nyongji96

The star and its universe 15 22 1996

heartbreak anniversary

di rumah soonyoung sedang ada lala yang sibuk belajar dengan bibinya, dipantau oleh soonyoung yang sedang melakukan zoom meeting terkait pekerjaan. beberapa hari ini dia memutuskan untuk bekerja di rumah karena lala sedang sakit. baru dua hari lala keluar dari rumah sakit setelah dirawat sekitar empat hari. soonyoung masih belum tega meninggalkan lala hanya dengan bibi pengasuhnya ketika lala masih merasakan demam dan susah makan. anak itu tidak mau makan sama sekali apabila tidak soonyoung suapi. anak itu tidak mau meminum obatnya kalau bukan soonyoung yang menyuapi semua obat yang harus lala makan dan minum. beberapa pil tidak masalah bagi lala, yang penting disuapi sama soonyoung. memang lala sangat ketergantungan kepada soonyoung, dia sudah terbiasa apapun yang dia lakukan harus dengan soonyoung disampingnya.

hanya ada satu kebiasaan yang mau tidak mau harus lala lepaskan. kalau dulu sebelum tidur akan selalu ada jihoon yang menemaninya dengan cerita-cerita luar angkasa yang lala sukai, bahkan tentang hal-hal random yang lala tanyakan akan terjawab dalam satu waktu. sehingga tidur lala nyenyak, tidak memikirkan lagi pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya. dan sayangnya, kebiasaan itu lala buang dengan berjalannya waktu. perlahan lala pun terbiasa dengan seribu alasan yang soonyoung berikan kenapa dia tidak bisa bertemu dengan jihoon setiap hari, kenapa dia tidak bisa mendengarkan jihoon bercerita lagi setiap malamnya.

di sisi lain, jihoon sudah tidak tahu ingin berbuat seperti apa. ketika lala masih sering memintanya untuk bercerita dan menemaninya. jihoon ingin melakukan semua itu lagi, tapi keadaan tidak membolehkannya. jihoon sadar itu tidak bisa terus-terusan ia lakukan. dan dengan perlahan dia mengurangi intensitas pertemuan dengan lala. sampai pada akhirnya dari satu minggu sekali menjadi 2 bulan sekali. atau bahkan dalam 2 bulan tidak bertemu sama sekali.

mungkin waktu akan terus mengikis frekuensi pertemuan mereka, mungkin memang inilah yang harusnya terjadi ketika mereka setuju dengan perpisahan.

tapi kembali lagi dengan kenyataan pahit yang mereka simpan rapat-rapat.

ada satu sweater favorite jihoon yang masih soonyoung simpan di dalam lemarinya. dan ada sepasang sepatu soonyoung yang masih jihoon simpan di ruang tengah, berjejer dengan sepatunya.

bukan lupa tidak dibawa, tapi mereka berdua secara sadar, sengaja menyimpan barang-barang itu di tempat yang seharusnya.

karena seharusnya rumah soonyoung adalah rumah jihoon, seharusnya apartemen jihoon adalah apartemen soonyoung. meskipun mereka tidak pernah kembali dan diam di tempatnya masing-masing. tapi ada sweater favorite dan sepatu yang tinggal dan diam ditempat yang sang pemiliknya tidak bisa datangi lagi.


selama mereka berpisah, selama mereka memutuskan untuk berhenti mengakhiri apapun yang mereka sebut saat itu. bukan hanya satu kali, tapi berkali-kali mereka bertemu, menyapa seadanya dan tidak lebih dari itu.

tidak lebih dari itu–luarnya. jika di dunia mereka ada manusia paling hebat dalam berpura-pura mungkin soonyoung dan jihoon bisa menjadi salah satu pemenangnya. setelah saling sapa, yang satu mencoba menyibukan diri dengan anaknya sedangkan yang satunya lagi mencoba seceria mungkin di depan sang anak. padahal isi kepalanya terus menyuruh mereka untuk mengobrol penuh dengan basa basi, hanya ingin menanyakan kabar saja susah mereka ucapkan.

di titik ini mereka berdua iri dengan lala, yang bisa dengan bebas memeluk atau mengobrol tanpa rasa canggung. yang masih diberikan kasih sayang secara penuh oleh keduanya secara terang-terangan. soonyoung merasa iri dengan lala begitupun dengan jihoon.

mereka memiliki satu lingkaran pertemanan yang sama. orang-orang terdekat paham dengan kondisi soonyoung dan jihoon saat ini. ketika soonyoung mengatakan semuanya baik-baik saja setelah berpisah dengan jihoon, mereka semua paham kalau yang diucapkan oleh soonyoung itu bukan kenyataan melainkan sebuah harapan. begitupun dengan jihoon, ketika dia bilang dia sudah terbiasa dengan keadaannya, semua orang pun tahu kalau itu hanya keinginannya yang sampai saat ini masih belum bisa dicapai.

karena kalau harus jujur, diatas semua kata-kata yang terdengar. perkataan yang terdengar tegas dan sudah mutlak, pada nyatanya mereka diam-diam merasa takut. takut kalau jihoonnya sudah berhenti menaruh harapan, takut kalau soonyoungnya sudah tidak memiliki perasaan.

jika semesta bisa berbicara dan menyampaikan pesannya kepada dua orang yang terlihat baik-baik saja tapi penuh dengan kekhawatiran, maka semesta akan berkata

”tenang saja soonyoung, karena jihoon masih menaruh harapannya dengan kuat”

”dan tenang saja jihoon, karena soonyoung tidak pernah sekalipun menghilangkan perasaannya”


dalam kasus mereka, pertemuan biasa akan menjadi sesuatu yang luar biasa. acara kondangan yang kebanyakan orang hindari malah soonyoung dan jihoon tunggu-tunggu. pasalnya dimomen itulah, mereka bisa saling bertemu.

duduk melingkar dengan meja yang sama, teman-temannya sudah terbiasa dengan kecanggungan antara soonyoung dan jihoon. pun dengan mereka berdua.

tapi entah kenapa, menurut jihoon akan selalu ada kilas balik ketika menatap mata soonyoung. dan menurut soonyoung, akan selalu ada rasa bersalah dalam hatinya ketika ia menatap mata jihoon.

ketika melihat mata soonyoung yang juga sedang menatapnya saat ini, jihoon pasti selalu teringat dengan moment dimana mobil soonyoung pergi meninggalknanya di depan rumah jeonghan. jihoon mengingat itu, selalu. memberikan sugesti pada dirinya sendiri kalau berakhir adalah kata yang tepat untuk ditempatkan diantara jihoon dan soonyoung.

tapi kadang, ketika semuanya menjadi gelap, semua orang tertidur dengan lelap. pertanyaan ‘kenapa?’ itu kerap muncul di benak keduanya.

”kenapa harus kaya gini?”

”kenapa harus berpisah?”

”kenapa aku tidak bisa bahagia?”

”kenapa sesusah ini buat bareng-bareng?”

”kenapa harus terjadi sama kita?”

mau ditangisi, air matanya sudah habis. mau disesali, tapi ini merupakan keputusan yang keduanya setujui untuk terjadi. tidak bisa menyalahkan siapapun dan mereka berdua tidak akan pernah berani untuk menyalahkan keadaan.


hari ini lala sudah sangat cantik menggunakan gaun yang beberapa hari lalu soonyoung pesan. soonyoung pun sama sudah tampan dengan jas berwarna hitam kesukaannya, mereka berdua sudah siap untuk pergi ke pernikahan salah satu rekan kerja soonyoung.

“ayo la, udah siap?”

“siaaaap” katanya dengan gembira, setelah sakit beberapa hari yang lalu. lala sudah mulai ceria lagi dan ini merupakan kegiatan bermain keluar pertamanya, oleh karenanya lala sangat bersemangat.

perjalanan tidak terlalu jauh, soonyoung memegang tangan lala dan mereka berjalan masuk ke dalam gedung acara resepsi pernikahan.

“lalaaaa” dari jauh sana terdengar suara jeonghan dan jisoo yang berteriak memberikan isyarat untuk soonyoung dan lala supaya menghampiri mereka.

“macet banget heran” kata soonyoung

“ya lo perginya kesiangan” jawab jeonhan ketus

“iya sih” jawab soonyoung

“si juned mana?” lanjutnya

“udah ambil makanan tuh” jisoo menjawab pertanyaan soonyoung.

“oh, jadi si mingyu kapan baliknya han?”

“mungkin akhir tahun ini, nungguin libur semesternya”

“pengennya sih sekarang-sekarang ya han udah kangen soalnya” kata jisoo sambil bercanda menggoda jeonghan

“apasih anjir” jawab jeonghan dengan ketus meskipun pipinya sedikit memerah.

“kak ciiil” itu suara lala, yang membuat semuanya menjadi diam. antara penasaran dengan apa yang anak kecil itu katakan lagi dan penasaran dengan respon orang yang barusan saja disebut namanya.

“ada apa lala?” jawab jihoon dengan senyuman terbaiknya yang ia berikan untuk lala.

“aku kangen sama kak cil … “ perkatannya terhenti, tapi matanya masih menatap jihoon dengan berkaca-kaca.

“aku kangen banget” lanjutnya

jihoon tersenyum, menunduk mendekati lala. memposisikan dirinya sejajar dengan anak kecil yang batinnya sedang meronta minta dipeluk.

“aku juga kangen banget sama lala”

dan lala menghambur ke dalam pelukan jihoon. dengan erat, penuh kasih sayang dan rasa rindu yang sudah lama tidak pernah lala suarakan.

soonyoung dalam hatinya merasa senang, dua orang yang dia sayangi saling memeluk melepas rindu satu sama lain.

disini tinggal soonyoung, yang masih belum bisa memeluk jihoon, pun sebaliknya. pikirnya, cukup lala saja yang mewakilkan. meskipun dirinya juga ingin melakukan hal yang sama.

jika dalam momen kondangan seperti ini, mereka akan sibuk mengobrol sambil menikmati makanan yang ada. jeonghan dan jisoo sibuk dengan memberikan komentar kepada baju orang-orang yang datang ke kondangan, disana ada jun yang sekali-kali memperingati mereka berdua untuk berhenti.

disisi lain ada soonyoung yang fokusnya kepada jihoon dan anaknya. menyaksikan mereka mengobrol penuh tawa. kadang dia ikut menjawab apa yang lala tanya. kadang dia hanya tersenyum pahit ketika sadar kalau pemandangan di depannya ini akan segera hilang dalam beberapa jam.

seperti biasanya, ketika sudah berkumpul di akhir acara akan ada foto bersama. jeonghan, meskipun tidak diminta akan tetap melakukan hal yang diinginkan jihoon.

“jihoon sini dong, lala juga sini”

dalam setiap langkah yang jihoon ambil, dia tersenyum. menggenggam tangan lala dan mengatakan “ayo” dengan penuh semangat.

mereka berjajar, siap untuk difoto. lala berdiri diantara soonyoung dan jihoon. senang dengan fakta bahwa lala bisa memiliki foto dengan kak cil, senang karena hari ini lala setidaknya bisa berbicara lagi dengan kak cil yang selalu lala rindukan. pun dengan soonyoung, dia senang.

tangan jihoon berada diatas pundak lala. dengan sadar dan tahu akan resiko apa yang akan dia dapat nantinya, soonyoung juga meletakan tangannya di atas tangan jihoon yang sedang memegang pundak lala.

jihoon terkejut, sempat melihat ke arah soonyoung sebentar sebelum kembali lagi fokus ke arah kamera yang sudah siap menangkap momen mereka. disisi lain soonyoung tidak memberikan reaksi kepada jihoon, tatapannya sudah fokus pada lensa didepannya.

hanya sekedar sentuhan kecil bisa membuat jihoon merasakan perasaan yang sama seperti dulu ketika ia pertama kali didekati oleh soonyoung. seperti kembali ke masa mereka sedang pendekatan. masih malu-malu, masih gampang tersipu.

lalu bagaimana dengan keadaan soonyoung?

setiap pergerakan apapun yang dia lakukan, rasanya seperti kembali ke masa dia mendekati jihoon dengan dalih suka dan akan dilepaskan. senangnya ada, putus asanya ada, tapi nagih. bawaannya, mau terus sama jihoon, nantinya akan ada masalah atau sedih tidak membuatnya mundur.

tapi sayangnya soonyoung tidak seberani dulu. ketika ia menjauhkan tangannya dari tangan jihoon. pada saat itu juga dia tidak menaruh terlalu banyak harapan, seolah melepaskan keberaniannya dan tetap bertahan pada kenyataan yang sedang dijalani.

acara selesai, dan momen satu detik sebelumnya sudah menjadi kenangan.

tapi yang terjadi setelahnya, karena sentuhan itu merupakan awal mula dari hal-hal sedikit berani yang mereka lakukan.

contohnya, dua bulan kemudian. mereka bertemu lagi. kali ini ulang tahun jisoo sebagai alasannya.

di cafe milik jisoo, mereka berkumpul. malam itu lala tidak bisa ikut, karena sudah tidur dan acara perayaan ulang tahun jisoo dimulai pada jam sepuluh malam. memang khusus untuk teman-teman terdekatnya saja.

dan disanalah tercipta ruang untuk soonyoung dan jihoon. ada sedikit ruang untuk mereka berbincang dengan serius. di pojok ruangan, di atas meja hanya ada minuman. sempat canggung dan tidak ada yang berbicara selama beberapa menit.

tapi jihoon rasa, ini bukan saatnya untuk saling berdiam diri. lalu jihoon membuka pembicaraan mereka.

“aku sudah terbiasa dengan keadaan kita. aku dan kamu mungkin masih memiliki satu pemikiran yang sama. setidaknya aku harap begitu”

“sama kok cil, pasti sama. gue juga berharapnya begitu”

dengan alasan apapun mereka bertemu dan dengan alasan apapun mereka berpisah. mereka berdua sudah tidak peduli. selama satu sama lain pernah ada dan masih ada, bahkan akan selalu ada untuk satu sama lain. soonyoung dan jihoon rasa itu sudah cukup.

“apapun yang ada dalam pikiran kamu, skenario apa yang kamu ciptakan. terserah kamu, aku yakin itu yang terbaik. bagaimanapun … hari ini … tepat satu tahun kita memutuskan berjalan masing-masing”

pandangan soonyoung melembut, setiap perkataan jihoon bagaikan pisau yang sedang menusuk hatinya.

“udah satu tahun ya … makasih ya buat semuanya, makasih udah kuat, udah mau terima, udah mau mengalah demi kebahagiaan lala. makasih atas semua kebaikannya cil. bagi lala, bagi gue … lo itu … kesayangan kami, jadi … tolong berbahagia bagaimanapun caranya”

“iya kak” dan hening, jihoon mencerna apa yang soonyoung katakan dan soonyoung tidak tahu hal apalagi yang harus ia ungkapkan.

“tapi … diantara kita, menurut kamu … apakah akan ada yang namanya start over?” tanya jihoon tanpa keraguan

“belum tahu, tapi semoga bisa, semoga ada. apapun yang lo mau cil, semoga bisa terkabul”

“begitupun dengan kemauan kamu ka”

“jadi hari ini kita merayakan hari dimana hubungan kita berakhir dulu”

“semoga nanti bisa merayakan anniversary yang lain”

“semoga cil”


jihoon melangkah dibelakang menyaksikan soonyoung berjalan dengan lala, jihoon berjalan melihat orang terkasihnya didepan. pikir jihoon, mungkin memang beginilah akhir dari cerita mereka, hanya sebatas jihoon yang terus melihat soonyoung dari belakang. tapi, jihoon salah. soonyoung memperlambat jalannya begitupun dengan lala, mempersilahkan jihoon untuk berjalan dan mensejajarkan dengan posisinya. soonyoung mempersilahkan jihoon untuk berada satu meter disampingnya dan juga lala.

tapi mereka memandang jalan lurus kedepan, jihoon bisa merasakan kehadiran soonyoung tapi tidak bisa lagi menatap mereka. mereka berjalan dengan sejajar tanpa melihat satu sama lain. ada jarak yang tidak bisa jihoon lewati dan lala sebagai tandanya. sampai akhirnya jihoon menyadari sesuatu. hingga dengan sengaja, jihoon memutuskan untuk kembali mengambil beberapa langkah ke belakang.


lily’s universe, anniversary project 3/3

23 July 2022 – 02 October 2022 from AM, ketum and the last one, loslaten.

daily life

notes sebelum membaca : – pertama-tama, terima kasih sudah menyempatkan datang dan mengambil hadiah kecil dari aku – bacanya kalau sudah sampai rumah ya atau dimanapun yang penting sudah nyaman hehe – mohon jangan dishare link ini karena nanti akan aku re-post di akun twitter. jadi ini special buat kalian yang bisa baca duluan ya. so once again don’t share the link – a part of anniversary project 2/3 (satsun version) – kalau sudah baca dan mau share ke twitter boleh tapi jangan linknya ya, mungkin boleh potongannya aja. – happy reading!!

chapter 1 : organisasi

soonyoung pernah bilang “keren banget kan? dari cuman ketemu hari sabtu dan minggu doang sekarang jadi setiap hari”. sebuah fakta peningkatan jumlah hari yang ketara ini, dari dua hari menjadi tujuh hari dan perlu dicatat kalau bukan hanya dalam beberapa jam saja tapi full selama dua puluh empat jam.

banyak sekali hal yang berubah dari kegiatan sehari-hari mereka dan memang harusnya seperti itu. ketika dulu soonyoung di pagi hari bangun, pergi ke kampus, ngumpul dengan teman organisasinya, selesai. sekarang setelah lulus kuliah dan bekerja serta ada jihoon disampingnya, kegiatannya jadi lebih padat. bangun, sayangin jihoon, sarapan, pergi kerja dan jangan lupa tetap memberikan perhatiannya kepada jihoon, pulang, lalu sayang-sayangan lagi sama jihoon baru tidur.

jihoonpun sama, bangun terus sayang-sayangan sama soonyoung, mengajar les piano, kadang pas jam istirahat suka video call soonyoung, menunggu soonyoung pulang terus sayang-sayangan lagi setelah itu mereka tidur.

contoh singkat dari kehidupan mereka selama ini. jangan lupakan dengan kegiatan malam minggu mereka dan kegiatan bulanan soonyoung yang masih saja aktif mengikuti organisasi di mantan kampusnya.

kalau kata hansol, dia masih tetap membutuhkan soonyoung meskipun sekarang dirinya sudah menjadi ketua umum di organisasi pergerakan dan soonyoung dengan senang hati masih mau membantu sebagai pertanggung jawaban alumni dan juga rasa tanggung jawab personal kepada kader didikannya.

misalkan, ketika malam pengkaderisasian yang dilakukan satu tahun sekali, soonyoung selalu menjadi fasilitator yang memberikan materi mengenai organisasi tersebut. jadwalnya dari hari sabtu sampai minggu sore. kalau hari sabtu sampai malam soonyoung bagian menjadi pemateri dan menjelaskan banyak hal sedangkan di hari minggu dia menjadi salah satu yang memberikan pandangannya mengenai aksi dan menjelaskan berapa pentingnya aksi bagi mahasiswa.

dan kalau dulu, soonyoung kemana-mana sendiri sekarang ada jihoon yang suka ikut kemanapun soonyoung pergi. awalnya jihoon masih ogah-ogahan, mengikuti soonyoung dengan sedikit terpaksa hanya karena alasan kalau dia takut sendiri di rumah jadi lebih baik ikut saja dengan suaminya itu. bahkan ketika ditanya oleh jinjin “yakin lu mau ngikut? nanti harus begadang tau” jihoon hanya mengatakan “ya gak papa lah” tapi setelah itu ketika soonyoung menjelaskan materinya, jihoon banyak mengeluh pegel dan mau tiduran kepada jinjin.

yang sedang menjelaskan di depan hanya tersenyum dan kadang melihat sekilas ke arah kesayangannya itu.

jika diceritakan secara rinci, munkin ini yang terjadi pada hari sabtu dan minggu mereka, dengan kegiatan yang berbeda dari sebelumnya ketika mereka pendekatan –atau lebih tepatnya agenda soonyoung mengejar jihoon.

sabtu, jam 08.00

“udah belom?” tanya jinjin kepada jihoon ketika dia baru saja masuk ke dalam rumah milik soonyoung.

