call, atau bahkan sekedar telfon dengan jihoon. rasa bersalahnya kepada jihoon belum selesai dan ia harus sudah menghadapi jihoon lagi. tapi soonyoung tidak bisa menolak ketika lala—hari demi hari terus meminta untuk bisa berbicara dengan jihoon, ingin melakukan video call dengan jihoon. sampai di suatu malam ketika soonyoung sudah lelah menolak dan lala juga sudah lelah meminta.
“papi, mau video ka cil” katanya sambal menangis, lala sudah sesenggukan ketika soonyoung tidak pernah mengabulkan permintaannya. dan dimulai dari malam itu pula, lala dapat menelfon lagi dan selalu soonyoung izinkan. soonyoung tidak mungkin membiarkan lala menangis lagi, padahal rasa sungkan setiap menelfon jihoon itu sangat membuncah. dia malu tapi bingung karena itu yang lala mau.
hidup mereka berdua harus terus berjalan, soonyoung dengan pekerjaannya dan juga menjadi orang tua yang baik bagi lala. jihoon yang pekerjaannya ia rasa semakin berat dan juga pikirannya yang masih berputar disekitar seseorang yang bernama kwon soonyoung, ketika jihoon berusaha untuk melakukan kegiatan sehari-harinya tanpa adanya gangguan, ketika dia ingin bersikap biasa saja, ada lala yang selalu mengembalikan kenangan-kenangannya dengan soonyoung.
hari itu setelah seharian jihoon digempur dengan pekerjaannya, manajernya yang tidak lain dan tidak bukan seungcheol terus membuat jihoon merasa risih, lalu ketika ia pulang ia disuguhkan dengan panggilan video call dari lala. jihoon masih menatap layar handphonenya, malam itu ia merasa terlalu berat untuk mengangkat video call dari lala. mengingat hal-hal yang beberapa hari belakang ini selalu jihoon pikirkan, membuat air matanya tidak bisa ia tahan lagi untuk keluar, satu titik terjatuh di layar handphonenya yang masih menunjukan ka soonyoung is calling.
satu panggilan tidak terjawab
dua panggilan tidak terjawab
“capek, ya tuhan”
seberapa lelahnya hari ini untuk jihoon, bahkan setelah tadi ia menutup pintunya, jihoon masih disana berjongkok sambil menggenggam handphonenya yang terus berdering. jihoon pikir, setelah dia ikhlas dengan apa yang terjadi kepadanya semua akan lebih ringan tapi nyatanya semuanya masih tetap terasa menyakitkan dan jihoon sudah tidak sanggup.
awalnya jihoon mengira tidak akan apa-apa, awalnya jihoon pikir semuanya akan tetap sama dan dia mampu menjalani ini tanpa ada hubungan apapun dengan soonyoung. pada awalnya, jihoon yakin dengan perkataannya sendiri kalau dia akan bahagia dengan caranya sendiri. lalu bahagia yang seperti apa yang jihoon maksud ketika jihoon hanya merasakan tekanan dan hatinya selalu sesak.
setiap malam, ia selalu berharap kalau hari esok semua sesak dihatinya itu hilang, tapi ketika panggilan dari lala muncul dan ketika panggilan itu selesai, jihoon malah merasakan sesak itu dua kali lipat dari sebelumnya. terus bertambah, sampai jihoon sadar kalau dia tidak mungkin seperti ini terus, tidak mungkin berada di situasi yang membuatnya untuk bernafas saja kesulitan.
[lala, kakak mandi dulu sebentar ya]
voice note itu jihoon kirim dan lala menjawab dengan voice note juga, suara lala, semua tentang lala. selalu lucu dan mengegmaskan dimata jihoon, tapi untuk sekarang dengan kegemasan lala saja jihoon merasa tersakiti.
jihoon, tersenyum. memaksakan senyumnya ketika lala kembali menghubunginya dua puluh menit setelah tadi mengirimkan voice note. jihoon bahkan hanya mengganti bajunya, mencucui muka sehingga terlihat sudah mandi.
“kakak ciiil, lala kangen” suara yang disebrang sana terdengar oleh jihoon, ia tersenyum, hatinya masih tak bisa merasakan apapun, pikirannya terus berkelana mencari jalan keluar.
“sama, kakak juga”
lala tersenyum—senyum yang nyata dengan kebahagiaan, ia sedang duduk di samping papinya, jihoon bisa melihat itu. yang dibicarakan antara lala dan jihoon adalah tentang bagaimana lala menjalani harinya di sekolah, lala dengan antusias selalu menceritakan semuanya kepada jihoon, tidak bisa jihoon pungkiri kalau dia juga merasa senang ketika lala membanggakan jihoon kepada teman-temannya di sekolah, seolah-olah jihoon menjadi orang yang cukup penting dalam kehidupan lala sampai-sampai lala tidak pernah lupa menceritakan tentang jihoon.