“sabar kali jin, tuh dia juga masih mandi” jawab jihoon, masih dengan kegiatannya yang sedang nonton tv sambil memakan permen yupi.

“dia-dia, punya nama tuh suami lu”

jihoon menatap jinjin malas “iyaaa, suami gue lagi mandi dulu sabar”

“dih hahaha panggil namanya dong, masih gak berani lu?”

“tau ah jin, jail banget si. pacar lo gak ikut?”

“kalau si joy lagi dapet gak akan bisa diajak kemana-mana, dia butuh tidur seharian” mendengar hal tersebut jihoon menahan tertawa pelan.

ngomong-ngomong mengenai jihoon dan teman-teman soonyoung, setelah tragedi ngomongin mantan soonyoung di timeline twitter pada saat jihoon mengabarkan soal tunangan, saat ini jihoon sudah tidak apa-apa dan kembali berteman dengan mereka. semua twitternya sudah diunblock, kadang teman soonyoung datang dan main, jihoon suka ikut mengobrol. jadi semuanya sudah baik-baik saja, seharusnya seperti itu. tapi tetap, jika jihoon dan joy memang dari sananya aura pertememanan mereka sedikit suram. sedikit-sedikit saling jutek-jutekan, nada bicara ke satu sama lain lebih tinggi dibanding nada bicara ke orang lain. intinya joy dan jihoon itu berteman tapi masih seperti tom and jerry. kata soonyoung “mungkin cara bertemannya memang unik, saling nyolot terus-terusan”

“sudaaah?” tanya jihoon ketika melihat suaminya baru keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. secara otomatis soonyoung memberikan handuk kecil kepada jihoon dan langsung duduk dilantai supaya jihoon bisa mengeringkan rambutnya.

jangan lupakan posisi jinjin yang sedang di depan mereka.

“gua jam satu siang kan jin? kagak ada perubahan?” ini soonyoung sedang menanyakan jadwal dia menjadi pemateri.

“gak ada tum aman, acaranya gak ngaret”

“mantap hansol” jawab soonyoung

“hari ini materinya apa?” itu jihoon yang bertanya

“sejarah organisasi” jawab soonyoung

“ooh, okeey … habis itu?”

“jam delapan malam tentang membangun kepercayaan diri, supaya bisa orasi, debat, pidato dan sebagainya”

“habis itu?” tanya jihoon lagi, tangannya sudah berhenti mengeringkan rambut soonyoung, jihoon semakin mencondongkan badannya sehingga pipi miliknya kini sudah menempel dengan pipi soonyoung.

“jam sepuluh, kita ada simulasi sidang. sayang” jawab soonyoung dengan tenang ketika jihoon selalu saja bertanya secara runtun seperti ini, ditambah dengan ciuman di pipi yang wajib soonyoung lakukan ketika jihoon dengan sengaja sudah menempelkan pipinya pada pipi soonyoung. itu kode keras kalau pagi ini soonyoung belum memberikan ciuman kepada jihoon.

“maaf tadi malah langsung ke kamar mandi” kata soonyoung spontan, paham dengan apa yang telah dia lewatkan.

“gak apa-apa” dan jihoon membalas ciuman di pipi itu dengan ciuman singkat di bibir soonyoung.

“semangat mas suami jadi pematerinya hari ini, nanti aku temenin dibelakang ya hehe” tambah jihoon yang dibalas anggukan dengan penuh senyum oleh soonyoung.

“time out anjir time out” jinjin berdiri dari duduknya, hendak protes dengan apa yang dia lihat.

“buset dah gue udah punya pacar tiap liat kalian begini tetep aja ngerasa jomblo anjir, ngenes”

“padahal udah sering juga jin lihatnya”

“iya sih, tapi tetep aja anjir. ini kalau si mingyu ada disini, rame udah gua sama dia”

“emang duo berisik lo berdua” hanya itu respon jihoon pada perkataan jinjin.

bukan hanya jinjin yang merasa kalau –meskipun sudah terbiasa dengan pemandangan bucin ketum kepada jihoon tapi tetap saja mereka yang melihat akan tidak kuat dengan sendirinya. bukan karena iri atau bagaimana, bisa jadi iri 10% sisanya gemes sendiri.

sabtu, jam 13.00

perjalanan yang ditempuh kurang lebih satu setengah jam. soonyoung yang menyetir dan jihoon disampingnya. jinjin duduk dibelakang dengan beberapa barang dan makanan yang akan mereka berikan kepada jajaran baru organisasi.

saat ini soonyoung sedang menjelaskan materi yang sudah ia siapkan. jihoon sendiri duduk dibelakang para anggota baru yang belum resmi bergabung, dengan seksama mereka memerhatikan apa yang sedang soonyoung sampaikan.

dan seperti biasa, seperti pengalaman jihoon sebelum-sebelumnya. dari sekian banyaknya peserta anggota baru ini akan selalu ada omongan yang membuat jihoon kesal. dari sekitar empat puluh orang, orang yang duduk paling dibelakang tidak jauh dari tempat jihoon duduk, sedang bisik-bisik kepada temannya.

“jujur, gue gagal fokus”

“sama anjir”

“kalau ketum jaman kita kaya gitu, gue bakal jadi yang paling aktif, duduk paling depan dalam setiap pertemuan”

“sama hahaha”

inti dari bisik-bisik tersebut, mereka belum tahu kalau soonyoung sudah menikah. dengan keadaanya seperti sekarang, pasti tidak akan ada yang menyangka kalau soonyoung sudah mempunyai suami, karena selain dirinya belum ada lagi yang mengikuti jejaknya menikah muda.

saking teman-temanya banyak yang jomblo, mungkin anggota baru menganggapnya soonyoungpun sama. makanya, kadang suka ada yang terang-terangan menunjukan rasa sukanya kepada soonyoung.

bahkan diakhir acara, ketika disuruh menuliskan panitia ter-favorit, panitia terganteng, panitia terbaik, dan sebagainya. nama soonyoung pasti ada disana menjadi juara pertama, meskipun dia bukan lagi panitia. sudah beberapa kali, seorang alumni mengalahkan panitia asli dalam vote. memang pesona ketua umum dari soonyoung masih belum pudar meskipun secara organisasi namanya bukan menjabat sebagai ketua umum lagi.

dan itu yang membuat jihoon semakin semangat mengikuti kegiatan soonyoung yang satu ini. pertama, jihoon ingin tahu apakah soonyoung masih saja banyak disukai orang, dan itu selalu terbukti di depan mata jihoon kalau suaminya ini masih sekeren dan banyak yang menyukai. kedua, jihoon suka ketika soonyoung dnegan terang-terangan menunjukan kasih sayangnya kepada jihoon didepan orang lain secara sengaja maupun tidak sengaja, sehingga membuat orang lain berpikir kalau “oh ternyata mantan ketum kita ini sudah memiliki kekasih”. terkahir, yang ketiga. momen yang sangat jihoon sukai adalah ketika diakhir acara dan diakhir pemberian materinya, soonyoung selalu mengatakan “terima kepada panitia yang sudah mengadakan acara ini, semoga lancar kalau ada perlu apa-apa boleh langsung tanya ke saya atau ke jinjin atau ke alumni yang lain. terima kasih juga kepada para almuni yang masih semangat dan mengikuti perkembangan organisasi ini. terima kasih kepada teman-teman kader baru yang sudah siap bergabung dengan organisasi terbaik. sebagai pengingat kepada teman-teman semua bahwasanya alumni adalah bukti nyata kalau kedekatan kami tidak akan berhenti meskipun kami sudah lulus dari kampus. terakhir, terima kasih kepada jihoon, suami saya. yang sudah menemani saya sampai hari ini –”

suara ketawa dari alumni dan panitia yang sudah tahu dan suara kaget dari orang-orang yang baru tahu tentang mereka merupakan sebuah bentuk kemenangan bagi jihoon, ditandai dengan senyumnya yang begitu tulus sampai matanya menjadi hilang. dan jihoon akan selalu berterima kasih atas hal itu, soonyoung tidak pernah memberikan celah kepada siapapun untuk mendekatinya.

sabtu, 22.00

jihoon sudah paham, kalau simulasi sidang tidak pernah selesai dalam waktu dua jam. paling sebentar itu empat jam. oleh karena itu, jihoon duduk disamping soonyoung. tugas soonyoung saat ini hanya memantau dan memastikan kalau simulasi sidang ini berjalan dengan benar.

waktu terus berjalan, pasal demi pasal sudah dibahas. ada yang mulai mengantuk ada yang sudah beberapa kali ke toilet dan ada jihoon yang sudah menyenderkan kepalanya di bahu soonyoung. matanya sudah mulai susah untuk dibuka. sedangkan soonyoung masih terjaga sambil membolak balik fotocopy-an mengenai pembahasan simulasi sidang kali ini.

dalam simulasi sidang, semalam apapun mereka melakukannya akan selalu ada momen yang membuat mereka kembali terjaga. sebuah interupsi dari soonyoung misalkan.

“kenapa langsung ketuk palu begitu saja? menurut pimpinan sidang memang hal tersebut masuk akal?”

dan ya, mungkin karena mereka tahu siapa itu soonyoung dari segi keorganisasiaan eksternal dan internal kampus. dan mereka paham siapa soonyoung jika sudah disandingkan dengan kata “debat”. orang-orang bilang inilah yang dinamakan dengan “mental menciut dengan hanya satu perkataan” lebih tepatnya mereka yang ditanya soonyoung akan bingung karena setiap jawaban yang diberikan akan dijadikan pertanyaan selanjutnya untuk soonyoung, terus sampai soonyoung menemukan jawaban yang menurutnya memuaskan dan bisa dipahami atau sampai penjawab menyerah dengan sendirinya.

disampingnya jihoon hanya mendengarkan, dia masih suka kaget sendiri ketika soonyoung tidak pernah mau kalah dalam pembincaraannya. soonyoung yang dia lihat disini adalah soonyoung yang mutlak. semua yang soonyoung katakan semuanya benar dan memang harus begitu jalannya. sangat berbeda dengan soonyoung yang jihoon kenal, mendengarkan jihoon terus, selalu mengalah sama jihoon, nada bicaranya juga selalu lembut.

“galak” bisik jihoon kepada soonyoung, ketika sang pimpinan sidang sudah menyerah menjawab pertanyaan dari soonyoung. soonyoung tidak menjawab, dia hanya mencium kepala jihoon pelan.

“aku ngantuk” kata jihoon lagi

“mau tidur duluan?” dijawab anggukan oleh jihoon

“yaudah pindah dulu, yuk aku antar”

dan setelah mengantar jihoon ke ruang panitia pada jam satu malam, soonyoung kembali ke ruang simulasi sidang itu dilakukan. sampai akhirnya dia baru bisa kembali ke ruang panitia tidur disamping jihoon tepat pada jam lima pagi.

minggu, jam 09.00

soonyoung kembali menjadi pemateri, jihoon masih diam di ruang panitia tiduran dan bercanda dengan panitia lain yang sedang berada diruangan tersebut. hari minggu mungkin berjalan lebih pelan. acaranya tidak sepadat di hari sabtu. setelah materi dari soonyoung para calon anggota baru akan diberikan waktu untuk istirahat kembali sampai jam tiga sore. dan jam tiga sore akan dimulai simulasi aksi, disini soonyoung akan turun tangan sebagai contoh yang memberikan orasi.

dan jihoon suka dengan momen ini, dia tidak akan pernah bisa melihat soonyoung melakukan orasi dijalanan. tapi sekarang dengan adanya simulasi aksi, jihoon bisa melihat bagaimana soonyoung ketika ia turun ke jalanan bersama mahasiswa lainnya.

kadang jihoon suka ngomong sendiri.

“ih merinding”

“galak bener”

“aduh serem ah udahan dengernya”

dan jihoon suka, jihoon terbiasa dengan segala sisi yang soonyoung miliki. dia seakan-akan ditunjukan oleh soonyoung bahwasanya inilah suami kamu yang sukanya turun ke jalan, yang sukanya jadi pimpinan aksi, yang kalau diluar tidak pernah kalah ketika berdebat.

dan dimata orang lainpun, soonyoung akan selalu semenarik itu. tidak pernah bisa dikurangi kehebatannya ketika harus berbicara tentang sebuah organisasi.

yang sudah lama mengenal soonyoung dan jihoon akan paham kalau hanya jihoon yang seolah-olah bisa memberikan “rem” pada diri soonyoung yang selalu aktif dalam segala hal. mereka turut senang, kalau orang yang tepat memang sudah ada dikehidupan soonyoung.

chapter 2 : cemburu

jika jihoon sudah tahu cara menangani ‘orang yang menyukai soonyoung’ maka berbanding terbalik dengan soonyoung yang masih suka cemburu dan bingung cara mengatasi ‘orang yang menyukai jihoon’ mentoknya, soonyoung secara langsung akan mengajak orang tersebut berbicara dan menjelaskan statusnya dengan jihoon. kalau ketika berpacaran soonyoung akan menanggapinya dengan kalem dan santai sekarang dia sedikit berbeda. banyak penekanan yang soonyoung lakukan. dimuali dari, cara soonyoung memperjelas statusnya dengan jihoon. cara dia menjelaskan tanpa berhenti dan penuh penegasan pada setiap kalimatnya.

“dia suami saya”

“kagak lihat itu ada cincin di jarinya?”

“kalau sudah ada cincin di jarinya ya tahu diri”

bukan hanya itu saja, dia akan sedikit merajuk kepada jihoon.

“makanya kalau dandan jangan cakep-cakep”

“berhenti cakep dulu sebentar bisa?”

“kenapa harus kaya gini sih bentukan kamu? banyak yang suka”

jika soonyoung sedang seperti itu hal yang bisa jihoon lakukan hanya memeluk soonyoung, bilang kalau dia hanya milik soonyoung, tidak perlu khawatir karena kalau kata jihoon, yang jihoon lihat hanya soonyoung saja. dan benar, kata-kata jihoon memang selalu mempan pada soonyoung.

kalau kata jinjin sama mingyu “ini sih yang bucin, dibucinin balik”

chapter 3 : perkara teman

setelah jihoon berbaikan dengan joy dan yang lainnya, mereka sudah beberapa kali main ke rumah. bisa dibilang sering malah. masih suka dikatakan nongkrong ditempat tinggal ketum. karena mereka masih melakukan kegiatan yang sama, main gitar, ngobrol sampai subuh. rumah soonyoung dan jihoon selalu penuh.

pernah suatu hari, ketika mereka semua sudah pamit pulang. jihoon mengajak soonyoung mengobrol.

“kenapa?” tanya soonyoung

“bisa gak sih temen kamu kalau mau pulang itu diberesin dulu ini bekas mainnya, gitar dimana aja, ps juga berantakan. bekas makanan dimana-mana”

“kagak apa-apa nanti aku yang beresin”

“enggak … bukan gitu loh maksud aku, aku juga bisa ko beresin sama kamu cuman mereka jadi kebiasaan suka pergi tanpa beres-beres dulu, gak baik tau. masa pas datang rumah rapih dan pas mereka pulang rumah berantakan”

“maaf ya jihoon”

“bukan kamu yang harusnya minta maaf, pokoknya nanti kamu bilangin sebelum pulang harus beresin dulu”

“iya, nanti aku bilangin kalau mereka main lagi. lucu banget sih marahnya”

“siapa yang marah?” tanya jihoon

“itu siapa yang tadi keningnya mengkerut, sambil ngejelasin bibirnya manyun terus”

“habisnya kesel”

“haha iya maaf ya, nanti aku bilangin”

“yaaa”

jihoonnya kesal bukan berarti tidak suka, hanya saja dia tidak mau memiliki banyak pekerjaan di rumah. soonyoung juga sudah paham dengan maksud jihoon. hal-hal kecil seperti ini akan membuat mereka saling memahami apa mau dari satu sama lain.

chapter 4 : babeh

anak satu-satunya yang dulu pernah babeh benci ketika orang tersayangnya pergi dari di dunia ini. anak yang membuat babeh tersadar kalau setiap hal yang terjadi pada dirinya merupakan sebuah takdir yang tidak bisa kita hindari. anak yang menyadarkan babeh bahwasanya ikhlas itu akan menghasilkan sesuatu pada akhirnya. anak yang memperlihatkan kepada babeh bahwa setiap usaha dan kesabaran akan selalu menemukan maunya.

maka babeh dari yang sayang, sempat membenci dan kembali menyayangi anaknya. babeh adalah orang yang tersenyum paling lebar sekaligus menangis paling kencang. ketika soonyoung sudah memiliki tanggung jawab lain dan berkomitmen dengan orang lain yang juga sudah babeh anggap sebagai anak sendiri.

saking bahagianya babeh saat itu, momen yang sangat berkesan yang tidak bisa babeh lupakan barang sedetik pun. dengan bangga dan masih dengan kebahagiaan yang sama, babeh tetap menceritakan setiap rinci perjuangan anaknya untuk mendapatkan menantunya saat ini. kalau kata orang, babeh suka mengumbar cerita soonyoung dan jihoon. tapi menurut babeh, dia hanya ingin menceritakan kepada orang-orang betapa bangganya dirinya kepada soonyoung si anak kesayang babeh.

jangan salahkan jihoon, jika babeh juga suka menceritakan mengenai bagaimana bangganya babeh karena dia memiliki menantu yang sangat luar biasa. menurut babeh tidak ada lagi orang yang cocok dengan soonyoung, kecuali jihoon. dari cara jihoon berbicara, babeh rasa cara berbicaranya sangat cocok dengan soonyoung. dari caranya berpikir, mungkin agak berbeda tapi kalau menurut babeh itulah sensasinya. perbedaan yang akan menjadikan suatu hubungan menjadi semakin erat, ada tantangannya dan itu sangat cocok dengan kepribadian soonyoung yang sangat menyukai tantangan dalam hidupnya.

kepintarannya dalam berpiano dan dunia musik sejajar dengan kepintaran soonyoung dalam dunia perpolitikan dan organisasi. keseriusan mereka pada dua dunia yang berbeda yang membuat babeh mengagumi setiap pemikiran yang tercipta dari diri jihoon maupun soonyoung. bahkan babeh lebih kagum lagi ketika keduanya tidak ada yang memaksakan untuk memahami satu dunia untuk dunianya. mereka berjalan beriringan, tetap dengan saling mengerti dalam setiap genggaman tangan yang sering soonyoung dan jihoon tunjukan ketika bermain dengan babeh.

ketika bahagia, soonyoung dan jihoon tidak pernah melupakan babeh. misalnya ketika soonyoung atau jihoon ulang tahun, mereka akan tetap merayakannya dengan babeh. mereka berdua selalu menyempatkan untuk bertemu dengan babeh. apalagi jihoon, dia selalu semangat kalau bertemu. pasalnya jihoon selalu dibela, selalu di manja sama babeh. kalau soonyoung dan jihoon sedang bertengkar bahkan mengenai hal kecil sekalipun pasti akan mengadu kepada babeh. dan babeh seratus persen akan membelanya. lalu soonyoung bagaimana? dia hanya bisa pasrah karena jihoon dan babeh kalau sudah bersatu julid dan nyinyir nya bukan main.

tapi soonyoung merasa itu bukan menjadi masalah, karena melihat jihoon sebahagia itu berada di keluarganya sekarang membuatnya lega. ketika melihat jihoon merasa disayang dan nyaman soonyoung pun merasa aman. kalau kata babeh “emang lu udah bucin tong, dunia lu udah muternya di jihoon doang” padahal babeh jauh lebih tahu dari siapapun, kalau jihoon berkali-kali mengatakan kepadanya bahwa “jihoon seneng babeh, soonyoung jadi suami jihoon. pokoknya apapun yang aku lakukan dan kemanapun aku pergi harus sama suami kesayangan jihoon. kalau berantem aku sebenernya suka sedih, tapi gengsi kalau harus minta maaf. tapi soonyoung gak pernah gengsi buat minta maaf makanya kadang jadi gak enak kalau marahan lama-lama, soalnya soonyoung terlalu baik. kalau salah, ya ngaku dan langsung minta maaf. kalau tahu aku salah, soonyoung gak pernah maksa aku buat minta maaf, tapi dia menjelaskan salahnya aku dimana supaya aku sadar. makanya jadinya begini, jadi sayang berkali-kali lipat sama soonyoung”

dari setiap hal yang babeh dengar dan babeh saksikan, babeh merasa bangga terhadap anak dan menantunya. tentu dalam setiap pernikahan bukan hanya ada kebahagiaan saja, sedih dan marah juga ada. tapi selama beberapa bulan hampir satu tahun soonyoung dan jihoon menikah, babeh tidak pernah menemukan titik retak dalam hubungan mereka. satu hal yang pasti, menurut babeh mereka berdua memang masih dalam fase saling mencintai yang kuat sebagaimana mestinya pengantin baru yang usia pernikahannya masih dibawah 2 tahun.

pada dasarnya babeh tidak perlu mengkhawatirkan mengenai soonyoung dan jihoon. keduanya selalu mempunyai cara untuk bersama. apapun itu masalahnya, akan selalu ada jalan keluar. babeh akan selalu siap menjadi salah satu orang yang selalu mendukung hubungan mereka. supaya soonyoung dan jihoon tetap di rumah yang sama, tetap dengan kebahagiaan mereka, tetap dengan julukan suami dan suami yang sangat bucin meskipun sudah hampir 1 tahun menikah.

babeh tidak akan pernah mau kehilangan kebahagiaannya itu, menyaksikan orang-orang yang dia sayangi bahagia. meskipun sekarang babeh hanya tinggal sendiri di bekasi, babeh tidak pernah merasa kesepian. karena selalu ada jihoon yang merangkulnya dan menganggapnya sebagai ayahnya sendiri. ada soonyoung yang selalu menyempatkan waktu untuk babeh.

“keluarga kita kecil, tapi bahagia. gua seneng banget tiap kalian datang kesini” jihoon yang sedang memakan jagung bakar malam itu berhenti dari kegiatan mengunyahnya.

“tiba-tiba banget babeh?”

“kagak tau dah gua kalau liat lu berdua sayang-sayangan kaya begini tuh seneng aja gitu, pokoknya awet-awet dah kayak begini”

“amin babeh” jawab soonyoung

malam dimana mereka bertiga mengobrol di teras rumah babeh sambil makan jagung bakar, dengan jihoon yang duduk berdampingan dengan soonyoung –lebih ke mepet kepada soonyoung sebetulnya karena yang lebih tua itu sedang duduk menyender ke tembok dan jihoon menyenderkan tubuhnya pada tubuh soonyoung.

“minggu depan kesini lagi?”

“kesini dong, sekalian jalan. jihoon juga bosen”

“tiap minggu banget kesini tapi, kagak ngapa-ngapa emang?”

“ya kagak apa-apa babeh, emang kenapa? jawab soonyoung

“ya takutnya kalian punya jadwal sendiri gitu, main kek kemana”

“kita mau main sih rencana mau ke bandung, minggu depan. babeh mau ikut?” tanya jihoon

yang seperti ini yang membuat babeh terharu, mau kemanapun jihoon tidak pernah lupa menanyakan apakah babeh mau ikut atau tidak. meskipun memang itu hanya basa basi karena sejujurnya jihoon juga ingin berdua dengan soonyoung tapi kadang jihoon kasihan sama babeh kalau tidak diajak, makanya jihoon selalu bertanya meskipun jawaban babeh akan tetap sama.

“main aja lu berdua, gua disini aja. yang penting jangan lupa oleh-oleh sama minggu depannya tetap main kesini”

dan deal, setiap agenda perjalanan dinas antara soonyoung dan jihoon akan selalu terjadi seperti ini. karena babeh tahu dan babeh paham apa mau dari anak-anaknya itu.

chapter 5 : keinginan masa depan mereka berdua

hayoung pernah mengatakan kalau soonyoung tidak ragu untuk memilih jihoon, bahkan dalam hidupnya setelah mengenal jihoon. orang yang bernama jihoon ini sudah menjadi prioritasnya. jika ada beberpa pertanyaan yang berkaitan dengan jihoon. soonyoung akan berdiskusi dulu, menanyakan maunya jihoon seperti apa, apakah jihoon akan nyaman dengan keputusan yang mereka ambil, apakah jihoon akan lebih bahagia dengan hal yang akan mereka lakukan. apapun itu pembahasannya, soonyoung akan mendengerkan pendapat jihoon terlebih dahulu. termasuk soal keinginan soonyoung menambah anggota keluarga kecil mereka.

soonyoung dengan jelas masih mengingat bahwa jihoon pernah mengirimkan beberapa chat kepadanya mengatakan bahwa dia tidak mau memiliki anak karena takut kalau kasih sayang soonyoung akan terbagi dengan anaknya. terdengar egois, tapi memang jihoon begitu adanya. dia jujur kepada soonyoung dan soonyoung sangat menghargai hal itu.

entah kapan, mungkin jihoon akan setuju dengan ajakan soonyoung untuk memiliki seorang anak. entah kapan, tapi soonyoung masih sabar menunggu kesiapan dari diri jihoon. dan entah sampai kapan, soonyoung tidak akan mau memaksa selama dia bersama jihoon sebetulnya sudah cukup. jadi menurut soonyoung tidak apa- apa kalau jihoon masih belum mau, semuanya akan ada waktunya.

chapter 6 : flashback

ingat ketika kali pertama jihoon memanggil soonyoung dengan panggilan mas tunangan dan ingat dengan reaksi soonyoung saat itu. jihoonnya senang dan jail sedangkan soonyoung beneran merasakan salah tingkah, pipinya panas sampai telinganya merah. momen dimana mereka tidak akan melupakan bagaimana dengan satu sebutan saja soonyong bisa salah tingkah.

milenium hotel, tempat mereka menikah. banyak hal yang mereka lewati hanya untuk bisa sampai ditempat itu. dua minggu sebelum pernikahan, soonyoung sudah merasakan nervous yang luar biasa. hari-harinya penuh dengan curhatan kepada sahabatnya jinjin, mengatakan bagaimana deg-degannya dia ketika berdeketan dengan jihoon. bahkan saat itu mendengar nama jihoon saja membuat soonyoung tersenyum dengan lebar.

tidak hanya itu, keraguan jihoon sebagai tembok yang membuat semua kebahagiaan itu sedikit berhenti secara terpaksa. kekhawatiran jihoon mengenai berbagai hal yang membuat seakan-akan dia penjahatnya yang sudah siap memberhentikan waktu dan memulai fase kesedihan.

soonyoung pernah mendapatkan penolakan dari jihoon beberapa hari sebelum hari menikah mereka dilakukan. saat itu jihoon bilang “aku gak mau” dia tidak ingin melaksanakan pernikahan ditanggal dua puluh satu yang sudah pasti dan harus pernikahan itu dilakukan di tanggal tersebut.

soonyoung kalut, jihoon sedih dan semua orang kaget dengan keadaan yang saat itu terjadi. saat itu soonyoung sudah sempat menjauh, sesuai dengan permintaan jihoon. saat itu soonyoung sudah pernah menyerah, karena sudah diberikan keputusan telak dengan jawaban penolakan dari jihoon. saat itu soonyoung bahkan menjadi ragu, seperti halnya jihoon yang masih ragu dengan beberapa hal. tapi lagi dan lagi, soonyoung masih tetap bisa meyakinkan jihoon dan mereka tetap melangsungkan pernikahan ditanggal yang sudah ditetapkan.

ragu-ragunya jihoon tidak berhenti sampai sana. kali ini di dalam kamar hotel, jihoon yang sudah mandi dengan khawatir menunggu soonyoung. jihoon bingung menghadapi soonyoung, soonyoung pun sama bingung bagaimana cara mengahdapi jihoon yang sedang menunggunya di kamar.

suara air masih terdengar, jihoon dengan cepat memutuskan untuk memanggil sahabatnya kim mingyu.

“ming”

“woy … ko malah telfon gue lo, jam berapa ini penganten baru”

“ya maaf gugup”

“hahaha anjirrr, yang denger gak?” tanya mingyu pada jeonghan yang sedang duduk disampingnya saat itu.

“ih anjir jangan bilang-bilang han dong”

“udah kedengeran jihoon” kata jeonghan

“yaudah sih jihoon kalem aja kalau sama kita”

“iya kalem soalnya lo berdua udah pernah kan?” tanya jihoon jengkel dan yang terdengar hanyalah suara tawa mingyu dan jeonghan.

“gimana dong?” tanya jihoon lagi

“cepetan nanti soonyoung keburu keluar” lanjut jihoon

“belum apa-apa udah keluar aja” kata mingyu dan terdengar suara pukulan

“maaf jihoon emang mingyu suka kotor pikirannya”

“dih apaan deh, maksudnya itu keluar dari kamar mandi” jelas jihoon

“yaudah jihoon diem aja” jeonghan menjawab pertanyaan jihoon yang tadi

“hah?” bukannya paham, ini jihoon malah tambah bingung

“jihoon diem, nanti biar soonyoung aja yang mulai. daripada bingung kan?”

“oh … iya juga sih hehe thank you han”

“wah sinting hahahha” mingyu malah terbahak-bahak mendengarkan perbincangan antara pacarnya dan sahabatnya itu.

klik

suara pintu kamar mandi terbuka, jihoon buru-buru menutup panggilan telfonnya. mereka saling bertatapan tapi setelah itu keduanya saling mengalihkan perhatian. baru kali ini soonyoung maupun jihoon merasakan kecanggungan diantara mereka.

“habis telfon mingyu?”

“iya, sama jeonghan juga”

“oh”

batin jihoon merutuki kenapa soonyoung jadi sedikit berbicara, dia juga tidak memiliki topik lain yang harus dibicarakan. suasana menjadi hening, hanya terdengar suara soonyoung yang sedang mengeringkan rambut dan jihoon yang sedang berpura-pura asik memainkan handphonenya.

mereka pernah tidur berdua, tapi tidak secanggung sekarang. mereka pernah tidur sambil berpelukan, tapi sekarang jihoon dengan posisi terlentang hanya mampu mengepalkan tangannya dengan diam. soonyoung juga sudah di posisi tidur biasanya, matanya masih terbuka dan pikirannya entah kemana.

bahkan suara berdeham soonyoung terdengar begitu jelas dan memaksa jihoon untuk kembali membuka matanya yang sudah ia siapkan untuk berpura-pura terlelap.

“jihoon ngantuk?” tanya soonyoung, ia memiringkan kepalanya melihat ke arah wajah jihoon.

“enggak ko”

“oh kirain udah ngantuk”

“kenapa?”

“mau yupi kagak?”

jihoon terdiam melihat ke arah soonyoung, dia senang akhirnya soonyoung mau memulai.

“mau … “ jawabnya pelan

“yang banyak, yang lama” lanjutnya lagi

dan yang jihoon inginkan akan selalu soonyoung kabulkan. katanya yupi yang banyak dengan durasi yang lama.

tidak perlu ditanya lagi, jihoon terlalu suka dengan perlakuan soonyoung kepadanya malam itu.

soonyoung tidak pernah terburu-buru dan memaksakan jika itu dengan jihoon. meskipun undangan dari jihoon sudah sangat jelas. soonyoung tetap menjaga ritmenya dengan pelan.

dengan pelan ia menciumi kening dan seluruh wajah jihoon, kata-kata sayang yang selalu ia ucapkan disetiap ciumannya membuat jihoon semakin tidak sabar. tapi jihoon tahu kalau soonyoung mempunyai caranya sendiri untuk menyalurkan rasa sayangnya dan menurut jihoon cara soonyoung selalu memiliki keindahan dan kenyamanan tersendiri, jadi jihoon mengikuti alurnya.

tapi soonyoung juga tergoda, oleh pandangan jihoon yang seolah-olah memohon untuk segera memulai kegiatan yang tidak ada yang berani menyebutnya itu.

jihoon menutup matanya ketika soonyoung dengan jelas mendekaptkan kepalanya untuk mencium yang sedang berada dibawahnya. sesuai dengan permintaan jihoon “yang banyak dan yang lama”, soonyoung menciumnya dalam waktu yang tidak sebentar. ketika bibir mereka menyatu jihoon mau gila, apalagi soonyoung. aturan nafas sudah berantakan. jihoon menepuk pelan dada soonyoung, sebuah tanda untuk minta dilepaskan sebentar.

“aku degdegan” kata jihoon pelan yang jelas didengar oleh soonyoung

“sama” jawabnya sambil memeluk jihoon dengan erat

bahkan ketika memeluk jihoon pun soonyoung masih menemukan cara untuk menyentuh suaminya. ia menempelkan bibirnya pada leher jihoon, mencium dan menghisapnya pelan. jihoon kaget, matanya tertutup dan tangannya menggenggam tangan soonyoung dengan lebih erat lagi.

“ehm, soonyoung” jihoon menangkup pipi soonyoung. menyuruhnya berhenti dari memberikan tato sementara pada leher jihoon.

“apa, sayang?”

“cium bibir lagi”

soonyoung mengangguk dan menuruti lagi kemauan jihoon. kegiatan favorit jihoon ini soonyoung lanjutkan dengan sedikit ganas, jihoon tidak pernah kewalahan sebelumnya. kali ini ia merasakan ketidak seimbangan antara dirinya dan soonyoung, oleh karena itu ketika soonyoung menghisap bibir atas dan bawahnya, jihoon hanya bisa diam dan menikmati apa yang ia terima. semakin lama, orang yang diatasnya ini semakin brutal. jihoon mencoba mengimbangi dan dirinya semakin terjerat dalam kenikmatan. tangan soonyoung dengan sabar mengelus kepala jihoon dengan pelan.

malam pertama (meskipun bukan malam pertama mereka menikah) sudah terlewati dengan segala bentuk kasih sayang yang terbukti dan disalurkan dengan nyata. terlihat dan dapat dirasakan oleh soonyoung maupun jihoon. melakukan kegiatan yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, membuat jihoon sadar kalau akan ada banyak hal lain yang akan mereka lakukan dikedepannya. dalam pikiran jihoon malam itu “okey, nanti kita coba didalam mobil kaya yang dicerita-cerita”

besoknya, babeh menanyakan banyak hal kepada soonyoung. “ya gitu, ciuman, pelukan sisanya privasi” jawab soonyoung tidak mau ditanyai lagi terkait apa yang sudah dilakukan dengan soonyoung tadi malam.

jinjin bertanya, soonyoung hanya menjawab “kepo, privasi gua itu” dan jinjin tidak mau bertanya lagi. meskipun sejujurnya dia sangat ingin mengetahui pengalaman sahabatnya.

sedangkan jihoon disisi lain, sedang asik bercerita dengan mingyu dan jeonghan.

“enak sih, tapi sakit banget anjir. lo gitu juga han?” tanya nya dengan polos

“pertama sih iya”

“terus kalau nanti-nanti?”

“masih sakit sih tapi udah terbiasa”

“oh oke oke, berarti harus sering dong?”

“gak gitu juga anjir jihoon, dasar sangean lu”

“ya biarin lah orang suami gue soonyoung”

menurut jihoon, dia senang berbagi pengalaman dengan dua sahabatnya ini. apalagi dengan joenghan yang lebih memahami jihoon dibanding mingyu yang sukanya malah menggoda saja.

tapi tenang saja, soonyoung tidak akan marah jika jihoon menceritakan hal tersebut kepada sahabatnya, selama sahabatnya tidak gampang mengumbar cerita mereka.

dan kenangan malam pertama mereka akan selalu teringat, bagaimana malu dan canggung. bagaimana mereka saling terbuka secara tersirat dan secara nyata. untuk kedepannya mereka yakin akan selalu sama dan bahagia.


sekarang

seperti halnya dengan keinginan soonyoung untuk menikah dengan jihoon saat itu, ada pahitnya banyak manisnya. tapi pada akhirnya mereka menjadi seperti sekarang, menjalani hari-hari lagi dengan siklus kehidupan yang begitu-begitu saja, konotasinya disini lebih mengarah kepada – kalau hidup memang akan selalu dan sudah pasti akan ada senang dan sedihnya. kalau kata soonyoung, jadi jalanan saja, setiap jalan dan langkah yang ditempuh pasti akan ketemu dengan dua hal tersebut selama ada support system yang tepat menurut soonyoung dan jihoon semuanya akan terus membaik dan akan selalu seperti itu.

semoga kita tidak pernah bosan, dengan apapun yang kita lakukan sekarang dan dengan apapun yang akan kita lakukan dimasa depan. biarkan kita terus berkembang dan semakin menguatkan perasaan setiap harinya.

anggaplah soonyoung paham kalau jihoon begitu menyayanginya pun sebaliknya dengan jihoon yang paham kalau soonyoung begitu menyayanginya.