“terus meleka bilang, meleka juga mau punya kak cil. tapi lala gak mau kasih ka cil ke temen-temen lala, pokoknya ka cil punya lala aja”
kalau jihoon bisa langsung memutuskan video call itu, dia akan langsung memutuskannya saat itu juga. perasaannya jadi ragu, ketika jihoon juga sudah menganggap lala sebagai bagian dari hidupnya, ia juga terlanjur sayang kepada anak dari orang yang ia sayang pula. tapi keadaan selalu membuat jihoon harus berpisah dengan orang-orang yang ia sayangi.
semua persiapan untuk kabur dari belenggu delapan tahun mencintai seorang kwon soonyoung sudah matang, jihoon siap untuk pergi. malam ini, setelah panggilan dengan lala selesai. rasa lelah, kecewa dan muak dengan keadaannya yang harus merasakan siksaan kehilangan delapan tahun yang lalu, jihoon rasakan lagi. dia mau kabur, kabur dari kwon soonyoung.
“tadi lala gambal lagi, ka cil mau liat?”
“boleh”
“lala ambil dulu ya”
lala menyimpan handphonenya disamping soonyoung, sehingga soonyoung bisa melihat dengan jelas wajah jihoon. ketika soonyoung mengambil handphonenya, karena harus mengikuti lala. wajahnya terlihat di layar handphone jihoon.
soonyoung mengubah tampilan kameranya, memperlihatkan lala yang sedang berjalan menuju kamarnya sendiri. mau tidak mau, soonyoung masih bisa melihat wajah jihoon. ketika soonyoung sibuk merekam lala yang sedang membuka tas nya. soonyoung melihat jihoon yang sedang tersenyum tapi disana juga soonyoung lihat kalau ada air mata di pipi jihoon.
“jangan nangis” soonyoung mendekatkan handphonenya dan mengatakan itu dengan pelan supaya lala tidak dengar, tapi masih bisa jihoon dengar dengan jelas lalu jihoon hanya bisa mengangguk.
tawa dan senyum yang jihoon palsukan berakhir ketika lala perlahan tertidur saat mendengarkan ia bercerita, setelah tadi mereka asik berbincang mengenai gambar yang lala buat. jihoon sempat mengambil screenshot, ini sebagai kenang-kenangan dengan lala.
jihoon, sempat diberikan dua pilihan antara rasa sakit dan orang yang memberikan rasa sakit itu. jihoon memilih untuk melupakan rasa sakitnya dan mencoba bersikap biasa terhadap orang yang menjadi penyebabnya. jihoon melupakan satu fakta kalau dengan keberadaan orang itu ia masih bisa merasakan sakit yang sudah ia lupakan. oleh karenanya, belakang ini ia memikirkan bagaimana caranya untuk menyudahi hal-hal yang membuatnya ‘merasa tersakiti’.
“kayanya 8 tahun ini, udah cukup buat aku menjadikan kamu sebagai pusat kehidupan aku. jadi maaf kalau aku terdengar egois buat ninggalin lala, tapi … aku mau punya hidupku sendiri, aku mau hidupku ini berpusat sama diriku bukan buat kamu lagi”
soonyoung seharusnya mengerti, seharusnya dia memahami keadaan jihoon yang sudah menunggunya selama delapan tahun, lalu diberikan harapan untuk masa depan bersamanya tapi gagal lagi. soonyoung harusnya paham kalau lala bukan tanggung jawab jihoon tetapi seutuhnya adalah tanggung jawab dia. harusnya jihoon tidak perlu khawatir terhadap lala karena setelah mereka berpisah semuanya dikembalikan kepada soonyoung.
“aku minta tolong, tolong berhenti ngehubungin aku dengan alasan apapun”
dan harusnya soonyoung mengiyakan apapun kemauan jihoon, karena pada akhirnya soonyoung harus ingat suatu hal bahwa mereka sudah berpisah. hak jihoon untuk menjauh, dan saat itu soonyoung hanya bisa mengiyakan dengan penuh keraguan.
setiap detik terdengar dengan jelas oleh soonyoung seolah-olah ada jam yang berada disamping telinganya yang selalu mengingatkan kalau waktu terus berjalan tanpa ada jeda berhenti, seperti biasanya.
pekerjaan, lala dan jihoon yang sudah menghilang. semua kontaknya sudah jihoon block, tidak ada celah untuk soonyoung bisa menghubungi jihoon meskipun menggunakan lala sebagai alasannya. satu bulan pertama soonyoung lewati dengan sangat berat, lala yang terus merengek, menangis ketika meminta untuk video call dengan jihoon sudah tidak bisa soonyoung kabulkan lagi. bahkan ketika lala melakukan video call dengan cici yang lala ceritakan adalah bagaimana dia tidak bisa melakukan hal yang sama kepada jihoon, bagaimana lala kecewa dengan soonyoung yang selalu mengatakan ‘tidak boleh’ ketika lala meminta untuk—setidaknya menelfon saja.
cici memang sudah memahami situasi ini dari lama, bahkan dari pertama kali lala menangis di telfon karena tidak dibolehkan berbicara dengan jihoon oleh soonyoung, cici tahu, apa yang terjadi antara soonyoung dan jihoon.
soonyoung sempat ragu dengan keputusannya. ingat. awalnya dia memutuskan berpisah dengan jihoon beralasan supaya lala bahagia dan nyaman hidup di dunia ini. tapi yang terjadi adalah, tiap malam soonyoung mendengar lala menanyakan nama jihoon, menangis minta untuk bertemu dengan jihoon. dan soonyoung bingung, apalagi yang harus dia lakukan sekarang.
bahkan ketika dia memisahkan antara lala dengan perasannya pun, soonyoung masih ragu dengan keputusannya. karena soonyoung sama, selama delapan tahun itu dia masih memikirkan jihoon, lalu ketika dia kembali bersama jihoon dia sudah membayangkan masa depan yang sama dengan yang jihoon bayangkan.
keraguannya semakin bertambah ketika ia dari awal bahkan sampai sekarangpun tidak mau melepas jihoon, pun lala yang tidak mau ditinggalkan dan terus mencari jihoon. semua asumsinya tentang kebahagiaan lala pun buyar, apakah ini sudah menjadi jalan yang tepat atau bukan, apakah sekarang dengan keadaan lala yang seperti ini dia sudah menjadi seorang papi yang bisa lala andalkan.