—end thank you for reading! lily

and here we go;

he said “show me your naked mind not your naked body” dan bibin tertegun sebentar lalu tertawa meremahkan hal yang baru saja dikatakan oleh lawan bicaranya.

yang tidak dia sukai ... (part2)


satu minggu soonyoung sudah melakukan tugasnya sebagai pekerja dengan status magang selama tiga bulan. dia setidaknya sudah paham dengan beberapa karakter rekan kerjanya. bapak-ibu menyebalkan yang selalu memberikan pekerjaan kepada dia dan jihoon, terutama yang namanya david. bapak david ini merupakan lelaki tua yang mungkin sudah berusia 45an, soonyoung pun tidak peduli tapi dia sungguh kesal dengan orang itu.

selama satu minggu itu pula, jihoon banyak menggelengkan kepalanya. melihat kelakuan soonyoung yang setiap hari ada saja hal-hal baru yang dia lakukan. seperti soonyoung yang tiba-tiba mengeluh sakit leher, atau soonyoung yang dengan jelas memasang muka tidak sukanya kepada bapak david. jihoon paham, mungkin soonyoung tidak merasa takut dengan siapapun yang ada di ruangan team business development ini karena kakak iparnya sendiri merupakan head of the team, ditambah dengan karakter soonyoung yang memang begitu adanya. selama pengamatan jihoon–yang kalau tidak salah sudah mulai sekitar beberapa tahun lalu itu, ia bisa menyimpulkan kalau soonyoung memang orangnya sangat vokal, tidak suka sama orang akan ia tunjukan, kesal pun akan ia tunjukan apalagi kalau marah.

tadi ketika jeonghan, mengirimkan pesan kalau mereka harus lembur malam ini karena harus segera dikirimkan file laporan akhir bulan tim bisnis yang memang hanya dikerjakan oleh jihoon.

“gue ngikut lembur juga?” tanya soonyoung kepada jihoon yang sedang mengirimkan pesan balasan kepada jeonghan

“hmmm, kayanya enggak. setahu gue anak magang gak boleh lembur”

“oh, tapi kata kaip gue harus anterin lu pulang”

”adek mau emang anterin gue pulang?”

”disuruh kaip”

jihoon mengangguk paham dengan jawaban soonyoung barusan, mereka lalu kembali bekerja tanpa ada perbincangan lainnya.

tadi jeonghan sudah bilang kalau dia akan pulang tepat waktu untuk hari ini, jadi yang lembur hanya 2 manager dan juga 4 staff serta jihoon sebagai admin. awalnya jihoon merasa kurang nyaman, karena biasanya dia selalu bersama dengan jeonghan. tapi masa dia harus menyuruh jeonghan yang notabene adalah atasannya untuk ikut lembur padahal jeonghan memang belum ada kepentingan dipekerjaan yang akan dikerjakan nanti.

jadi jihoon hanya bisa berharap, semuanya berjalan baik-baik saja sampai pekerjaannya nanti selesai. setidaknya dia merasa tenang soalnya ada soonyoung.

ketika jeonghan sudah meninggalkan kantor, pertanda mereka sudah memasuki jam lemburnya. soonyoung memang disana, diam memainkan handphone sambil menunggu jihoon bekerja. beberapa kali jihoon tersenyum, rasanya senang. senyumannya terus merekah tidak bisa dikontrol.

tapi baru saja berjalan 30 menit, soonyoung sudah izin pergi keluar dulu. katanya dia mau merokok dan jihoon hanya mengiyakan, tidak mungkin juga soonyoung harus merokok di dalam ruangan ini.

waktu sudah menunjukan jam setengah delapan malam dan soonyoung masih belum kembali lagi. perlahan jihoon melihat sekeliling. ketika satu manajer–bapak rian itu pulang maka dua stafnya pun ikut pulang. kini hanya tinggal berempat. jihoon, pak david dan dua stafnya.

“pak ini sudah selesai, ada lagi yang harus kami kerjakan pak?” tanya salah satu staff kepada pak david dan jihoon mulai kebingungan. dengan cepat dia mengambil handphonenya dan mengirimkan pesan kepada soonyoung.

“oh sudah ya? yaudah boleh pulang kalian, saya masih ada yang harus dikirimkan ke pak jeonghan. sebentar lagi juga saya pulang” kata orang yang bernama david itu.

“oh iya baik pak, kalau begitu kami berdua pulang duluan ya pak” dan dua staff itu pun pergi meninggalkan pak david sang manajer yang memiliki banyak prestasi tercatat di perusahaan dengan jihoon yang masih menunduk fokus kepada laptopnya–pekerjaan jihoon tinggal sedikit lagi, oleh karenanya dia mencoba fokus dan cepat-cepat menyelesaikan semua tugasnya.

disisi lain, soonyoung sedang bermain game dan mengabaikan pesan jihoon. dia sedang bermain game secara online dengan sahabatnya.

”gue masih di kantor sih tapi di lantai bawah we– anjing bantuin gue nih malah masuk ke sarang musuh”

”bentar-bentar gue kesana, ayo hajar-hajar”

begitulah kegiatan soonyoung dengan temannya itu, berkomunikasi ketika bermain game. sampai akhirnya dia harus berhenti.

”we, udahan dulu ya. kaip kirim pesan nih, jihoon kayanya udah selesai dah lemburnya”

”yaudah deh, lanjut besok yaa bin”

soonyoung lalu membuka pesannya dan membaca baik-baik pesan dari jeonghan. setelah membalas pesan jeonghan ia lalu membalas pesan jihoon. dan soonyoung dengan santainya masih menyempatkan untuk menghisap rokok yang masih ada ditangannya. baru setelah itu dia pergi menuju ke lantai 10 tempat jihoon berada.

ditempat duduk, jihoon mulai merasa tidak nyaman ketika sang manajer itu terlihat akan menghampirinya. dan benar saja apa dugaan jihoon, orang itu sudah duduk di pinggirnya memindahkan kursi soonyoung supaya lebih dekat dengan jihoon.

”mau saya bantu?” tanya nya dan jihoon menolak dengan ucapan “terima kasih pak, tapi tidak perlu saya juga sudah mau selesai”

david ini hanya tersenyum, lalu dengan santai mengistirahatkan tangannya di pundak jihoon. seolah-olah dia sedang merangkul yang lebih muda.

“bapak maaf, saya tidak suka diperlakukan seperti ini” kata jihoon berusaha se-sopan mungkin.

“seperti ini bagaimana sih? udah diam aja kamu beresin pekerjaannya” kata david dan jihoon masih berusaha untuk melepaskan tangan david di pundaknya.

sudah lepas dan orang itu malah semakin menjadi, tangannya satu kali sudah mengelus paha jihoon dan yang dielus kaget setengah mati, sampai jihoon dengan spontan berdiri.

“bapak, saya sudah bilang. kalau saya tidak suka diperlakukan seperti ini. pekerjaan saya sebentar lagi selesai tolong jangan ganggu”

tapi sialnya, laki-laki itu malah berdiri. menarik tangan jihoon kasar dan memegangnya dengan paksa. tentu saja jihoon berusaha melepaskan genggaman yang begitu kuat.

“pak” bentak jihoon, mencoba menyadarkan david tapi dia malah semakin tersenyum. sudah gila memang itu orang, batin jihoon terus merutuki manajernya ini.

dengan posisi sekarang, orang tua itu sedang mencoba untuk memeluk jihoon paksa. tentu saja itu tidak akan terjadi dengan mudah karena jihoon terus berusaha melepaskan genggaman tangan dan mencoba mendorong menjauhkan badan david darinya.

“pak, lepasin” bentaknya lagi

semakin dilarang, semakin jihoon berontak, manajer sialan ini malah semakin menggila.


dan disinilah soonyoung, dengan ogah-ogahan menekan tombol 10 di dalam lift. dan ketika dia inget kalau jeonghan terlihat marah kepadanya, soonyoung berjalan sedikit tergegas dengan langkah yang lebih lebar dari biasanya.

soonyoung membuka pintu dan dia bisa mendengar dengan jelas suara jihoon. semakin jelas, semakin ia mempercepat jalannya.

“woy anjing” teriak soonyoung spontan dan secara langsung si manajer itu berhenti dari aktifitas nya.

“wah si bangke… “ kata soonyoung lagi, dia menghampiri jihoon dan david lalu menarik jihoon supaya mendekat dengannya.

“gak denger apa ya dia ngomong kalau dia gak mau?” tanya soonyoung dengan lantang pada salah satu seniornya di perusahaan.

david hanya menyeringai kesal, ia membelakangi soonyoung dan jihoon hendak mengambil tasnya dan pulang.

“emang budeg lu anjing” kata soonyoung lagi yang masih emosi, dipinggirnya ada jihoon yang kaget karena soonyoung dengan lantangnya berkata kasar. tapi jihoon juga tidak bisa menghentikan soonyoung. karena telinganya mendengarkan kata-kata kasar itu sedangkan matanya fokus pada tangannya sendiri yang sedang soonyoung genggam.

“gue aduin lu sama kaip”

“siapa? jeonghan? yaudah aduin saja. nanti saya kasih tahu juga rahasia kamu jihoon ke anak magang ini”

“ya kasih tahu aja sini sama gue kagak peduli gue” jawab soonyoung

“jangan” kata jihoon dengan cepat, secara tidak sadar dia menggenggam tangan soonyoung lebih erat.

“gak akan saya aduin ke jeonghan, jadi bapak gak usah memperpanjang” lanjut jihoon

“yaelah kan gue mau laporin kutukupret ini, lagian sama rahasia lu juga gue gak peduli” sanggah soonyoung

“tapi aku peduli, jadi jangan ya?” kata jihoon yang menatap balik tatapan dari soonyoung.

“serah dah, yaudah balik sana lu ngapain masih berdiri disana?” fokus soonyoung kembali pada david. lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya, ia berjalan ingin keluar ruangan.

“lain kali, kalau lembur tidak usah ajak anak magang” suara david begitu pelan tapi masih terdengar oleh jihoon dan soonyoung.

“yeeh si monyet” belum juga emosi soonyoung turun, bapak-bapak itu malah menambahkan kadar emosinya. soonyoung sudah bersiap, tangannya melepaskan genggamannya dengan jihoon karena mau memukul lelaki tua itu. baru saja satu detik genggamannya terpisah, jihoon langsung memegang tangan soonyoung lagi. katanya “jangan, jangan berantem” dan soonyoung menurut meskipun ia tahan emosi itu dikepalan tangan yang satunya lagi.

melihat itu membuat david pergi dengan tertawa pelan.


hening, sebentar. ada soonyoung yang sedang menetralkan emosinya dan jihoon pun sama. dan ketika dirasa sudah tenang jihoon melepaskan tangan soonyoung.

“lu aman?” tanya soonyoung dan diberikan anggukan oleh jihoon

“makasih ya udah ke atas”

“sama-sama, tapi ya jujur dah gue kesel sama lu sama kaip juga. kalau misalkan kirim pesan itu yang jelas dong anjir. jangan cuman adek koma maaf titik boleh tolong ke atas lagi gak tanda tanya, sekarang habis itu udah aja gak ada penjelasan lainnya. lu kalau misalkan bilang sama gue dari awal adek temenin gue soalnya gue takut digrepe kakek kakek bangkotan atau adek tolong ke atas dong ni kakek bangkotan mau pegang-pegang gue lu pikir gue bakal diem aja di bawah sambil main game, mana tadi pas habis lu chat gue masih sempet-sempetnya tuh ngerokok” kata soonyoung tanpa jeda, masih terlihat jelas kalau dia masih emosi.

“emosi banget gue anjing, gue doain cepet mati dah tu orang”

jihoon hanya menatap soonyoung yang sedang marah-marah, merutuki david seolah-olah perkataan kasarnya tadi masih belum cukup.

“apa lu liatin gue?” tanya soonyoung masih dengan intonasi yang sama dengan ocehannya tadi.

“gak apa-apa” jawab jihoon singkat.

padahal, dalam hatinya jihoon memiliki banyak sekali kata yang ingin ia ucapkan untuk soonyoung. dari mulai terima kasih sudah datang, terima kasih sudah pegang tangannya, terima kasih sudah mendengarkan perkataan jihoon tadi dan terimakasih lagi untuk hal-hal yang tidak soonyoung sadari yang telah membuat jihoon merasa menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya.

“liat tangan lu” soonyoung mengambil satu tangan jihoon dan memperhatikan pergelangan tangan yang sedang ia pegang itu.

“tu kakek-kakek tenaganya lumayan juga sampe merah begini tangan lu. tapi tangan lu putih juga sih ya jadi gampang berbekas kaya gini”

soonyoung tidak sadar, kalau apa yang sedang dia lakukan itu membuat jihoon terdiam. matanya mulai berair, entah kenapa tapi jihoon merasa terharu.

tangan jihoon yang merah itu soonyoung pegang dengan lembut, ia mengelusnya sebentar mencoba menghilangkan warna merah yang sekarang terpampang di kulit tangan jihoon. apa yang soonyoung lakukan sekarang, seperti sedang menghilangkan jejak tangan david dari tangan putih jihoon dan memang itu adalah tujuan soonyoung.

“yaudah lanjutin dulu deh kerjaan lu biar cepet balik” soonyoung melepaskan tangan jihoon. lalu dia duduk menggeser kembali kursi yang tadi di ambil oleh david. mengambil handphone-nya dan menunggu jihoon dengan tenang.

setengah jam setelah itu, sekitar pukul delapan malam. mereka berdua berjalan menuju tempat parkir. tidak ada pembicaraan, soonyoung diam, jihoon pun sama. lalu mereka pergi menuju rumah jihoon seperti biasanya. sama seperti kemarin-kemarin, tidak ada perbincangan selama perjalanan. hanya saja malam ini ada yang berbeda, setidaknya bagi jihoon. menurutnya, selama beberapa menit jihoon merasa disayang oleh soonyoung. dia yakin, karena dia bisa merasakannya.

makanya, selama diperjalanan pulang tadi jihoon tersenyum dengan lebar dibelakang soonyoung. pikirnya mungkin soonyoung tidak akan tahu, padahal dengan jelas senyuman soonyoung berasal dari melihat senyuman jihoon dari kaca spionnya.

anniversary 2.0 – AM


sebuah rahasia, menurut jihoon.

kali ini merupakan perayaan pernikahan yang selalu kami rayakan bersama dengan jia.

perubahan sikap dan perubahan perasaan yang semakin terlihat lebih banyak dari tahun pertama kami menikah. dari perpisahan sementara yang pernah aku alami sampai akhirnya keluarga kecil ini bersama sampai sekarang dan tahun-tahun selanjutnya.

“baru aja kemarin kita merayakan anniv, sekarang udah anniv lagi aja” perkataan soonyoung itu membuat ku tersadar bahwasanya waktu sangat tidak terasa, terlalu bahagia dan menikmati setiap moment yang ada sehingga dengan tanpa disadari waktu berjalan begitu cepat.

soonyoung pernah bertanya, katanya “lo seneng gak? selama ini hidup sama gue?” tanpa aku jawab pun, harusnya soonyoung tahu dengan jelas jawabannya. Tapi … mungkin, ada sedikit rahasia yang tidak soonyoung ketahui.

soonyoung sepertinya tidak pernah tahu, bagaimana aku tersenyum setiap melihat dia tidur dengan pulas. soonyoung pun sepertinya tidak tahu, bagaimana aku diam-diam merasakan gelisah dan sedih ketika harus berpisah lama dengannya karena soonyoung ada perjalanan dinas atau mungkin soonyoung tidak tahu, ketika aku selalu berdo’a supaya tidak pernah diberikan perpisahan lagi dengannya dan juga dengan anak kesayang kami.

memang benar, kalau soonyoung bukan suami yang ahli dalam setiap bidang. dia masih banyak bercanda, meremehkan beberapa hal yang harusnya dipentingkan, jarang sekali bersikap romantis dan sebagainya. masih ada minus-nya, tapi menurutku itu tidak apa-apa. karena, aku juga sama.

tapi untungnya soonyoung bertemu dengan jihoon yang seperti ini keadaannya. aku yang tidak mau mempermasalahkan apapun selama soonyoung masih ingat aku dan jia, selama soonyoung setiap berangkat kerja masih suka minta cium terlebih dulu, selama soonyoung masih memprioritaskan jia dan juga aku dibanding pekerjaannya. semuanya sudah cukup, selama soonyoung masih ingat akan tanggung jawabnya.

rahasia-rahasia kecil itu, entah kapan soonyoung akan tahu. atau mungkin soonyoung tidak akan pernah tahu.


sebuah rahasia, menurut soonyoung.

rahasia, harus tetap ada sih. karena emang ada beberapa hal yang gak bisa gue sampaikan sama jihoon. contoh nih, beberapa bulan lalu gue pernah ketemu lagi sama mantannya itu. iya, si chanyeol. sumber huru-hara nya rumah tangga gue beberapa tahun yang lalu.

hal-hal yang kaya gitu, yang menurut gue jihoon gak perlu tahu. sebenernya gue lebih ke takut sama respon jihoon aja. takutnya dia malah kesel atau marah ketika tahu kalau gue waktu itu minta chanyeol dengan baik-baik supaya dia gak ganggu jihoon lagi, ya meskipun ujung-ujungnya gue tetep emosi sih.

mungkin jihoon juga sadar, kalau chanyeol masih suka meminta akses sama gue supaya bisa ketemu sama jihoon, atau jihoon juga sadar kalau chanyeol sudah tahu akun twitter jihoon yang baru—yang merupakan akun lama gue. kalau misalkan ditanya, jihoon pasti gak mau ngebahas. terakhir kali, dia hanya menyerahkan hp nya dan menunjukan kalau chanyeol nge-dm dia. setelah itu selesai, setidaknya bagi jihoon–karena dia tidak ingin ada urusan apapun dengan chanyeol.

disisi lain, mungkin jihoon gak enak dan takut kalau harus ada pembahasan mengenai chanyeol lagi. makanya gue bertindak sendiri.

ya, masalah tu orang masih tetep mau nerobos atau enggaknya sih gimana nanti ya. yang penting gue udah kasih peringatan dan ngobrol baik-baik. dan jihoon gak perlu tahu, biarin gue aja yang coba jaga dia dari serangan-serangan manusia aneh itu.

emang sesayang itu dah gue sama jihoon, apa-apa pengennya dia nyaman aja—gak usah ngelakuin apapun, ibaratnya tuh— lu diem aja biar gue yang gerak—ko jadi ambigu ya anjir haha, intinya sih biar jihoon betah ada dalam hubungan ini sama gue.

dan, jangan lupa kalau ada jia. yang sayang juga sama jihoon. makanya harus lebih disayang lagi jihoonnya. kalau enggak, bahaya nanti gue kalah sama jia, gue harus tetap jadi nomor pertamanya jihoon. karena bagi gue, jihoon pun tetep yang nomor satu.

pokoknya, jihoon, lalu jihoon lagi baru deh jia. hehe


di malam hari, di ruang tengah yang sudah beberapa tahun mereka tempati. ada jia yang sedang tertawa terbahak karena menyaksikan papinya diolesi bedak oleh papanya.

“hahaha papi jelek”

“bisa diem gak jia? tersiksa nih gue” kata soonyoung sambil membersihkan bekas bedak yang ada di wajahnya.

jihoon sering protes, ketika soonyoung selalu menyebut dirinya sendiri dengan kata ‘gue’ dibanding papi. tapi, namanya juga soonyoung. selalu melakukan hal sesuka hatinya, selama itu menurut dia adalah hal yang tidak aneh. pada akhirnya jihoon pun hanya bisa diam.

“udah ah main game nya, gimana kalau kita foto bareng dulu” kata jihoon, sembari merapikan semua alat bermain yang berserakan dimana-mana, bekas mereka bermain tadi.

mereka melakukan foto bersama—merupakan sesuatu yang wajib dilakukan ketika perayaan anniversary pernikahan soonyoung dan jihoon.

lilin yang menempel di kue semakin bertambah, badan jia semakin tinggi. sedikit demi sedikit semuanya berubah. berubah dalam hal positif dan sebisa mungkin menjauhkan hal-hal negatif.

“aku senang bisa ada diantara kalian, terima kasih ya papi dan papa” kata jia, tersenyum lebar sambil memeluk orang tuanya.

“kita juga terima kasih ya, karena jia udah jadi anak yang baik” balas jihoon

“gue sayang banget sama kalian berdua” dan soonyoung menambahkan satu fakta, bahwa hidupnya ia dedikasikan untuk dua orang yang sekarang sedang dia peluk.

malam itu, soonyoung dan jihoon tidur dengan memeluk jia didekapan mereka. meskipun sekitar satu jam setelah jia tidur mereka pindah ke kamar yang lain.

“kenapa gak sama jia aja sih?” tanya jihoon yang masih setengah sadar karena dipaksa bangun oleh soonyoung.

“kan gue mau meluk lu semalaman, yang”

“ih”

disanalah jihoon, tidur dengan soonyoung yang terus-terusan menciumi bibir, pipi, kening– seluruh wajahnya.

“udahan dong, ngantuk”

“hehe gemes, yang”

tidak ada yang bisa menghentikan soonyoung dari aktifitas mengagumi wajah suaminya. dengan cekikikan pelan, dia masih saja mengecup jihoon dibagian yang bisa dia gapai dengan posisi sedang memeluk jihoon dengan erat.

“makasih ya” ucapnya tiba-tiba.

“terima kasih kembali” jawab jihoon, meskipun matanya sudah tertutup.

“beberapa waktu lalu, gue ketemu si chanyeol” jelas soonyoung mengatakan rahasia kecilnya. jihoon membuka matanya kaget.

“ko bisa?” tanyanya pelan.

“jadi gini..” jelas soonyoung perlahan.

“maksud aku, ko baru cerita sekarang?”

“oh … hehe … maaf”

“dimaafin, terus kenapa ko ketemu?”

“ jujur, sebenernya gue gak mau cerita ini. tapi gak tau deh tadi pas liat lo tidur sama jia, tiba-tiba keinget lagi dan ngerasa harus cerita … “ soonyoung berhenti sebentar.

“ waktu itu, setelah lo liatin kalau dia pernah dm lo di twitter gue langsung ngekontak dia juga. ngomong sana sini pada akhirnya kita memutuskan buat ngobrol, yaudah ketemu dah tuh. sempet bersitegang juga, dia mau sama lo tapi gue lebih mau sama lo”

jihoon memeluk soonyoung balik, memegang pipi soonyoung dan menciuminya.

“sampai akhirnya gue kesel banget jadinya gue marah-marah disana, udah gue maki-maki sampai dia malu kali ya ditempat umum gue katain. ya gue juga malu tapi ketutup sama keselnya itu. terus habis itu gue pulang deh” hening tidak ada lagi yang berbicara, mereka berdua hanya saling tatap dan jihoon malah tersenyum

“katanya janji, gak akan marah-marah ditempat umum lagi?”

“kesel gue yang. maaf ya”

“iya gak apa-apa”

“jangan kaya waktu itu ya? gue mohon banget”

“jadi kamu ngeraguin aku?”

“enggak, bukan kaya gitu maksudnya. cuman ya gimana ya, jujur gue takut, menurut gue ketakutan gue cukup beralasan ko”

“iya, maaf ya udah buat kamu berpikir kaya gitu” kata jihoon

“maaf yang, maksud gue gak kaya gitu sih. ah males gue kalau kaya gini, emang lebih baik gak cerita”

“hehe gak papa, aku tahu ko. kamu cuman khawatir aja. aku sedikit lega sih, berarti kamu sesayang itu kan sama aku?”

“sayang banget, sampe gue rasanya mau mati aja kalau lo beneran pergi”

“lah, terus yang jagain jia siapa”

“yang ah, jangan bercanda”

“iya iya maaf hehe”

“sayangnya soonyoung” kata soonyoung pelan dengan nada lembutnya.

“betah betah sama gue disini ya” lanjutnya lagi.

“betah banget, sampai aku udah gak punya lagi tempat lain yang lebih nyaman selain sama kalian”

perbincangan mereka berjalan sampai keduanya tertidur. banyak hal yang tidak mereka bahas dan diungkapkan tadi tepat di hari anniversary pernikahannya.

mengenai rasa syukur yang terus-terusan mereka ucapkan, karena jika melihat kebelakang semuanya terasa begitu berat. jalan mereka tidak pernah lancar hanya untuk menjadi pasangan saja. siapa yang tidak terharu dengan keadaan mereka yang sekarang. kalau kata jihoon tidak ada lagi hal yang bisa membuatnya merasa tenang dan senang ketika ia menyadari bahwa hanya dirinya dan jia yang paling penting di kehidupan soonyoung saat ini. sangat berbeda dengan keadaan mereka sebelum menikah “aku aja dulu pernah ngobrol sama kamu padahal kamu lagi berhubungan badan sama orang lain” dan soonyoung selalu meminta maaf atas hal yang pernah ia lakukan.

perbincangan mereka pun kembali dengan pembahasan jihoon yang pernah memikirkan soonyoung sebagai yang kedua, dan soonyoung tentunya tidak menyukai pembahasan itu, pun dengan jihoon. dia merasa bodoh dan sangat menyesal dengan apa yang menjadi penyebab perpisahan sementara dengan soonyoung di masa lalu.

namun pada akhirnya mereka sudah sampai disini, dengan diri mereka yang sudah memaafkan semua kesalahan-kesalahan. bahkan berterima kasih atas apa yang sudah mereka lalui.

“makasih udah bertahan, jihoon” dan “terima kasih sudah kembali, soonyoung”

sebagai penutup di malam perayaan hari jadi pernikahan mereka, jihoon mengungkapkan keinginannya.

“soonyoung ... aku mau jia punya adek”


lily’s universe, the anniversary project 1/3

he didn't like it when ...


“gue bakal ambil banyak daging, lu ambil sayuran” kata soonyoung kepada jihoon tepat setelah mereka menyimpan tas dan berniat mengambil makanan.

tidak ada pilihan lain untuk jihoon selain menuruti apa yang soonyoung katakan. dia mengambil sedikit sayuran dan menyimpannya di atas meja. tidak lama kemudian soonyoung melakukan hal yang sama.

“mau kuah rasa apa?” tanya jihoon

“terserah” jawab soonyoung

dan hanya itulah perbincangan yang terjadi selama mereka makan. sisanya, soonyoung sibuk dengan handphone, bermain twitter bahkan berniat untuk menonton netflix ketika dia makan berdua dengan jihoon.

soonyoung sering sekali makan hanya berdua dengan orang lain, hanya saja dia merasakan kebosanan yang amat sangat ketika dengan jihoon. ditambah lagi pandangan soonyoung terhadap 'orang yang lebih tua' darinya sudah berbeda dari awal.

sampai pada akhirnya jihoon pun mengambil handphone-nya, membuka twitter dan membalas pesan dari jeonghan.

makanan sudah habis, jihoon sadar diri jadi dia cepat-cepat menghabiskan makanannya. ini bukan yang jihoon bayangkan sebelumnya. dia tahu, kalau soonyoung sering membuatnya jengkel tanpa sebab, sikapnya yang selalu dingin pada jihoon membuat jihoon semakin kebingungan. kesalahan apa yang sudah dia perbuat sehingga soonyoung terlihat sangat tidak menyukainya.

dengan diam, setelah soonyoung membayar makanan. mereka pergi keluar restoran. jihoon berada di depan soonyoung berjalan tanpa mengatakan apapun.


sekitar jam 10 malam, harusnya jika mengikuti perkataan si kakak ipar dua jam yang lalu, saat ini soonyoung sudah berada di rumah, di kamarnya. tapi, dia masih di depan restoran yang semakin malam semakin sepi pengunjung.

“lu ngasih tahu kaip?” tanya soonyoung sambil memasukan handphone ke dalam saku celananya

“apa?”

“lu ngasih tahu kaip?” ulangnya

“ngasih tahu apa?” jihoon membalikan badannya supaya bisa melihat soonyoung dan menanyakan hal yang ditanyakan oleh soonyoung dengan jelas.

“hahaha” soonyoung tertawa, dan jihoon semakin bingung.

“lu kan udah dewasa ya, bisa gak sih gak perlu ngaduan sama kaip, apa-apa diaduin” mendengar perkataan soonyoung, jihoon terdiam. dia masih mencerna perkataan orang yang lebih muda empat tahun darinya itu.

“gak bisa jawab kan lu?” tanya soonyoung lagi.

“gue ... gak ngadu. gue gak ngaduin lo adek. han itu temen gue satu-satunya, yang kebetulan adalah kakak ipar lo. sama kaya halnya lo sama temen lo suka saling kasih kabar kan? sama, gue pun hanya kasih kabar sama han sebagai teman yang udah terbiasa cerita apapun”

“tetep gak menutup kemungkinan kaip bakal marah sama gue”

“kalau memang itu adalah hal yang salah, han pasti bakal marahin lo”

“kan, apalagi lu temennya. udahlah gue males ngobrol sama lu. gue udah gak punya utang budi ya, udah kebayar sama makan barusan”

dan jihoon terdiam ketika melihat soonyoung sudah menaiki motornya, tanpa mengajak jihoon untuk ikut menaiki motor tersebut.

“lu balik sendiri, jangan manja masih ada bus, ada kereta atau pake aplikasi. aduin sama kaip sana biar sekalian gue dimarahinnya”

“gue ada salah? kenapa kaya yang benci banget sama gue?” tanya jihoon

“ya elah, masa gak ngeuh. orang dewasa kan katanya pekaan. masa lo gak nyadar?”

“jelasin” perintah jihoon yang langsung diberikan senyuman sinis oleh soonyoung

“sebenernya gue gak ada masalah kalau harus antar lu pulang ke rumah setelah lu lembur, gue jadi bisa motoran sampai malam. tapi gue gak suka, karena lu gak bisa ngebujuk kaip buat berhenti nyuruh gue anterin lu terus. kesel aja, katanya orang yang dewasa bisa atur hidupnya sendiri, pulang malem sendiri aja gak bisa. kocak. sok-sokan baik sama gue padahal aslinya lu kesel kan sama gue karena gak pernah bales chat lu, sampe-sampe ngadu ke kaip”

“ini adalah perbincangan paling lama kita, gue gak mau kaya gini bin. lagian kan tadi udah dijelasin niatnya bukan ngadu ta-”

soonyoung mengerutkan dahinya, “bin?” tanyanya

“lu manggil gue bibin?”

“sorry, keceplosan” kata jihoon

“lu mau manggil gue apapun terserah, asal jangan bibin. lu gak berhak manggil gue bibin. lu bukan siapa-siapa gue” dan soonyoung mulai menyalakan motornya

“sorry”

kata terakhir yang jihoon ucapkan yang terdengar oleh soonyoung. dalam pikiran jihoon, malam ini bukan malam yang dia tunggu-tunggu tadi sore. terlintas dipikirannya bagaimana jihoon sibuk memilih baju yang cocok untuk sekedar makan malam dengan soonyoung. sibuk memilih perfume mana yang akan dia gunakan.

bayangan semua hal yang telah dia lakukan semakin jelas dan jihoon semakin malu pada diri sendiri.

“ngarep apa sih” ucapnya pelan

dan jihoon kembali diingatkan oleh dirinya sendiri serta keadaan. kalau apa yang dia mau itu terlalu jauh, utasan tali hubungannya seperti putus begitu saja. padahal jihoon masih memegangnya dengan erat bahkan sampai detik ketika soonyoung melarangnya untuk memanggil dengan sebutan 'bibin' pun setelah ucapan itu jihoon dengar dengan jelas. jihoon masih tidak mau melepaskannya.

the last chapter for us


alasan menikah muda itu banyak, salah satu alasan yang sering didengar adalah sudah menemukan pasangan yang tepat.

terlepas dari sifat mereka yang berbanding terbalik, soonyoung maupun jihoon sudah bersedia untuk memiliki komitmen yang lebih kuat dalam hidup mereka.

dukungan dari orang tua pun sudah mereka kantongi, bahkan ayahnya jihoon bersedia membantu dan dengan cepatnya menentukan tanggal pernikahan bersama babeh.

di sisi lain, soonyoung pernah protes karena tanggalnya terlalu dekat, terlalu cepat dengan tanggal yang sudah ia perkirakan. tapi itu kemauan orang tua, jadi soonyoung dan jihoon hanya bisa mengiyakan, setuju dan mengikuti proses yang sudah ditentukan.

katanya, masalah itu akan terus muncul sampai hari pernikahan itu tiba. entah itu dari keluarga, teman atau dari perasaan diri sendiri.

seperti yang sedang soonyoung dan jihoon alami saat ini, hanya tersisa tiga hari lagi menuju hari penting mereka. tapi, hari ini terlalu sulit untuk dilewati oleh keduanya.

kata yang sudah terucap, terus berisik di kepala soonyoung dan jihoon membuat mereka enggan untuk maju menghadapi hari esok yang sudah jelas akan lebih menyakitkan dibanding hari sebelumnya.

jihoon yang menginginkannya, dan sudah dia ucapkan dengan pelan tapi tetap jelas bagi soonyoung. ‘batal’ sebagai penolakan nyata dan pemberhentian paksa dari hubungan mereka.

soonyoung bilang dia akan pergi ke kosan, ke jakarta pusat. meninggalkan jihoon di rumahnya, di bekasi. soonyoung sudah mengucapkan kata yang harus ia ucapkan. sudah memberikan penjelasan apa yang harus ia jelaskan.

soonyoung terlalu ragu, bahkan ketika dia sudah mengatakan keputusannya pun dia masih sangat, sangat bingung. bahkan babeh pun masih sama. bingung dan ragu untuk merelakan dan masih tidak percaya dengan kenyataan yang sedang mereka hadapi sekarang. lagi-lagi peprisahan, dengan orang yang sudah soonyoung dan babeh yakini untuk menjadi bagian dari keluarga yang akan membawa kebahagiaan bagi mereka setiap harinya.

soonyoung sudah berdiri, hendak pergi dan melepas semua statusnya dengan jihoon. kakinya berat untuk melangkah, hatinya berat untuk melepas.

jihoon diam, mendengarkan perkataan soonyoung, melihat soonyoung berdiri dan perlahan melangkah pergi. jihoon diam, mulutnya terkunci oleh isi kepalanya yang terlalu berisik.

“ih” jihoon membentak, bukan ditujukan kepada soonyoung tapi pada dirinya sendiri. dan suara pukulan bisa soonyoung dengar. saat ini jihoon sedang memukuli kepalanya.

soonyoung terlalu kaget melihat jihoon seperti itu, dia berhenti melangkah keluar dan kembali menghampiri jihoon.

“ih” bentak jihoon lagi, dia menunduk terus memukuli kepalanya.

“jihoon” soonyoung duduk dipinggir jihoon dan memegang tangan jihoon supaya berhenti dari apa yang sedang jihoon lakukan.

“jangan dipukul kepalanya” soonyoung berusaha menyadarkan, tapi jihoon tidak mau berhenti.

“jihoon, jangan dipukul” lalu soonyoung memegang tangan jihoon lebih erat, sehingga jihoon tidak bisa memukuli kepalanya lagi. tapi jihoon masih berusaha, soonyoung pun masih bisa merasakan tenaga dari tangan jihoon.

“jangan kaya gini, jangan nyakitin diri sendiri. ya?” tanya soonyoung, lebih tepatnya sebuah bentuk perintah yang lembut ia tujukan kepada jihoon.

jihoon tidak berani untuk sekedar menatap mata orang yang sedang menggenggam tangannya. dia hanya menunduk, menggigit bibir, menahan tangisnya.

tapi sayangnya soonyoung terlalu peka. dia tahu kalau jihoon sedang menyembunyikan kesedihannya. makanya soonyoung peluk, ikut alih dalam menyembunyikan tangisan jihoon.

sesakit apapun hati soonyoung, berusaha se-ikhlas bagaimanapun dia melepaskan jihoon. soonyoung akan tetap memeluk jihoon selagi dia bisa, meskipun ini masih hari yang sama dengan penolakan jihoon beberapa jam yang lalu.

tidak ada alasan untuk soonyoung mengabaikan kesedihan jihoon, karena soonyoung masih ada di rumah, dia belum pergi.

tangannya mengelus kepala jihoon yang tadi sempat jihoon pukuli. menunggu jihoon tenang dalam pelukannya. soonyoung tidak berusaha kuat, dia juga sakit hati, tapi dia tidak akan pernah bisa mengabaikan jihoon begitu saja.

soonyoung beberapa kali mendeklarasikan kalau jihoon akan selalu dia utamakan, kalau jihoon sumber terbesar dari kebahagiaan dan kesedihannya, sebagai kebanggan dan sebagai titik lemahnya. kalau jihoon selalu menjadikan dirinya ingin menjadi lebih baik bahkan ketika tidak ada hal lain lagi yang bisa soonyoung perbaiki. dan soonyoung rasa, dia sudah berjanji secara tidak langsung kepada dirinya sendiri, untuk melewati hari-hari bahagia dan sedihnya dengan jihoon.

“kenapa?” tanya babeh yang datang menghampiri soonyoung.

“tadi pukul kepalanya sendiri”

“jadi lu masih mau di sini apa pergi tong?” tanya babeh lagi, kali ini bukan tentang tempat yang akan soonyoung tuju, melainkan sebagai kata lain yang menggambarkan apakah soonyoung masih mau bertahan dan memperpanjang sabarnya atau dia pergi meninggalkan dan memutuskan kesabarannya itu.

“di sini dulu beh” jawab soonyoung tanpa jeda.

tiga puluh menit, empat puluh menit lalu satu jam sudah berlalu. jihoon masih memeluk soonyoung, jauh lebih erat dari pertama kalinya soonyoung berinisiatif memeluk jihoon.

“aku minta maaf” kata jihoon pelan.

soonyoung ingin melepas pelukannya dan melihat wajah jihoon, tapi jihoon menolak ia masih mau memeluk orang yang sedikit lagi pergi dari hidupnya.

“maaf udah ragu … sama kamu”

“aku … mau nyalahin teman-teman kamu juga kayanya gak masuk akal, aku bisa aja baca semua cuitan mereka di twitter tanpa aku masukin hati. tapi setelah baca itu … aku kepikiran terus”

“aku minta maaf … udah buat kamu sedih, maaf udah buat kamu … kecewa sama aku”

setelah tadi jihoon hanya bisa bungkam, sekarang ia mengungkapkan sedikit dari apa yang mengusik pikirannya.

“anterin aku ke psikolog lagi aja, malam ini juga gak papa … asal besoknya aku masih sama kamu”

jihoon terus menjelaskan kalau dia tidak bermaksud mengatakan kata-kata yang bisa membuat soonyoung sakit hati, yang bisa membuat soonyoung kecewa atas pilihan jihoon. di sisi lain soonyoung masih saja mengerti dengan kondisi jihoon, dia yang selalu menemani jihoon pergi melakukan konseling akan mengerti bagaimana jihoon selalu berusaha menjadi orang yang lebih positif. dan soonyoung paham, di mana titik jatuh jihoon.