“papi … satu kali … lala ma-mau panggil kak cil” anak kecil itu menangis di depan soonyoung, meminta lagi keinginannya yang sudah lama tidak pernah soonyoung kabulkan.
“temen lala bilang … lala ditinggalin kak cil … lala gak … gak mau ditinggalin kak cil”
“papi” lala mendekat kepada soonyoung yang sedang duduk didepannya, ia memegang tangan soonyoung, air matanya masih mengalir, lala menangis, matanya masih menatap soonyoung penuh harapan.
Hati soonyoung terus-terusan dihujami oleh rasa sakit dan bersalah, ketika dia juga sudah jelas menginginkan jihoon dan ketika lala dengan jelas menginginkan hal yang sama, tapi soonyoung terlalu takut dengan keadaan dan pandangan orang lain yang akan berdampak kepada lala.
“lala mau sama kak cil … papi”
tangannya masih memegang tangan soonyoung lalu soonyoung genggam balik, lala di peluk, ditenangkan supaya berhenti menangis.
“papi juga mau sama kak cil”
soonyoung dengan sadar mengatakan keinginannya kepada lala, ketika lala mengatakan hal yang sama, soonyoung masih ragu karena lala masih terlalu kecil untuk mengerti kondisi yang sesungguhnya seperti apa. disisi lain, dia juga bisa merasakan kalau lala tidak mau berpisah dengan jihoon.
mungkin besok dia akan mencari cara, untuk malam ini soonyoung sudah yakin kalau lala tidak mau ditinggalkan oleh jihoon, kalau lala dan dirinya lebih memilih ada jihoon dalam hidup mereka. dan soonyoung sadar, untuk yang kesekian kalinya setelah kemarin terkubur oleh rasa insecure dan ketakutan akan masa depan, soonyoung kembali disadarkan kalau dia tidak mau ditinggalkan dan meninggalkan jihoon untuk kesekian kalinya.
soonyoung sudah menggenggam keputusannya dengan kuat dalam setiap langkah ia mencari jihoon. setelah lebih dari satu bulan yang lalu soonyoung mendengarkan permintaan jihoon untuk tidak menghubunginya lagi. putus kontak, tidak tahu jihoon sekarang dimana, apartemennya sudah kosong, jeonghan maupun jisoo tidak ada yang bisa diajak kerjasama.
tiga hari sudah soonyoung lewati tanpa hasil apapun, rasa malu sudah ia lupakan, menanyakan jihoon kepada teman-temannya dan juga kepada seungcheol. mantan atasan jihoon pun tidak tahu, yang dia tahu kalau jihoon sudah resign dari kantor tiga minggu yang lalu.
hari ini masih bukan hari keberuntungan soonyoung, setelah tadi dia selesai mengurus perpindahan sekretarisnya yaitu wonwoo dan berhadapan dengan sekretaris baru yang masih membutuhkan adaptasi, sempat membuat soonyoung pusing seharian. ketika soonyoung pulang ke rumah ada lala yang kembali menanyakan kapan ia bisa segera bertemu dengan jihoon.
“belum ketemu sama kak cil nya, lala sabar ya, nanti kalau papi udah ketemu sama kak cil, papi ajak lala buat ketemu kak cil”
pelan, soonyoung menjelaskan kepada anaknya bahwa keberadaan jihoon masih belum ia ketahui. sangat beruntung seorang kwon soonyoung ketika ia mempunyai anak yang lumayan pengertian ketika diberi penjelasan, lala hanya mengangguk meskipun raut mukanya tidak berbohong kalau dia kecewa karena masih tidak bisa berbicara dengan jihoon.
lalu dua malam berikutnya ketika lala kembali bertanya dan soonyoung masih belum menemukan petunjuk apapun tentang jihoon.
“kalau nanti kita udah ketemu kak cil, papi cuman mau ngasih tau lala kalau papi bakal sama kakak cil terus”
“lala boleh ikut?”
“sama lala juga, jadi kita bertiga. lala gak papa kalau kaya gitu?”
“iya, lala sama ka cil bisa ketemu tiap hali?”