“sekarang istirahat aja, besok kita ke sana lagi. berdua”

mereka duduk, saling memeluk, diam merenungkan apa yang baru saja telah terjadi dan akan terjadi. soonyoung pikir semuanya hampir selesai, tapi jihoon masih menahannya. bahkan diri soonyoung sendiri tidak mau untuk melangkah pergi dari hidup jihoon.

“batal? soalnya kagak ada kata diundur” tanya soonyoung dan jihoon menggelengkan kepalanya.


soonyoung izin kepada babeh untuk membawa jihoon ke kamarnya, tidur di sana berdua. untuk saat ini jihoon dan soonyoung tidak akan sanggup untuk berpisah barang satu meterpun.

“udah bilang babeh?”

“udah”

“temen-temen kamu?”

“udah”

soonyoung tidur disamping jihoon, tangan mereka saling menggenggam. mereka saling menguatkan, tidak mudah bagi jihoon dan soonyoung untuk melewati hari ini. sampai diakhir langkah soonyoung menuju pamitnya kepada jihoon, mereka masih berusaha untuk saling memahami.

“tidur lu beruda?” tanya babeh

“kenapa beh?”

“harusnya kagak boleh nih tidur berdua sebelum nikah, stress gua hari ini … yaudahlah tidur, jangan ditutup ni pintu, buka dikit”

“iya babeh” dan babeh keluar, membiarkan dua orang yang hampir putus asa dan hilang arah itu untuk beristirahat.

— malam itu bagi soonyoung, melihat jihoon yang sedang tertidur disampingnya memberikan banyak sekali perasaan aneh, perasaan yang terlalu rumit untuk dia jabarkan satu persatu. matanya menatap satu orang, pikirannya berkeliaran dengan berbagai macam kemungkinan.

soonyoung memutuskan untuk meninggalkan jihoon yang sedang tertidur. keluar dari kamar dan duduk sendiri di ruang tengah. suasananya sudah sepi, terlihat suadara-saudaranya sedang tertidur beralaskan kasur lipat. soonyoung tersenyum, seharusnya ini adalah momen yang akan membuatnya menjadi orang yang paling senang.

soonyoung membuka handphonenya, melihat akun instagramnya. tersenyum ketika ia melihat teman-temannya mem posting foto-foto tadi siang, ketika mereka berkumpul dan membicarakan pernikahan soonyoung dengan suka ria. lalu soonyoung membuka halaman profil instagramnya, membuka archive instagram story yang dipenuhi dengan postingan dari jihoon di close friendnya. dari jihoon yang iseng memposting soonyoung ketika makan, ketika jihoon di kosan atau sekedar tulisan-tulisan iseng yang sengaja ia post ketika sedang bosan.

jihoon terlalu banyak memberikan kenangan kepada soonyoung, bahkan hal yang dilakukan jihoon hanya hal-hal kecil yang tidak akan diingat oleh kebanyakan orang.

“tong” soonyoung menoleh ketika babeh memanggilnya.

“belum tidur?” tanya babeh lagi yang sekarang sudah duduk di samping soonyoung.

“masih kepikiran” jawab soonyoung singkat.

“jadinya gimana?” dan babeh pun masih menginginkan kepastian

“kalau kagak salah denger, kemungkinan mau lanjut beh”

“terus kenapa lu masih kayak orang bingung gini”

“takut nanti kalau pas bangun, dia berubah pikiran lagi beh”

“gua juga sebenernya masih bingung, jihoon itu maunya kaya gimana. kelihatannya mau banget bareng sama lu tapi kalau lagi kayak tadi gua jadi ragu. karena dia kayak yang gampang banget ngelepasin lu. di sisi lain gua juga ngerti sama ketakutan tu anak, tapi di sisi lain yang anak gua tuh lu jadinya gua juga kagak bisa kalau harus ada di pihak jihoon ketika lu nya di ujung tanduk mau ditingalin”

soonyoung mendengarkan setiap perkataan babeh, pada saat itu hanya kata-kata babeh yang menjadi satu-satunya suara yang dapat soonyoung dengar.

“kalau, babeh ada di posisi ini. babeh bakal kayak gimana?”

“kalau gua jadi lu…” babeh berhenti berbicara, dia melihat anaknya yang juga sedang fokus menunggu jawaban

“dulu, enyak lu itu salah satu orang yang paling popular di kampus begitupun di tempat kerjanya. udah cakep, pinter, baik, dari keluarga yang cukup berada pula. pacarana sama gua yang kalau kata orang-orang ‘terlalu biasa’ buat jadi pacarnya enyak lu. gua kagak pinter, di kampus biasa aja di tempat kerjaan gua juga biasa aja malah banyak dimarahinnya gua. tapi enyak lu masih mau sama gua, meskipun banyak orang yang selalu bilang kalau ‘orang yang kayak enyak lu itu disayangkan banget pacarannya malah sama orang yang bentukannya kaya gua. saat itu gua pikir, gua juga bukan orang yang tepat buat enyak lu. sampai akhirnya enyak lu selalu ngeyakinin gua kalau apa yang orang lain omongin itu kebenarannya cumin 20%, yang mereka lihat cuman sedikit sedangkan yang ngerasain dan yang ngalamin itu enyak lu sendiri, yang harus dipercaya omongannya ya omongan enyak lu bukan orang lain. dan gua ngelakuin apa yang enyak lu bilang, sampe kita mau nikah. satu minggu mau nikah gua masih denger omongan kalau enyak lu terlalu sempurna buat gua, kalau gua kagak pantes buat bisa nikah sama enyak lu, di situ gua bingung tong. gua takut enyak lu mikir yang sama dengan yang orang lain bilang, terus gua jadi minder sendiri”

babeh menatap balik soonyoung, matanya mencoba menjelaskan sesuatu. melihat apakah anaknya memahami cerita yang sedang ia ceritakan atau tidak.

“jihoon itu, ada denger omongan dari temen-temen lu kan ya?”

“iya”

“gua bisa bayangin, gimana khawatirnya tu anak. kalau gua masih bisa ngelawan, mungkin jihoon kagak bisa, makanya keluar kata-kata ‘batal’ dari mulut jihoon” mereka berdua terdiam, babeh mungkin sedang mencari kata-kata lain yang bisa menggambarkan keadaannya saat ia berada di posisi yang tidak menguntungkan, sedangkan soonyoung sedang mencari korelasi antara cerita babeh yang sedang ia dengarkan barusan.

“kita juga kagak bisa memandang insecure itu hal kecil, kita juga kagak bisa bilang kalau jihoon kagak siap. emang ini salah gua sama bapaknya jihoon yang terlalu buru-buru nentuin tanggal, ada salahnya juga dari temen-temen lu yang buat jihoon jadi keingetan lagi dan jihoon pun ada salahnya ketika dia nyerah dan ngucapin hal yang seharusnya kagak boleh dia ucapin”

hanya terdengan helaan nafas dari soonyoung, dia tidak bisa memberikan respon lewat kata-kata lagi

“kagak ada orang yang 100% cocok sama lu dan kagak ada orang yang berhak buat ngomong kalau jihoon itu kagak pantes buat lu. yang tahu orang itu cocok buat kita cuman diri lu sendiri, bahkan gua pun kagak bakal bisa ngasih pandangan yang 100% mewakili perasaan dan pandangan lu terhadap jihoon. kalau nanya ke gua, harus gimana. gua balikin lagi sama lu, lu maunya kaya gimana sama jihoon?

“pas jihoon bilang mau dibatalin, kayak … pikirannya tuh gua udah diusir sama jihoon beh, dari rumahnya dari semua kegiatan yang mau dia lakuin … dari kehidupannya dia”

“dan dari sana lu ngerasa udah kehilangan jihoon?”

“lebih tepatnya ngerasa dibuang. dibuang sama pikiran jihoon”

“tapi ditarik lagi sama perasaan yang jihoon punya, iya kan?” tanya babeh, dan soonyoung mengangguk.

“menurut gua sih tong, jihoon mungkin bingung dengan kesiapannya untuk menikah, tapi bukan berarti dia kagak mau. lu mau kan nikah sama jihoon?”

“mau lah beh, masa kagak mau”

“siap tapi kan lu nikah sama jihoon?”

“siap, sebelum tadi denger omongan jihoon”

“sekarang kagak siap?”

“bukan kagak siap, tapi lebih ke takut aja. takut jihoon berubah pikiran lagi”

“nanti pagi kita tanyain jihoon lagi, siap kagak lu denger jawabannya?”

“siap kagak siap, harus tetep ditanya ulang”

“yaudah, sekarang lu tidur temenin jihoon”

dengan segala ketakutan dan kebiasaan yang selalu jihoon lakukan, soonyoung mungkin sedikitnya paham kalau jihoon dan tindakannya melindungi dirinya dari ketakutan akan kehilangan orang itu terdengar sangat egois. bahkan memang egois, sampai dia berada di titik impulsif. tergesa-gesa melepaskan sesuatu yang beresiko akan menyakiti dirinya sendiri.

jihoon selalu berkeyakinan kalau hanya dirinya sendiri yang bsia bertahan untuk tetap sadar berada dikehidupan yang sedang ia jalani, sampai akhirnya soonyoung dengan senyum bodohnya menawarkan minuman kepada jihoon, memberikan tangannya untuk membantu dan menemani apapun yang jihoon alami.

kebiasan bertahan versi jihoon yang sudah ia alami bertahun-tahun masih tertanam dan beberapa kali muncul dengan sendirinya. tapi disana juga sudah ada soonyoung, yang selalu menyadarkan jihoon kalau keadaannya sudah berbeda dengan sebelumnya.


“aku kalau gak ketemu kamu, pasti bisanya cuman ngerepotin mingyu doang. bisa jadi mingyu sama jeonghan bakal putus karena saking lamanya harus pacaran diam-diam. terus aku juga kayanya masih terus berkutat dengan pikiran yang menyebalkan itu di kamar aku sendirian, tanpa ada orang yang ngajak aku makan selesai latihan. mungkin aku juga masih gak mau pergi lagi ke psikolog” kata jihoon yang masih tertidur di kasur sambil memegang tangan soonyoung erat.

“dua hari lagi” kata soonyoung

“iya, dua hari lagi” ulang jihoon

“aku mau minta maaf, udah buat kamu sedih kemarin. babeh juga sedih, keluarga kamu sedih, ayah, mingyu dan semua temen-temen kamu sedih. aku juga sedih … “

“kamu gak ada salah, babeh sama ayah juga gak salah meskipun nentuin tanggal nikahnya kecepatan, toh aku waktu awal-awal seneng juga. kita juga tahu, temen-temen kamu juga tahu kalau yang selalu menjadi biang masalah di hubungan kita itu, ya aku … aneh banget makanya kalau sampai kamu masih mau pertahanin aku meskipun kemarin aku udah jahat sama kamu”

“apanya yang aneh?” tanya soonyoung dan jihoon menatap soonyoung, dalam pikiran jihoon ia terus mempertanyakan perasaan soonyoung.

’kenapa bisa, ada orang yang sesayang itu sama gue’

“aku yakin, kamu gak akan nyakitin aku. tapi aku takut, kalau aku bakal nyakitin kamu lagi”

“tapi aku juga yakin, kalau jihoon kagak bakal nyakitin aku lagi, aku yakin jihoon juga kagak mau semuanya terjadi seperti kemaren”

“kenapa sih baik banget jadi orang” jihoon memeluk soonyoung, yang dipeluk hanya bisa tertawa pelan

“aku baik ke orang yang suka banget sama yupi”

“krik krik banget bercandaannya”

“capek, ngobrolnya serius terus dari kemarin. kalau sama kamu maunya cuman dengar suara ketawa aja jangan ada nangis-nangisan lagi”

“kalau gitu … aku harus tinggal di sini sampai nanti hari-h nya”

“boleh, nanti aku yang bilang ke ayah kamu”

“okey, oh iya aku belum minta maaf sama nenek kamu”

“habis ini mandi terus ngobrol” jihoon menjawab dengan anggukan.

hari itu juga, setelah mengobrol dengan keluarga soonyoung, meminta maaf satu persatu kepada keluarga yang ikut menyaksikan pertengkaran mereka kemarin. sorenya, soonyoung dan jihoon sepakat untuk mengikuti konseling, berdua. bukan hanya jihoon yang duduk di sana sambil menceritakan permasalahannya, tapi soonyoung juga. dalam dua hari itu, mereka masih berproses, terus berjalan maju dan memperbaiki diri sebelum hari pernikahan itu datang. terlalu mendadak dan singkat, tapi pikir soonyoung itu hal yang setidaknya ia usahakan supaya tidak ada lagi perasaan minder menuju pernikahan mereka.

pada prosesnya, jihoon tidak mau bertemu dengan teman-teman soonyoung pun dengan mingyu. tidak ada lagi agenda pinyit, jihoon tinggal di rumah soonyoung di bekasi. bersama babeh dan ada soonyoung dalam setiap detik yang ia lewati, membuat jihoon lebih yakin kalau dirinya ternyata terus merasakan kenyamanan dan pikirannya dijauhkan dari ketakutan.


hari itu tiba, semua perjuangan soonyoung dan jihoon terbayarkan. tempat mereka merayakan pernikahan sangat sesuai dengan apa yang jihoon bayangkan. jihoon senang melihat semuanya, melihat hal-hal kecil yang ada di depan matanya.

tadi malam jihoon sudah mengirimkan pesan kepada mingyu, kalau dia sudah siap menjadi suami soonyoung dan dia berusaha untuk terus memperbaiki diri, bersama soonyoung. dan jihoon senang, tidak ada lagi keraguan, jihoon hanya merasakan jantungnya terus berdebar dalam konteks yang positif, dia senang.

semua orang sudah berkumpul, keluarga dari soonyoung dan jihoon, teman-teman soonyoung bahkan orang yang belum pernah jihoon lihat pun ada di sana, ikut menyaksikan proses terpenting dalam hidup soonyoung dan jihoon.

saat ini, jihoon terus-terusan tersenyum. dalam pikirannya, terus berputar kata-kata positif yang selama ini jihoon harapkan datang lebih cepat. hasil perjuangan aku dan soonyoung berakhir di tempat yang sangat indah, berakhir dengan senyum dari babeh dan ayah, berakhir dengan … air mata bahagia yang terus keluar dari mata soonyoung.

lalu mereka mengucapkan kata janji yang diberikan persetujuan oleh beberapa orang di sana, katanya “sah” dan hal-hal buruk yang pernah mereka alami akan hilang dengan sendirinya dari memori mereka atau mungkin akan terekam sebagai pelajaran semata.

jihoon masih tidak bisa seleluasa itu bercanda dengan jinjin dan kawan-kawannya. tapi dia sudah bisa mengolok kim mingyu, sahabatnya dari ia kecil. selalu ingat dengan perkataan mingyu, jihoon kalau lagi senang sukan bertingkah menyebalkan, suka aneh sendiri.

“kim mingyu … liat buku nikah gue hehe” katanya sambil menunjukan buku nikah itu kepada mingyu. yang sedang dipanggil malah sibuk menangis, sahabatnya itu terharu kalau akhirnya jihoon bisa melewati semua ketakutan yang jihoon rasakan. kalau jihoon sudah berada di titik yang sebelumnya tidak pernah mingyu bayangkan jihoon akan ada di sini, di samping soonyoung.

“gue udah tahu jihoon, lo jangan cengengesan mulu liat tuh suami lo masih nangis anjir” kata mingyu sambil menunjuk ke arah soonyoung.

lalu jihoon memalingkan pandangannya pada orang yang baru saja merubah status sebagai suaminya itu.

“ko nangis?” tanya jihoon.

mereka bahkan belum melakukan sesi foto setelah kata ‘sah’ itu terdengar, soonyoung malah menunduk dan menangis. berbeda dengan isi pikiran jihoon yang terus mengucapkan kata-kata positif pada dirinya sendiri, soonyoung malah memutar balik ke memori di mana dia dan jihoon hampir saja gagal untuk menikah.

setelah semua yang dia lewati, setelah semua usaha yang soonyoung lakukan. jihoon tidak menyuruhnya pergi dan tetap berusaha bersama untuk berada ditempat ini. soonyoung terlalu senang, sampai air matanya tidak mau berhenti, bahkan soonyoung sampai senggukan.

dari awal soonyoung datang, dia terus-terusan menahan tangisnya. lalu ketika dia mendengar kata yang selalu ia impikan itu, air matanya pecah tidak bisa ditahan lagi. dan ketika jihoon bertanya, ia semakin terharu.

jihoon menghampiri soonyoung dan memeluk suaminya itu, terus bertanya kenapa soonyoung menangis. dan kalimat yang terus-terusan soonyoung ucapkan ketika menjawab pertanyaan jihoon hanya satu.

“jihoon, terima kasih sudah mau bertahan sampai saat ini. duduk sama aku di sini, terima kasih banyak”

“sama-sama” kata jihoon, dia memeluk lagi soonyoung. dan ketika babeh menghampirinya, jihoon juga memeluk babeh. berterimakasih atas semua kebaikannya yang sudah membawa jihoon sampai di sini. kalau tidak ada babeh yang selalu ada di samping jihoon, dan kalau tidak ada babeh yang selalu menjadi penguat soonyoung, semua ini tidak akan pernah terjadi.

untuk teman-teman soonyoung, mungkin jihoon sudah biasa saja, tapi tidak dengan ingatannya yang masih jelas memutar bagaimana mereka menyudutkan jihoon di hari jihoon dan soonyoung hampir berpisah. untuk mingyu dan jeonghan, jihoon berharap mereka akan bahagia seperti jihoon saat ini yang sudah bahagia bersama soonyoung.

setiap orang yang ada di kehidupan jihoon akan selalu memberikan maknanya tersendiri, begitupun dengan soonyoung. sebagai orang yang memperkenalkan kehidupan dan bagaimana caranya bekerja, yang mengenalkan kepada jihoon kalau bersungguh-sungguh maka dia akan memenangkan apa yang diinginkan. kalau sabar akan selalu menjadi pertahanan terakhir dari setiap usaha yang sudah dilakukan.

katanya soonyoung terima kasih sudah selalu bersabar menghadapi aku yang begini adanya. yang masih suka terjerumus meskipun sudah aku berikan label sembuh pada diriku sendiri. maaf aku selalu merepotkan, isi kepalaku dan semua isi hatiku yang selalu menjadi masalah. terima kasih udah selalu sabar dan nerima aku. mulai saat ini, aku akan selalu mendengarkan kata-kata kamu, aku akan terus ngikutin kamu. terima kasih juga udah peluk aku, bahkan ketika kamu kecewa sama aku. semua janji kamu selalu kamu tepatin, jadi aku juga mau janji, kalau aku akan selalu menghargai apapun yang kamu lakukan, seperti kamu menghargai apapun yang aku perbuat dan katakan. malam itu, ketika mereka hampir saja berpisah. jihoon terus memeluk soonyoung, mengatakan semua apresiasi terhadap orang yang sedang tidur dengan nyenyak di sampingnya.


“kita di rumah aku dulu ya, semingguan”

“okey, jawab jihoon”

mereka baru saja selesai mandi, setelah acara tadi siang soonyoung maupun jihoon sangat kelelahan.

“kaki aku pegel banget, berdiri terus. tamu enak ya foto sebentar habis itu makan-makan sambil duduk. lah kita, makan aja waktunya sebentar, kaya jadi pajangan gak sih tadi seharian?” tanya jihoon dengan muka kesalnya.

“haha, iya. mau dipijit kagak kakinya?”

“nih”

jihoon mendekatkan kakinya pada tangan soonyoung. dan langsung soonyoung pegang, dipijat pelan.

“kita di sini satu malam, besoknya ke rumah kamu, satu minggu kemudian ke kosan lagi, terus nanti ngelakuin aktifitas kaya biasanya. gak ada bedanya ya habis nikah sama sebelum nikah”

“ada dong bedanya”

“apa?”

“males jihoon pura-pura kagak tahu”

“ya … tahu sih tapi malu ngomongnya” soonyoung tertawa mendengar perkataan jihoon.

“kenapa malu? kan bedanya nanti kamu bakal tinggal sama aku terus-terusan”

“ih … “ jihoon memutarkan bola matanya. soonyoung malah tertawa melihat jihoon yang memasang raut wajah emosi mendengar perkataannya barusan.

“tinggal bareng doang tapi gak diapa-apain, buat apa”

“emang mau diapain?” tanya soonyoung, dia berhenti memijat kaki jihoon, dan mendekatkan dirinya pada jihoon.

“ya … disayang” jawab jihoon, salah tingkah ketika soonyoung sudah ada di depannya.

“dari kemaren juga udah disayang”

“yaudah iya, gak usah diomongin kamu juga paham sendiri”

“kagak paham hehe” soonyoung masih asik dengan kegiatan barunya, menggoda jihoon

“ih jauh-jauh ah, merinding aku” jihoon mendorong soonyoung supaya tidak terlalu dekat dengan dirinya. dan soonyoung hanya tertawa.

setelah selesai tertawa-tawa, soonyoung kembali mendekati jihoon.

“emang jihoon udah siap kalau sekarang?”

“udahan ah jangan negbahas itu, kamu bercandain aku terus”

“kagak bercanda, ini aku tanya beneran”

“kamu jangan salah paham ya, pokoknya bukan berarti aku gak sayang sama kamu. tapi sumpah … aku capek banget hari ini”

“ya kagak apa-apa, kan aku kagak minta malam ini”

“okey … tapi kalau yupi tiap pagi sama sebelum tidur”

“bebas, sesukanya jihoon”

“yaudah sini, yupi time”

“yupi time banget istilahnya hahaha”


soonyoung menatap jihoon yang sudah tertidur di sampingnya, tersenyum sendiri ketika melihat wajah capek jihoon yang akhirnya bisa beristirahat. tidak ada hal lain yang berputar dipikiran soonyoung selain fakta bahwa dirinya sudah menikah dengan jihoon tadi siang, memutar kembali betapa terharunya momen ketika pada akhirnya soonyoung memilki foto keluarga dan foto pernikahannya. soonyoung sudah membayangkan akan disimpan dimana saja foto itu. soonyoung juga bisa membayangkan kalau dia akan merubah foto profil semua sosial medianya dengan foto pernikahannya.

dan soonyoung lebih tidak sabar lagi untuk besok pagi, ketika jihoon akan mengatakan “selamat pagi, mas suami. it’s yupi time” tersenyum sendiri soonyoung ketika membayangkannya.

lalu besok paginya, semua yang soonyoung bayangkan itu terjadi.

“gampang banget dibacanya emang” pikir soonyoung.

ketika mereka berdua menikmati suasana pagi hari yang sedikit berbeda dari sebelumnya. jihoon diam-diam membandingkan situasi yang harusnya ia alami apabila dia memilih untuk tidak melanjutkan hubungannya dengan soonyoung. berkali-kali dia menggelengkan kepala, sampai-sampai soonyoung tanya “kenapa” dan jihoon hanya menjawab “ngebayangin hal mengerikan, untung gak kejadian”

soonyoung tersenyum, paham dengan apa yang jihoon bayangkan. soonyoung pun sempat memikirkan hal yang sama, membandingkan situasi antara ada jihoon dan tanpa jihoon.

“kagak mudah ya ternyata buat sampai di sini”

“iya, hehe maaf ya aku nyebelin”

soonyoung mengecup bibir jihoon sekilas “kagak apa-apa” katanya.


ps : hello teman-teman, di event howooland kemarin hanya 2k words, ini sudah aku tambahin jadi 3.8k words ya. anw, ini adalah chapter terakhir dari kisah ketum, terima kasih semuanya udah baca ketum sampai part terakhir ini. aku selalu ingin ucapin ke kalian satu per satu, terima kasih banyak banyak banyaaak, buat yang udah selalu ramein ketum, dari QRT sampai di tiktok juga kadang lewat video editannya (kalau ada yang nemu tentang au aku lagi di tiktok tolong kasih linknya ke aku ya hehe makasih).

sampai ketemu di au aku selanjutnya, semoga secepatnya bisa ketemu lagi sama kalian :) ily

sabarnya yang panjang, sekarang ketemu ujungnya.

soonyoung memang sudah menyiapkan berbagai jenis kalimat kalau misalkan jihoon kembali dengan agenda overthinking-nya, tapi tidak dengan chat yang baru saja ia terima dan ia baca. soonyoung bingung harus memberikan respon kepada jihoon seperti apa, dan karena itu soonyoung lebih memilih untuk pergi ke rumah jihoon bersama dengan babeh, meminta penjelasan kepada jihoon tentang pesan yang baru saja beberapa menit lalu ia labelkan sebagai pesan ‘salah kirim’.

babeh yang tidak tahu tentang isi pesan tersebut hanya diam, menyetir tanpa banyak bertanya pada anaknya yang selama perjalanan malah membisu, bengong seperti orang linglung.

“kenapa sih tong?” mobil mereka sudah sampai di depan rumah jihoon, dan babeh memutuskan untuk bertanya sesuatu.

“ha? oh … kagak apa-apa beh, mau ngobrol aja”

“ini lu berdua lagi dipingit ya, cuman karena tadi lu grasak grusuk kagak jelas, jadinya gua iyain buat ke sini”

“babeh, nanti aja tahunya kalau udah ada keputusan, kalau sekarang kita masuk aja dulu” babeh pun mengalah. masuk ke dalam rumah jihoon, soonyoung disambut oleh mingyu dengan muka paniknya. dan jeonghan yang juga sama menjadi tegang, perasaannya tidak karuan ketika melihat soonyoung datang dengan babeh.

soonyoung dan babeh masuk ke rumah itu, masuk ke ruangan yang lebih jauh dari pintu keluar. di rumah sudah ada banyak saudara-saudara jihoon yang datang, dari anak kecil yang berlarian di ruangan, atau beberapa anak remaja yang sedang asik memainkan piano milik jihoon. ada juga orang tua yang sedang mengobrol. sebagai formalitas meskipun pikirannya terus menyuruhnya untuk segera bertemu dengan jihoon, soonyoung menyapa mereka satu per satu.

lalu ayah jihoon, mingyu, jeonghan, soonyoung dan babeh memisahkan diri dari orang-orang yang sedang sibuk dengan kegiatannya, mereka duduk di sofa ruang tamu yang berbeda, hanya ada mereka berlima.

“kenapa ko ke sini?” tanya ayah jihoon

“mau ketemu sama jihoon, sebentar … mau ngobrol” jawab soonyoung

“aduh kan lagi dipingit ya masa ketemuan”

“enggak, om … “ sela mingyu

“jihoon tadi chat aku, katanya … bingung … gimana ya … intinya dia mau ditunda nikahannya” jelas mingyu

“ha? ditunda begimane?” kata babeh, keningnya mengkerut matanya terus menatap mingyu tidak suka.

“ya gak tau beh makanya, mingyu juga gak tau jihoon kenapa kaya gitu”

“yaudah diobrolin deh, soonyoung ke kamar jihoon aja. tapi sama mingyu biar enggak berduaan banget” ketika ayah jihoon mempersilahkan soonyoung untuk pergi menemui jihoon di kamarnya. soonyoung semakin tidak tenang, dia juga merasa deg-degan, tangannya dingin. soonyoung bisa merasakannya, ketakutan tidak diinginkan lagi oleh jihoon semakin kuat.

“tum, ayo masuk” ajak mingyu ketika soonyoung hanya diam di depan pintu kamar jihoon. lalu soonyoung mengangguk dan mereka berdua pun akhirnya masuk ke tempat ternyaman— setelah kosan versi jihoon.

baru saja mingyu membuka pintunya, suara jihoon sudah terdengar.

“lo ngapain sih ke sini mingyu, kan gue bilang di bawah aja jangan ke kamar gue”

dan soonyoung masuk melangkahkan kakinya ke dalam kamar jihoon. ada dua hal yang membuat soonyoung diam mematung seketika. pertama, melihat ekspresi kaget dari jihoon akan kedatangannya, tiba-tiba masuk kamar tanpa mengucapkan apapun dan hanya diam berdiri menatap jihoon. ke dua, soonyoung bisa melihat banyak kertas yang sudah di coret-coret berantakan di kamar jihoon. soonyoung paham apa yang sedang jihoon lakukan pada saat ini.

“ming, ko di bawa ke sini sih?” jihoon masih marah.

“ya gimana, kan tadi gue udah bilang ketum mau ke rumah”

“ya tapi kan gak usah di bawa ke kamar gue mingyu” jihoon mendekati mingyu, ia berbisik.

“kagak usah bisik-bisik, aku udah di sini. ngomong aja” kata soonyoung.

“enggak mau, kamu juga … ngapain sih ke sini, kenapa gak bales chat aku aja” jihoon sedikit menaikan nada bicaranya.

“eh anjir jangan pada marahan kaya gini dong, jihoon lo ngomong jangan pake emosi”

“tapi gue kesel ming, seenaknya aja datang tapi gak bales pe— “

“jangan marah-marah dulu, mending kamu duduk sana di kasur, tenangin diri … jangan sampe nanti kamu ngeluarin kata-kata yang bakal buat kamu nyesel” soonyoung menatap jihoon.

“gue tunggu di sini, kalian ngobrol” mingyu sedikit menjauh, duduk di depan piano yang ada di kamar jihoon.

sedangkan soonyoung menuntun jihoon untuk duduk di kasurnya dan dia duduk di lantai, berhadapan dengan jihoon.

“jangan dulu ngomong kalau masih emosi” kata soonyoung, dia mengambil satu tangan jihoon dan dia genggam.

dalam pemikiran jihoon, semua yang soonyoung katakan memang ada benarnya. dia juga tidak mau menyesali apa yang akan nanti ia katakan. semua yang akan ia sampaikan harus sesuai dengan pikirannya selama ini, tanpa emosi marah dan kesal di dalamnya, jihoon mencoba untuk menetralkan dirinya terlebih dahulu.

“aku gak mau ketemu kamu … kasian nanti kamu sedih liat aku kaya gini” katanya dan jihoon hanya bisa menunduk, malu memandang soonyoung yang sampai saat ini masih saja sabar menghadapi semua sikap jihoon.

“aku dengerin, jihoon maunya gimana? dipikir dulu sebelum ngomong, tolong dipisahin mana ketakutan jihoon yang kita aja gak tahu itu bakal kejadian atau kagak, sama mana yang nyata dan udah kejadian”

“aku udah coba tulis pikiran negatifnya di kertas, udah aku sobek-sobek juga. tapi masih berisik, aku semakin hari, malah semakin bingung”

“iya , makasih ya jihoon udah nyoba cara itu. aku juga sebenernya, beberapa hari yang lalu pernah kagak pede, pernah insecure. tapi aku kagak pernah sekalipun ragu sama jihoon. aku cuman terus mikir bisa kagak ya, aku bikin jihoon seneng tiap harinya. daripada aku pusing mikirin hal yang kagak pasti, aku terus ngelakuin hal-hal yang bisa buat kamu seneng terus. misalnya chat kamu tiap hari, meskipun kamu jarang balas belakangan ini”

soonyoung bahkan membuat catatan kecil tentang apa saja yang jihoon suka dan yang jihoon tidak suka, dari hal kecil sampai hal-hal yang akan menimbulkan kembali ketakutan jihoon. semuanya soonyoung tulis, ia baca tiap malam supaya dia tahu akan tindakan apa yang akan membuat jihoon senang dan menjauhi hal-hal yang jihoon benci.

“sebenernya udah kagak aneh lagi sih, kalau sebelum pernikahan pasti ada aja masalahnya. banyak ko pasangan lain juga yang cekcok bahkan hampir kagak jadi, tapi ujung-ujungnya tetep jadi. bukan cuman kita aja yang tiba-tiba ngerasa kagak percaya diri, bukan cuman jihoon aja yang merasa kagak yakin dengan pasangan, tapi mereka tetep bisa ngelewati semua percobannya”

“tapi aku, terlalu takut. banyak yang aku pikirin, mantan kamu lah, ditinggalin sama kamu lah nanti, kalau nanti ada masalah lagi gimana terus nanti kalau kamu jadi tiba-tiba ngejauh dari aku gimana … takut kalau udah ada perubahan status ini kamu nanti malah berubah, aku gak yakin”

“intinya jihoon masih ragu kan sama aku?”

dan jihoon teringat dengan isi pesan soonyoung beberapa minggu yang lalu. tentang bagaimana soonyoung akan melepaskan ketika orang itu masih ragu atas semua hal yang sudah soonyoung lakukan. jihoon ingat semua perkataan soonyoung, dia bahkan masih ingat dengan hasil apa yang akan ia dapatkan kalau dia menyebutkan kata ‘ragu’ itu di hadapan soonyoung.

“aku paham, aku tahu jihoon kaya gimana dan udah mikir apa aja selama ini. tapi tolong dipikirin lagi, mana yang cuman ketakutan jihoon dan mana yang jelas-jelas nyata udah aku perbuat supaya bisa sama jihoon”

jihoon diam, tangannya masih digenggam oleh soonyoung. dia bingung harus mengatakan apa, karena satu kata yang terucap bisa mengubah apa yang sudah direncanakan.

“tapi berat, susah. aku takut terus, tiap pagi bangun sampai lemes, yang kepikiran cuman itu-itu aja”

“aku … kagak pernah kepikiran buat ngebatalin, aku mau sama jihoon … tapi kalau itu terlalu berat buat jihoon, yaudah jihoon maunya gimana?”

“kalau … kita batal nikah nanti, apa yang terjadi sama hubungan kita?”

“batal nikah? …” soonyoung terdiam sesaat, dia menundukan kepalanya, menutup matanya sebentar sebelum kembali menatap mata jihoon.

“itu udah jadi penolakan yang kagak bisa diubah, aku kagak akan pernah bisa sama kamu lagi”

“bukan kaya gitu, maksudnya undur aja, jangan tanggal 21 banget. kecepetan”

“udah nyebar undangan, gedung, makanan semua udah siap, bahkan keluarga udah pada dateng. acaranya tetep tanggal 21”

diamnya mereka, bukan karena tidak mau lagi berbicara, soonyoung juga bingung. apa lagi yang harus dia katakan supaya jihoon kembali luluh, dalam hatinya dia terus bersabar jangan sampai dia terbawa emosi.

“aku gak mau”

menerima penolakan beberapa hari sebelum menikah bukan sesuatu yang mudah untuk dilewati bagi soonyoung dan mengucapkan penolakan ketika dia sudah ikut campur sejauh ini pun bukan sesuatu yang mudah untuk jihoon.

soonyoung semakin menunduk, tapi tangannya tetap memegang tangan jihoon semakin erat. semakin erat karena dia takut kehilangan.

“seperti yang aku pernah bilang, kalau memang jihoon mau dilepas, aku lepas”

“dan jangan pernah minta dan berharap sesuatu atau apapun yang udah kamu lepaskan secara sengaja akan balik lagi dengan sukarela. ngerti jihoon?” lanjut soonyoung, ia melepaskan tangan jihoon, tapi masih duduk di sana, masih menunggu apa yang akan jihoon katakan lagi

“hm” jawab jihoon

“lo jangan asal jawab anjir jihoon, gak denger tadi omongan ketum kaya gimana?” mingyu yang sedari tadi hanya mendengarkan saja pada akhirnya memutuskan untuk ikut berbicara.

“tapi gue gak sanggup ming”

yang sedang duduk di hadapan jihoon perlahan memberikan jarak. berdiri tanpa berbicara apapun lagi, melangkah lebih jauh dari jihoon, keluar dari kamar yang pemiliknya sekarang hanya bisa tertegun.

“lo ya anjir jihoon, ketum... “

seperti ada yang salah pada jihoon, ketika ia melihat soonyoung dan mingyu keluar dari kamarnya. kakinya melangkah sendiri, ia berjalan mengikuti langkah soonyoung, jihoon memutuskan keluar dari kamar.

langkahnya berhenti, tidak setegas ketika ia melangkahkan kaki mengikuti jejak soonyoung dan mingyu.

jihoon masih diam, berdiri, bingung. tatapannya hanya tertuju pada soonyoung yang sedang bersimpuh di depan babeh.

“kenapa tong?” suara babeh terdengar jelas di telinga jihoon, dia berdiri tidak terlalu jauh dari soonyoung.

“liat gua … kalau orang lain ninggalin lu, masih ada gua. kalau orang lain kagak ada yg percaya lagi sama lu, masih ada gua. paham?” kata babeh sambil melihat anaknya yang sedang duduk di hadapannya itu. babeh memegang kepala soonyoung, mengelusnya pelan.

“tong … nafasnya diatur”

untuk pertama kalinya pula, jihoon melihat secara langsung orang yang selama ini selalu membantu dia ketika dirinya mengalami serangan panik. apa yang jihoon lihat, hampir sama dengan apa yang sering ia alami.

“jangan ditahan, kalau sedih ya nangis. muka lu sampe merah”

dan soonyoung sebagai orang yang kehilangan arah mencoba untuk mengikuti apa yang babehnya bilang. dia mencoba bernafas dengan wajar dan mengeluarkan air matanya.

babeh memeluk soonyoung “kagak ape-ape tong, kalau lu gagal gue kagak bakal kecewa” dan soonyoung memeluk babeh lebih erat lagi.

mata lain menatapnya penuh iba, kasihan. apalagi di mata jihoon, pertama kalinya dia melihat soonyoung sehancur ini. suara tangisnya terdengar dan soonyoung sedang bersusah payah mengatur nafasnya.

“soonyoung” kata jihoon pelan, suaranya dikalahkan oleh suara tangis soonyoung sendiri.

sampai beberapa saat, semua orang hanya memperhatikan soonyoung yang sedang mencoba menenangkan dirinya.

“kamu mau ke kamar lagi?” tanya jeonghan kepada jihoon.

“aku gak maksud bikin … dia kaya gitu”

tapi jeonghan dalam hatinya tidak setuju dengan perkataan jihoon, oleh karenanya dia hanya diam di samping jihoon. lalu, ketika semuanya sudah tenang. hati jihoon semakin tersayat.

“babeh, maaf kalau buat babeh kecewa dan malu … sesuai dengan permintaan jihoon … tolong dibatalkan”

di sisi lain. ayah jihoon kaget, dia bertanya-tanya kenapa dan apa alasannya. tapi jihoon tidak bisa menjawab dan soonyoung sudah tidak mau menjelaskan.