“iya”
“hehe lala nanti bakal seneng telus tiap hali”
sayangnya, soonyoung masih belum menemukan jihoon sampai satu minggu sudah ia lewati. ada hal yang bisa ia lakukan, sudah ia pikirkan tadi malam. setelah menitipkan lala kepada bibi di rumah dan bilang kalau dia akan pulang malam. setelah pulang kerja soonyoung bukannya pulang ke rumah tapi ia langsung pergi ke bandung. dengan harapan, mungkin jihoon akan pergi ke bandung ke rumah orang tuanya.
jam tujuh malam, soonyoung sudah sampai di cimahi. dia lupa, rumah jihoon dimana, warnanya apa, nomer berapa. ia tanya kepada seokmin dan jun, mereka pun lupa. sialnya, malam itu bandung hujan deras, pandangannya dari kaca ke jalan terhalangi oleh air hujan, pandangannya dari mata menuju ke kaca mobil yang ia tatap terhalangi oleh air matanya sendiri.
hanya dengan mengandalakan gps, malam itu soonyoung berkelana, mencari rumah jihoon dari ujung sampai ke ujung, soonyoung masih lupa dimana rumahnya atau mungkin memang suasana kota sudah berubah, ada yang ditambahkan dan ada yang dikurangi sehingga ingatan soonyoung tentang rumah itu menjadi buyar.
sampai soonyoung melihat tanda kalau dirinya sudah terlalu jauh mencari, sampai ke ujung bandung, sampai ke cibiru lalu ke jatinangor, soonyoung lupa dengan nama daerahnya.
untungnya malam itu ia melihat beberapa pengendara motor berteduh, soonyoung menghampiri mereka, ia keluar dari mobil, menanyakan tentang daerah yang sedang ia berusaha ingat itu.
‘’kalau gak salah sih daerahnya dekat dari jatinangor atau cibiru ini pak, cuman saya lupa dimananya tapi yang saya inget perumahannya harus ngelewati mall dulu”
“ubertos lain a?” (ubertos bukan?”)
“bukan pak, itu ujung berung kan ya? tadi sudah kelewat. dulu belum ada juga sih pak kalau yang itu”
“MIM sugan?” (MIM kali ya?)
“iya tah deket lumayan a dari cibiru, jalan seokarno hatta” kata salah satu orang yang disana
“dibelakang mall nya ada perumahan ya pak?” tanya soonyoung lagi, yang dia ingat cuman itu, karena dulu dia juga bisa dihitung jari ketika mengantarkan jihoon pulang ke rumahnya kalau lagi libur semester.
“ada, margahayu raya coba cek aja a perumahan yang itu”
soonyoung pun berterimakasih kepada mereka yang sudah membantu, meskipun belum yakin, ia tetap menuju jalan yang tadi disebutkan.
jam sembilan malam, dia sudah berada di margahayu raya, soonyoung mencari rumah, tapi dia malah merasa asing dengan dearah ini. sepertinya bukan di daerah ini rumah jihoon berada. dengan keadaan baju yang sudah basah, karena ia beberapa kali keluar lagi dari mobil, bertanya lagi tapi tetap nihil, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. soonyoung memutuskan untuk pulang ke jakarta.
soonyoung sampai di jakarta pada pukul dua belas malam, ia langsung tertidur karena merasa sangat lelah. hari berikutnya ia sudah mendapatkan informasi dari seokmin kalau rumah jihoon itu memang ada di margahayu raya. soonyoung berpikir kalau ia akan pergi keesokan harinya, semoga tidak hujan lagi supaya proses mencari rumah jihoon akan lebih mudah baginya.
dan dihari berikutnya, setelah kembali izin kepada lala. soonyoung pergi ke bandung untuk yang ke dua kalinya, sial, bandung masih hujan. pukul delapan malam, soonyoung sudah tiba di daerah yang kemarin ia datangi. menanyakan keberadaan rumah jihoon kepada orang-orang disekitar.
“rumah bapak lee? yang anaknya kerja di jakarta ya?” kali ini soonyoung bertanya kepada orang yang tepat.
“iya bu” jawab soonyoung, ia berhenti di warung yang masih buka.
“da atuh kalau gak salah mah udah pindah mereka teh a, coba tanya aja ke penghuni barunya, siapa tau mereka tau pindahnya kemana”
soonyoung sudah kehilangan harapan, rasanya sudah lelah, tapi dia masih mau bertanya kepada pemilk baru dari rumah itu, harapan terakhirnya.
sampailah soonyoung didepan rumah yang dulunya keluarga jihoon tempati. ia memencet bel, menunggu ada orang keluar. dengan harapan palsunya, soonyoung berharap kalau yang keluar itu salah satu dari keluarga jihoon, tapi memang benar kata ibu warung tadi kalau rumah ini sudah ada pemilik lain.
“cari siapa a?”
“lee jihoon pak”
“oh penghuni lama rumah ini ya? udah pindah a”
“bapak tahu tidak ya pindahnya kemana?”
“aduh, kurang tahu saya, udah 4 tahun lalu a”
malam itu soonyoung pulang lagi ke jakarta dengan perasaan yang hampa, sambil menelfon cici dan bercerita kalau dia sudah tidak tahu lagi harus mencari jihoon kemana, dia sudah janji kepada lala, soonyoung juga ingin berbicara dengan jihoon, meluruskan keputusannya sekali lagi.
satu minggu jihoon lalui untuk beradaptasi dengan dengan tempat baru. dua minggu jihoon putuskan untuk segera mempersiapkan cv nya lagi, ia berencana untuk bekerja jika sudah satu bulan ia berada di malang, meskipun tabungannya masih banyak tapi jihoon tidak mungkin hanya berdiam diri di apartemen yang baru saja ia sewa.
tiga minggu ia lewati, jihoon mendatangi saudaranya. hanya sekedar mengunjungi, sebentar sekitar satu jam lalu pergi lagi. tipikal seorang lee jihoon yang tidak terlalu dekat dengan keluarganya. orang tuanya masih di bandung, ketika tahu jihoon akan pindah pun mereka tidak ada yang protes. karena memang mereka tidak sedekat itu.
hari rabu, sekitar pukul tiga sore, jihoon masuk ke dalam coffee shop. setelah memesan minuman, ia duduk dan mengambil handphonenya.
“apa ka han?” jihoon mengangkat telfon dari jeonghan, apartemen di malang disiapkan oleh jeonghan. jisoo juga tahu tentang kepergian jihoon ke malang. mereka tidak berbicara kepada siapapun, bahkan jisoo berjanji untuk tidak membocorkan ini kepada jun sekalipun. intinya yang tahu hanya jeonghan, jisoo dan keluarga jihoon.
“lagi dimana? sama siapa?”
“café, sendiri ka, tadi aku habis dari rumah saudara yang ada di malang”
“oh okeey, gimana di sana? apartemennya nyaman kan?”
“lebih tenang dari pada jakarta hehe, enak ko ka, aku di sini makan teratur, mulai bulan depan aku mau lamar kerjaan”
“jadi beneran mau menetap di sana lama?”
“mungkin”
perbincangan dengan jeonghan dan jisoo selalu menjadi kegiatan rutin bagi jihoon, dulu waktu di jakarta mungkin tidak sesering sekarang. baru tiga minggu jihoon di malang, jeonghan dan jisoo masih belum terbiasa dengan jarak yang begitu jauh sehingga mereka hanya bisa melakukan telfon dan video call. jisoo kadang menelfon jihoon di malam hari dan jeonghan sesukanya dia.
sedang asik bercerita dengan jeonghan sambil meminum minumannya, jihoon dikagetkan dengan seseorang yang baru saja masuk ke dalam café itu dan langsung mendekatinya.
“jihoon?” tanya wanita itu ketika mendekat. jihoon mematikan telfonnya dengan jeonghan. dia kaget, sangat.
“oh? cici?”
lalu cici duduk di depan jihoon yang masih terkaget-kaget dengan keberadaan cici.
“kamu selama ini di malang? ya tuhan jihoon”
“cici ko ada di sini? bukannya surabaya ya?”
“aku kesini dua minggu sekali, kantor klien ku ada di sebrang café ini”
“oh” jihoon mengangguk, sebenarnya dia masih kaget, loh ko bisa bertemu dengan cici. dia pikir malang adalah tempat yang aman dari mereka semua yang sedang jihoon hindari.
perbincangan basa-basi, saling menanyakan kabar, cici menanyakan alasan jihoon kenapa tidak bisa dihubungi dan disinilah jihoon kembali harus mengungkit permasalahan yang sedang ia coba lupakan.
“aku tahu dari soonyoung, baru malam kemarin dia nangis-nangis di telfon sambil bilang ‘aku capek ci, gak ketemu’ … dia nyari kamu jihoon sampai ke bandung, dua kali ke bandung pulang jam dua belas malam ke jakarta tapi nihil gak dapat kabar”
“kenapa harus dicari, aku kan sudah bilang waktu itu sama ka soonyoung supaya gak hubungin aku lagi dengan alasan apapun”
“aduh jihoon, kasihan loh soonyoung nya udah nyari kamu kesusahan pula, dia sampai kecapean dan gak masuk kerja”
“kalau khawatir kenapa gak cici aja yang ke jakarta”
“jihoon?”
“kamu masih sayang kan sama dia?” tanya jihoon kepada cici, matanya menatap cici tapi tatapannya terlihat kosong, hitam, seperti orang yang kehilangan seluruh harapannya dan tidak perduli lagi dengan apapun yang akan terjadi.
“udah gak ada jihoon, perasaan itu di aku udah gak ada. bahkan sebelum kita cerai pun udah gak ada”
“udah gak ada? berarti pernah ada?”
“waktu hamil, mungkin waktu itu yang membuat aku ngerasa sayang banget sama soonyoung, karena dia memperlakukan aku dengan baik. mungkin waktu itu juga bawaan lala kali ya. tapi aku selalu di sadarkan sama sikapnya dia kalau ini itu gak mungkin terbalaskan sampai kapan pun, dan itu terbukti”
jihoon diam dan cici hanya memandanginya.
“jihoon, soonyoung itu selalu nyeritain tentang kamu, matanya selalu berbinar-binar ketika ngomongin keahlian kamu, kepintaran kamu. terus habis itu dia suka tiba-tiba sedih, katanya kangen tapi gak tau harus gimana. dari dulu, perasaannya dan kasih sayangnya selalu buat kamu. kamu tahu kenapa aku dukung-dukung aja ketika soonyoung mau balikan sama kamu? bukan berarti aku gak mikirin lala tapi aku tahu seberapa sayangnya dia sama kamu”
“tapi cici juga harusnya udah tahu alasan apa yang membuat kita memutuskan untuk pisah”
“iya, paham. terimakasih udah mementingkan lala dibanding perasaan kalian. tapi kamu tau tidak? kenapa lala terbiasa dengan absennya aku sebagai maminya sendiri?” jihoon menggelengkan kepalanya.
“dari dulu lala lebih dekat dengan papinya, ketika aku super sibuk bahkan ketika lala baru berumur tiga bulan aku memutuskan untuk bekerja, sebagai anak tunggal pemilik perusahaan mau tidak mau mau, suka tidak suka, soonyoung yang masih belum paham tentang perusahaan yang aku pegang saat itu memutuskan untuk cuti dan ketika cutinya habis dia selalu pulang tepat waktu, banyak menghabiskan waktu dengan lala. jadi lala pada dasarnya memang sudah terbiasa dengan ketidakhadiran aku. pernah gak lala waktu video call sama kamu, terus dia curhat kangen sama maminya?”
“enggak pernah ci”
“nah … terus lala ketika pindah ke jakarta ketemu kamu, yang bisa dia tanya-tanya, yang bisa dia ceritain tentang kehidupannya di sekolah, yang bisa dia banggain ke temen-temennya, yang bisa lala andalkan ketika lala tidak bisa mengatakan beberapa hal kepada soonyoung dia bilangnya sama kamu”
“terus aku harus gimana?”
“waktu aku video call, soonyoung lagi tiduran ditemenin lala. aku beneran sedih banget, aku gak nyalahin kamu. tapi aku berharap kamu ada di sana. soonyoung itu kalau lagi biasa aja suka picky makan nya apalagi kalau sakit dan kamu yang paham dia kaya gimana, lala waktu bicara sama aku malah nangis, yang dia tanyain pun kamu ‘&mami, tau ka cil dimana? papi udah cape nyarinya, tapi lala masih mau ketemu*’ … lala masih kecil, sesayang itu dia sama kamu dan malah kamu tinggalin”
jihoon tidak memiliki niat untuk memberikan kesulitan kepada mereka berdua, kepada lala dan juga soonyoung. niat jihoon cuman satu, dia cuman mau terbebas dari ketidaknyamanannya. setelah mendengar perkataan cici, kenapa jadi dia yang merasa bersalah, jihoon sudah yakin kalau dia tidak memiliki tanggung jawab apapun kepada lala dan soonyoung. hidup mereka sudah beralih menjadi tanggung jawab masing-masing. jihoon bertanggung jawab atas perasaan dan hidupnya, soonyoung bertanggung jawab atas lala dan juga hidupnya.
“aku rasa, soonyoung sudah punya keputusan lain dan dia sudah yakin dengan rencananya yang melibatkan kamu, karena kita sudah berbicara banyak, aku dan soonyoung sudah mengobrol untuk masa depan lala sesuai dengan yang lala inginkan”
“aku udah gak punya harapan apapun, aku udah nyaman sendiri. semoga ka soonyoung dan juga lala bisa menjalani hidup mereka dengan nyaman secepatnya … secepatnya bisa terbiasa tanpa aku seperti aku yang sedang membiasakan diri tanpa mereka”
tindakan jihoon, sudah direncanakan dan dipikirkan. tidak ada kata kembali ke dalam kesengsaran. jihoon ingin memenuhi janjinya kepada soonyoung dan kepada dirinya, ketika jihoon bilang kalau ia akan bahagia dengan jalannya sendiri, dengan caranya sendiri dan mungkin beginilah cara jihoon.
cici dengan segala kekurangannya, ia masih ingin melihat anaknya bahagia meskipun bukan dia yang memberikan kebahagiaan itu. sudah tiga hari setelah bertemu dengan jihoon dan tidak ada satu malam pun yang cici lewatkan untuk merenung. dilema antara memberitahu soonyoung tentang keberadaan jihoon atau tidak.
malang memang luas, tapi mantan istri soonyoung itu mengira kalau jihoon tinggal di daerah café yang menjadi tempat mereka bertemu, tempat dimana takdir kembali mempermainkan kisah seorang lee jihoon.
dan lagi, keinginan cici untuk memberitahu soonyoung selalu diuji dan didukung oleh lala yang setiap melakukan video call anaknya itu selalu bebricara mengenai jihoon, tidak jauh-jauh dari menanyakan keberadaan jihoon.
dengan segala pertimbangannya, ketika cici mulai egois demi lala. sabtu malam, cici memberitahu kalau ia sudah bertemu dengan jihoon di malang. lala sangat senang begitupun dengan soonyoung. cici menceritakan bagaimana ia bisa bertemu dengan jihoon. sehabis bercerita cici menyuruh soonyoung untuk datang ke malang, membawa lala dan bertemu dengan jihoon.
“kayanya aku tahu jihoon tinggal dimana, soalnya waktu kita pulang bareng jihoon cuman jalan ke area apartemen deket café yang di depan kantor klien ku itu”
untuk soonyoung sendiri ini kabar yang dia tunggu-tunggu, dia sudah menyiapkan semuanya, dibantu oleh cici. hanya tinggal jihoonnya saja yang belum ketemu. mungkin besok atau lusa, setelah mendapatkan tiket pesawat soonyoung akan berangkat bersama lala untuk menjemput jihoon.
ada lala yang semangat, soonyoung yang sedikit was-was. mereka berdua sudah berada di kota malang. tadi sempat ketemu cici sebentar setelah itu mereka beristirahat di hotel yang tidak jauh dari tempat café yang waktu itu cici ceritakan.
“aku udah minta mba waiters-nya buat hubungin aku kalau ada jihoon ke café mereka” kata cici sebelum ia melepas soonyoung dan lala pergi ke hotel.
dan ya, ketika jam 5 sore soonyoung mendapatkan kabar dari cici kalau jihoon sedang berada di café itu, biasanya jihoon cuman sebentar, membeli minuman lalu pergi. kecuali kalau ada telfon dadakan dari jeonghan maka dia akan diam dulu.
masih dengan harapannya, lala dan juga soonyoung pergi menuju café itu. tidak ada persiapan istimewa yang soonyoung lakukan selain rencananya yang sudah terdengar meyakinkan dan siap untuk dilaksanakan.
ketika soonyoung diam saja, lala meronta minta turun. kaki kecilnya itu melangkah dengan cepat, menuju orang yang selama ini ia cari. lala tidak menggubris perkataan soonyoung yang menyuruhnya untuk tidak berlari, ia terus berlari ingin segera sampai kepelukan jihoon yang sedang kaget karena melihat mereka ada di hadapannya.
bahkan ketika lala terjatuh, badannya tersungkur, kalau anak lain mungkin akan memutuskan untuk menangis dan merengek sambil memegang pipinya yang terbentur ke aspal, tapi lala tidak. dia berdiri dan tetap berlari menghampiri jihoon.
ketika lala jatuh, jihoon baru tersadarkan. dia pun menghampiri lala dengan cepat, menjatuhkan minumannya yang baru saja ia beli dari café.
lala bertemu dengan orang yang bisa membuatnya tertawa ketika sedih, orang yang selalu mendengarkan ceritanya dengan senyuman dan lala suka akan hal itu, orang yang selalu bisa menjawab semua pertanyaan lala, yang selalu menanyakan ‘’lala gimana tadi sekolahnya?”, “lala seneng?”, “tadi waktu sekolah ada yang bikin sedih? kenapa?” semua pertanyaan itu yang lala butuhkan, kehangatan jihoon kepadanya yang membuat lala tidak mau kehilangan sosok jihoon ini dalam hidupnya.
“lala, bakal jadi anak baik … gak mau ditinggal pelgi”
jihoon membawa lala masuk ke dala café, mendudukan lala di kursi lalu jihoon meminta kotak p3k kepada pegawai café. membersihkan pipi lala yang tergores sehingga mengeluarkan sedikit darah. lala hanya diam, menangis, tangannya masih memegangi kemeja jihoon.
soonyoung masuk ke dalam café, menyusul lala dan juga jihoon.
“berdarah gak?” tanya soonyoung
“sedikit, ini lagi aku bersihin dulu”
soonyoung mengusap kepala lala, mengambil kursi supaya jihoon bisa duduk ketika sedang membersihkan luka lala. soonyoung sendiri malah berdiri menunggu jihoon selesai.
“pipi tembemnya jadi merah, lain kali jalannya pelan-pelan ya biar ga jatuh” kata jihoon
lala yang baru saja selesai diobati langsung mendekat dan memeluk jihoon lagi. mereka keluar dari café itu, berjalan dengan lala yang masih digendongan jihoon.
“hotel mana? atau di rumah cici?”
“hotel yang itu” kata soonyoung sambil menunjuk satu hotel yang berada di dekat café.
sampai di depan kamar nomer 342. jihoon sempat ingin melepaskan lala, menurunkannya tapi lala tidak mau, dia malah semakin erat memeluk leher jihoon. seakan melarang jihoon untuk tidak pergi dan melepaskannya lagi.
jihoon pun ikut masuk ke dalam kamar hotel, duduk di sofa masih dengan lala yang tidak mau melepaskan pelukannya.
“tadi minuman kakak, masih baru malah kebuang” jihoon mengelus punggung lala.
“hehe … kalena lala jatuh ya?”
“iya, kakak kaget”
soonyoung menyimpan tiga botol minuman di atas meja. ia duduk di sofa lain dan berhadapan dengan jihoon yang sedang bercanda dengan lala.
“ada kerjaan disini?” soonyoung menjawab dengan gelengan kepala dan jihoon paham akan sesuatu.
“oh, dikasih tau cici?”
lalu soonyoung mengangguk. seketika soonyoung merasa lebih tenang dari sebelumnya, seperti bebannya sedikit terangkat ketika lala ada dipangkuan jihoon. Soonyoung menyenderkan badannya di sofa, memperhatikan jihoon dan juga lala dengan tatapan yang—sejujurnya soonyoung ini sudah sangat lelah, dia cuman mau merasakan tidur dengan tenang lagi.
“kalau capek, tidur ka” lala yang mendengar perkataan jihoon itu langsung melihat ke arah papinya. ia turun dari pangkuan jihoon dan menghampiri soonyoung.
lala menangkup kedua pipi soonyoung, mengecup kening orang tuanya itu lalu tersenyum dan dia mengucapkan sesuatu yang membuat jihoon merasa sangat disayang oleh lala.
“papi … telimakaci … lala ketemu kak cil hehe” dan soonyoung memeluk lala, mengecup kening lala balik dan melepaskannya lagi karena lala sudah mau berpindah ke pangkuan jihoon.
selama jihoon di dalam kamar hotel, ia mendengarkan banyak cerita dari lala, tentang bagaimana lala merasa sedih karena ditinggalkan olehnya, tentang lala yang suka ditinggal sampai malam karena papinya mencari jihoon terus-terusan dan lagi, jihoon cuman bisa tersenyum miris mendengarkan cerita lala, ia peluk lala dan mengucapkan kata maaf.
setelah melihat jihoon bersama lala, soonyoung dengan berani menyampaikan rencananya kepada jihoon. ia menjelaskan tentang rencananya untuk tinggal di luar negri bersama lala dan juga jihoon. tentang pekerjaannya yang berpindah lokasi, meskipun tidak bekerja di perusahaan cici lagi tapi soonyoung mendapatkan pekerjaan itu dari temannya cici.
soonyoung menceritakan kalau lala setuju dengan semua rencananya, karena soonyoung membuat rencana ini berdasarkan permintaan lala juga. beberapa kali soonyoung meyakinkan lala apakah tidak apa kalau dia bersama dengan jihoon, dan lala selalu mengatakan tidak apa-apa.
“kamu gak mikirin gimana cici? dia mau ketemu sama anaknya jauh”
“kita udah ngomongin ini cil, mau dimana? pilihannya banyak selain inggris, cuman kalau kerjaan emang adanya disana”
“kasian lala, nanti dia kangen sama cici terus kalau mau ketemu susah, aku gak mau nanti malah ada masalah lagi”
“ya lo tanya lala dah cil, dia maunya gimana. lo jelasin, terus tanya dia”
“dia masih kecil ka”
“tapi dia tau apa yang dia mau”
“enggak, aku … udah gak mau berharap sama kamu lagi, sama keadaan kita”
“cil”
“itu … lala mau … nanti satu lumah … lala … papa cil gitu manggilnya”
soonyoung bahkan kaget sendiri ketika lala ikut berbicara, meyakinkan jihoon yang sedang tidak mau berada diantara mereka.
“lala … mau tinggal sama yang sayang sama lala … mau sama kak cil, please”
“terus nanti jauh sama mami lalanya gimana?”
“gak papa, mami telpon aja bisa … mami sibuk … lala gak suka”
malam itu jihoon yang terpaksa harus menginap di hotel masih belum meberikan jawaban atas ajakan soonyoung dan juga lala. tapi sudah jelas kalau jihoon tidak setakut sebelumnya untuk bersama mereka. mungkin ini jawaban dari semesta, mungkin semesta tidak akan menyakiti jihoon untuk kali ini. mungkin jihoon akan mencoba satu kali lagi dan berharap semuanya akan indah sesuai dengan apa yang dia inginkan.
dua bulan setelah kejadian membujuk jihoon di malang. jihoon ikut kembali ke jakarta bersama soonyoung dan juga lala. tinggal di rumah soonyoung untuk sementara, karena dalam kurun waktu satu bulan lagi mereka akan pindah ke negara yang jihoon pilih.
semuanya sudah rampung, visa dan juga rumah serta pekerjaan jihoon dan juga soonyoung. mereka hanya tinggal berangkat.
“cil mau ke rumah orang tua lo dulu?”
“gak usah ka, aku udah kasih tau ko. lagian mereka gak terlalu tertarik juga sama kehidupan aku, semenjak aku lulus kuliah kan hidup aku terserah aku”
“lah nanti kalau pas nikahan gak bakal diundang? mau izin dulu kali gue sama orang tua lo”
“kalau kamu mau yaudah ayo ke rumah dulu”
setelah hari sabtu dan minggu mereka habiskan menginap di rumah orang tua soonyoung untuk berpamitan karena mereka akan segara berangkat, hari berikutnya soonyoung, lala dan jihoon pergi ke rumah jihoon yang berada di bandung.
“waktu itu gue cari-cari rumah lo gak ketemu, ternyata pindahnya kesini”
sama dengan orang tua soonyoung yang sudah tidak mau ikut campur dengan urusan anaknya, keluarga jihoon pun mengiyakan apa yang jihoon dan soonyoung sampaikan. untung ada lala, dia selalu yang menjadi obat anti canggung untuk soonyoung maupun jihoon. karena lala selalu ceria di depan orang tua jihoon sehingga orang tua jihoon pun menyambut lala dengan baik.
“ayo siap-siap kita ke taman” ajak jihoon kepada lala, padahal lala tadi sangat excited untuk pergi karena ini pertamakalinya mereka akan keluar dari rumah baru mereka.
“papi cepet ganti baju” lala menarik tangan soonyoung untuk segera mengganti pakaiannya karena dari tadi soonyoung malah tiduran sambil nonton tv di ruang tengah.
“ka, aku sama lala udah siap loh”
“males cil gue … asli mending tiduran”
“lala, kelitikin papi kamu sana sampai pipis di celana”
lala sudah duduk di atas perut soonyoung siap untuk menggelitiki papinya.
“hahaha aduh iya la, bentar ini papi bangun asli bangun ini mau bangun”
kehidupan mereka di tempat yang baru, suasana yang baru, sesuai dengan kemauan mereka bertiga. untuk menjadi satu keluarga kecil yang bisa membahagiakan lala dan juga mereka berdua sebagai pasangan. sebab tidak ada yang tidak mungkin, ketika sudah mempunyai rencana dibarengi dengan usaha, seperti yang soonyoung dan jihoon lakukan.
—kalau ini kebahagiaan kami, maka biarkan seperti ini tuhan—