“ke mobil duluan aja tong, babeh ngomong dulu sama bapaknya”

soonyoung menghapus air matanya, berdiri dan berjalan melewati jihoon begitu saja, tanpa memperdulikan tatapan jihoon, tanpa ada niat untuk melihat balik kepada jihoon. soonyoung membuka pintu mobil dan masuk.

tadi babeh bilang kalau dia akan berbicara dengan ayah jihoon, tapi pada nyatanya setelah soonyoung keluar dari rumah, babeh menghampiri jihoon.

“jihoon, babeh sayang banget sama jihoon tapi soonyoung anak babeh, babeh juga gak suka liat anak babeh diginiin. batalin nikah berarti udah, udahan. ngerti?”

“gak mau … diundur aja babeh, jangan dibatalin” jawab jihoon

“nanti kalau udah diundur tetep minta gak jadi, gak ada yang bisa menjamin jihoon bakal mau nanti. terus sekarang jihoon lihat soonyoung mau ngomong gak sama jihoon? enggak kan? dia juga se-kecewa itu sama keputusan jihoon, karena presensinya sendiri udh gak jihoon anggap penting sekarang. jihoon terlalu mikirin ketakutan jihoon sampe lupa kalau soonyoung juga bisa takut, soonyoung juga bisa sedih, bisa kecewa, bisa marah dan bisa gak mau ketemu sama jihoon lagi”

“ jihoon juga bisa rasain dari awal soonyoung deketin jihoon sampai sekarang, sabarnya soonyoung itu panjang banget, sekarang jihoon udah ketemu sama ujungnya”

babeh pergi meninggalkan jihoon tanpa menunggu jawaban dari orang yang sekarang masih diam tapi isi pikirannya semakin berisik.

ketika babeh masuk ke dalam mobil, jihoon yang tadi mengikuti babeh pun ikut masuk. di kursi belakang tanpa tahu malu.

“jihoon kenapa masuk?” tanya babeh

“mau ikut” jawabnya

jihoon melihat soonyoung yang duduk di bangku depan, baru kali ini jihoon merasa kalau soonyoung begitu cuek dan tidak perduli terhadap dirinya.

“turun aja” kata babeh

“gak mau” jawabnya singkat

soonyoung masih diam, jihoon yang keras kepala pun tidak bisa dikalahkan kemauannya oleh babeh. selama perjalanan ke bekasi, tidak ada satupun yang berbicara. soonyoung diam, babeh diam, jihoon apalagi. yang terdengar hanya suara isakan yang sedang ditahan oleh soonyoung maupun jihoon.

ketika mobil itu berhenti, soonyoung turun. menyimpan sepatunya di depan pintu bangku belakang. lalu ia berjalan meninggalkan sepatunya untuk digunakan oleh orang lain. dan jihoon melihatnya, melihat semua apa yang soonyoung lakukan, untuk dirinya.

“tum? ko udah balik lagi? babeh mana?” tanya jinjin tapi soonyoung tidak menjawab, dia masuk ke rumah menghampiri neneknya yang sedang duduk di ruang tamu.

“ko kaya habis nangis sih ketum?” tanya joy kepada yang lain.

“lah itu jihoon sama babeh” kata doyoung.

jinjin, joy, doyoung dan bambam bertanya-tanya, tapi babeh membuat mereka diam. katanya “diem dulu, nanti aja pada pahamnya” setelah itu babeh mengajak jihoon masuk ke rumah, duduk di kursi.

pandangan jihoon terus tertuju kepada soonyoung yang saat ini sedang memeluk neneknya, terus mengucapkan kata maaf karena telah mengecewakan keluarga dan membuat malu keluarga. yang terdengar oleh jihoon “salah soonyoung ko nek, jangan dimarahin orangnya”.

setelah tadi memeluk neneknya, dan mencium kaki neneknya sembari meminta maaf. soonyoung akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar. menenangkan diri, mungkin dia hanya ingin rebahan atau dia memang mau tidur karena sudah terlalu lelah.

sedangkan jihoon masih diam di samping babeh, memegang tangan babeh. seperti menolak untuk ditinggalkan dan meminta bantuan.

“jihoon maunya gimana? kalau soonyoung udah sakit hati anaknya suka gak mau ngomong dulu”

“tadi soonyoung … susah nafasnya?”

“kaya jihoon waktu itu”

“kenapa?”

“ke-trigger mungkin, kan tadi dia lagi ngehadapin perpisahan. soonyoung juga takut kali jihoon kalau harus pisah sama orang yang dia sayang. apalagi h-3 ke pernikahan”

jihoon diam, kalau jihoon takut ditinggalkan, soonyoung juga sama. kalau jihoon takut kehilangan orang yang dia sayangi, soonyoung juga sama. tapi cara mereka berbeda.

“soonyoung waktu itu bilang sama babeh ‘beh, kayanya gua kagak bakal sanggup kalau harus pisah sama jihoon’ itu waktu dipinyit baru 2 hari dia udah ngomong kaya gitu”

saat ini dalam pikiran jihoon cuman kata ‘giman ya’ ‘gimana dong’ ‘harus gimana sekarang’ tanpa ada solusi satupun yang muncul. saat babeh pergi meninggalkannya karena harus menemani tamu yang lain. jihoon duduk di ruang tengah sendirian. tidak berapa lama ada teman-teman soonyoung masuk.

“kita denger jihoon” kata joy.

“lo gak punya hati ya ngebatalin beberapa hari lagi mau nikah, ketika semua saudara ketum udah kumpul kaya gini” jinjin mulai memberikan caciannya.

“tau nih jihoon kenapa sih?” tanya bambam tapi jihoon tidak mau menjawab.

“lo tuh jadi orang sekali-kali coba deh ngertiin orang lain juga, bukan cuman lo doang yang harus dimengerti. ketum selalu minta maaf sama lo meskipun kadang dia gak salah, tapi lo pernah gak sih kaya minta maaf, nurunin ego lu buat ketum?”

“nagapa sih lu semua berisik?” soonyoung datang.

“eh tum”

soonyoung duduk di samping jihoon. tapi jihoon maupun soonyoung tidak ada yang berani melihat ke arah satu sama lain.

“kosan yu ah” kata soonyoung

“sekarang tum?”

“tar pamit dulu sama babeh”

“oh yaudah, sama jihoon juga?”

“kagak, kita aja. lagian kagak bakal mau”

“yaudah kita tunggu di luar dah tum”

lalu jinjin, joy, bambam dan doyoung pergi meninggalkan jihoon dan soonyoung yang duduk bersampingan tapi seperti ada penghalang.

“jihoon, aku mau ke kosan. kalau mau nginep di sini terserah, tapi si mingyu tadi bilang udah jalan mau ke sini jadi kalau mau pulang sama si mingyu juga terserah”

“aku cuman mau ngejelasin buat terakhir kalinya, bukannya aku ngungkit-ngungkit apa gimana, kalau memang terdengar ngungkit-ngungkit yaudah berarti emang sekarang aku lagi mau ngungkit-ngungkit lagi hal apa aja yang pernah aku perjuangkan. tapi intinya aku selalu berusaha”

“bukan karena aku selalu ada buat kamu, bukan karena aku selalu memprioritaskan jihoon, bukan karena aku ngerasa udah ngelakuin yang terbaik, udah ngelakuin semaksimal mungkin supaya jihoon nyaman sama aku, bukan karena semua yang udah dilakukan bisa membuat jihoon percaya aku ... kagak apa apa kalau memang belum percaya, belum mau dan masih ragu, mungkin nanti kalau jihoon udah siap akan ada orang lain yang bisa melakukan banyak hal, lebih dari yang pernah aku lakukan, mungkin nanti jihoon yang akan lebih percaya dan tidak ragu sedikitpun sama orang itu”

“yaudah ... aku mau ke kosan, tunggu aja di sini nanti mingyu datang”

entah untuk keberapa kalinya di hari ini, soonyoung pergi meninggalkan jihoon. bukan karena soonyoung menjadi orang yang jahat, tapi dia hanya mengikuti kemauan jihoon.


seperti yang jihoon mau ...

misi persahabatan, katanya.


dua orang ini, kata dekat saja tidak bisa menggambarkan mereka. status sahabat sudah lama mereka nobatkan untuk diri mereka sendiri, tidak jauh berbeda dengan persahabatan orang lain yang selalu berbagi cerita, menjelajah kehidupan bersama atau melakukan hal-hal konyol dan hal-hal konyol itu yang paham hanya mereka berdua. dari circle pertamanan yang ada, mereka berdua memiliki intensitas pertemuan yang lebih sering dibandingkan dengan temannya yang lain, kalau kata teman-temannya, mereka berdua itu sudah seperti satu paket, susah untuk dipisahkan.

yang satu menyukai travelling, yang satunya lagi lebih suka menghabiskan waktunya di kamar. tapi perbedaan tersebut malah menjadi sesuatu yang membuat mereka semakin dekat. karena diantara mereka tidak ada yang pernah menolak ajakan satu sama lain. bukan karena tidak enakan, tapi lebih ke—jihoon mau memahami apa yang soonyoung suka, begitupun dengan soonyoung yang mungkin juga tertarik denga napa yang jihoon sukai.

sudah hampir dua tahun, mereka menjalankan suatu misi, dari mereka lulus kuliah sampai sekarang sudah bekerja. mereka sebut sebagai misi persahabatan. misi yang dimaksud adalah menjelajahi beberapa tempat yang sudah mereka list. untuk saat ini, tersisa satu tempat yang belum mereka berdua datangi.

“kenapa jogja yang terakhir?” tanya jihoon

“soalnya, soonyoung udah pernah ke jogja. tapi mau ke jogja lagi sama jihoon”

“oh, okey deh”

dari keliling jakarta, bandung, malang, bali, lombok dan tujuan terakhir jogja. mereka selalu konsisten menyimpan waktu untuk pergi menyelesaikan misi. tidak pernah ada hambatan dan selalu pergi sesuai dengan tanggal yang sudah ditentukan.

tapi tidak dengan tujuan terakhir, jogja. ada beberapa hal yang sebelumnya tidak pernah dipertimbangkan sekarang menjadi penghalang. bukan dari diri mereka sendiri, tetapi dari orang tua jihoon, yang selalu menginginkan anaknya menikah muda. keinginan orang tua jihoon itu memiliki alasan yang kuat, pertama mereka tidak mau anaknya terlalu fokus dengan bekerja. kedua, dalam riwayat pernikahan di keluarga mereka, menikah itu sudah ditentukan harus umur berapa.

orang tua jihoon pernah mengatakan sesuatu yang membuat soonyoung harus mengurungkan niatnya untuk segera mengajak jihoon pergi ke jogja. katanya “main terus sama soonyoung, kapan punya pacarnya?” atau kalimat yang sering jihoon dengar setiap paginya “cepat cari pasangan, kita mau liat kamu nikah muda”.

dan soonyoung tahu, apa maksud dari orang tua jihoon. jangan terlalu sering bermain dengan soonyoung, karena ada dia kamu jadi susah cari pasangan. tebakannya memperkirakan kalau orang tua jihoon juga pernah mengatakan hal tersebut.

tapi soonyoung dan jihoon tidak pernah menggubris perkataan tersebut, kan temenan, sama dengan teman-teman jihoon yang lainnya. sama, pikir mereka. menurut orang tua jihoon, tidak apa jika mau terus bermain dengan teman-temannya asal jangan lupa untuk menyempatkan diri mencari pasangan. umur sudah semakin bertambah dan orang tua jihoon memiliki sifat yang tidak sabaran serta konsisten menjalankan kebiasaan yang terdapat dalam keluarga mereka.

“bosen deh, ditanyain terus” oceh jihoon ketika ia sedang bersama dengan teman-temannya.

“kenapa?” tanya jeonghan.

“disuruh cepat-cepat nikah, disuruh cari pasangan”

“eh sumpah?” tanya jisoo memastikan.

“iya, lo pernah denger ocehan orang tua gue kan?” tanya jihoon pada soonyoung.

“iya, bener ko. mereka memang sering ngomongin tentang jihoon yang harus cepat nikah”

“terus gimana dong? emang udah ada calon beneran?” mingyu yang sedari tadi mendengarkan ikut nimbrung.

“gak ada makanya”jawab jihoon pasrah

“jadi?” jisoo sedang memastikan rencana jihoon, ini bukan kali pertama jihoon curhat tentang orang tuanya, tapi selama ini mereka pikir itu hanya ocehan orang tua saja, tapi ternyata orang tua jihoon benar-benar menuntut. soonyoung hanya diam saja, kalau sedang bergabung dengan yang lain seperti ini dia atau jihoon kadang lebih menampilkan sikap yang biasa aja, seperti bagaimana sikap jeonghan, jisoo dan yang teman yang lainnya ketika mendengarkan cerita jihoon.

kalau di depan orang lain mereka seperti acuh padahal nyatanya tidak seperti itu. di sisi lain, teman-temannya sudah paham kalau mereka lebih sering menghabiskan waktu berdua. kadang mereka bingung dengan hubungan pertemanan soonyoung dan jihoon. bingung dalam artian, seperti terlalu banyak hal yang soonyoung maupun jihoon sembunyikan dari mereka bertiga. sebagai teman yang baik, jeonghan hanya bisa mengikuti alurnya saja. sebagai teman yang baik, jisoo juga lebih memilih tidak mau ikut campur. tapi, sebagai teman yang baik, mingyu dengan telitinya terus mencari celah supaya dia memuaskan rasa penasarannya tentang hubungan soonyoung dan jihoon.

kalau kata mingyu, ketika sedang berkumpul bersama mereka seperti teman biasa tapi kalau hanya ada soonyoung dan jihoon akan berbeda cerita “gak tau sih, mungkin mereka emang udah nyaman kalau berdua jadi kaya ada yang beda aja, gue juga gak paham kalau ngejelasin lewat kata-kata, lo semua bakal paham kalau liat secara langsung” jelas mingyu, waktu itu kepada teman-temannya.

intinya, memang ada hal-hal yang tidak semua orang tahu tentang jihoon tapi soonyoung tahu. “kalau ada apa-apa sama jihoon, tinggal tanya aja sama soonyoung, begitupun sebaliknya” kata jeonghan menambahkan apa yang mingyu tadi jelaskan.

makanya, ketika jeonghan, mingyu dan jisoo tahu lebih dulu dari pada soonyoung tentang kabar kalau jihoon akan tunangan, mereka semua bingung.

“lo udah ngasih tahu soonyoung kan?” tanya jeonghan

“belum” jawab jihoon pelan.

“lah aneh, biasanya apa-apa soonyoung duluan yang lo kasih tahu” jisoo ikut membeberkan fakta lain dari kebiasaan jihoon.

saat itu, ada mingyu yang paham tentang sesuatu. seperti mencium hal yang sedang susah payah jihoon sembunyikan atau mungkin tidak mau ia sebarkan informasinya. dari gelagat jihoon saja, mingyu mungkin sedikitnya mengerti tentang keraguan jihoon memberi tahu tentang informasi ‘akan bertunangan’ itu kepada soonyoung.

“yaudah nanti gue aja yang ngasih tahu soonyoung” mingyu mengajukan diri sebagai pengantar informasi antar dua sahabat yang sebentar lagi akan menjadi canggung, atau saat ini jihoon sendiri yang sudah canggung kepada soonyoung sampai tidak sanggup menyampaikan ‘kabar bahagia’?

sesuai dengan apa yang tadi ia katakan, mingyu berencana untuk menemui soonyoung hari ini. tadi mingyu sempat ragu, karena mingyu merupakan orang yang lebih peka mengenai hubungan soonyoung – jihoon dibandingkan temannya yang lain dan dibandingkan dengan soonyoung maupun jihoon sendiri.

meskipun penuh dengan tidak enak hati, mingyu masih bisa dengan lancarnya menyampaikan informasi itu kepada soonyoung.

ekspresi mingyu terlihat bingung, baru saja ia selesai menyampaikan informasi tentang ‘kabar bahagia’ kepada soonyoung. pasalnya orang yang sedang disuapi informasi itu hanya mengatakan ‘oh’ tanpa ada reaksi apapun yang bisa mingyu lihat.

“aneh dah gue sama lo berdua” kata mingyu dan soonyoung masih diam.

“kalau emang suka ya ngomong sama orangnya, keburu tunangan tuh” lanjut mingyu.

bahkan mingyu pernah bertanya “nyong, lo suka ya sama jihoon?” dan soonyoung hanya menjawab “ya suka, kan temen” dibalas oleh tatapan malas dari mingyu. lalu soonyoung hanya tertawa karena sebenarnya dia paham maksud dari pertanyaan mingyu itu bukan mengarah pada jawaban yang baru saja ia ucapkan.

semua perkataan mingyu tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. di mata soonyoung kata-kata dan pertanyaan mingyu itu terlalu abu-abu. abu-abu karena soonyoung sendiri yang tidak mau atau mungkin dia masih mempertimbangkan hal lain supaya bisa merubah warna abu-abu itu menjadi lebih jelas.

menurut pandangan soonyoung, sejauh apapun jarak perjalanan yang pernah ia tempuh dengan jihoon tidak akan menghilangkan fakta bahwa jihoon hanyalah sahabatnya dan frekuensi bertemu, mengobrol sampai jam tiga subuh tentang hal-hal kecil yang membuat mereka berdua tertawa bukan jaminan kalau perasaan yang sama akan muncul di hati jihoon.

jadi soonyoung hanya bisa diam, si pengecut ini tidak mau cari gara-gara apalagi sekarang sudah ada label ‘akan bertunangan’ pada diri jihoon. dengan orang lain, tentunya.


“gue udah kasih tahu soonyoung” sudah tiga hari semenjak mingyu mengatakan itu kepada jihoon. tidak ada respon, tidak ada tanda-tanda kalau soonyoung akan mengucapkan selamat kepada jihoon, bahkan ketika jeonghan, jisoo, mingyu dan jihoon berkumpul, soonyoung memilih untuk tidak ikut.

semakin bingung tapi jihoon tidak bisa menyampaikan kebingungan ini kepada yang lain. sampai akhirnya jihoon memberanikan diri untuk menelpon soonyoung, pada jam sebelas malam.

“hallo?”

“hallo”

“udah tidur?”

“kenapa?”

“pusing, minggu ini hari jum’at sampai minggu jadiin ke jogja yuk? kan minggu depannya aku mau tunangan”

“oh … ayo, bisanya berangkat malem tapi jam delapan”

“iya gak papa, jihoon juga sama ko”

“yaudah, jum’at jam delapan malam di stasiun ya”

untuk pertama kalinya, agenda telponan mereka berhenti dengan begitu cepat. hanya dua menit, hitungan yang terlalu sebentar itu membuat jihoon akget sendiri. dari yang biasanya dua jam paling sebentar sekarang menjadi dua menit. berapa kali lipat jihoon merasa kehilangan sosok soonyoug pada detik pertama setelah telpon itu dimatikan.


21.00 stasiun kereta gambir

pertama kalinya mereka bertemu setelah soonyoung mengetahui kalau jihoon akan tunangan— yang entah dengan siapa nya pun soonyoung belum tahu.

canggung bukan main, dari tatapan, keraguan untuk melakukan skinship, ada penghalang ditenggorokan mereka yang membuat mereka berdua tidak bebas untuk berbicara dan kebingungan yang semakin tertera jelas dipikiran masing-masing tentang ‘apa yang sedang terjadi dengan pertemanan ini’.

kereta berangkat pukul sepuluh malam dan ini merupakan perjalanan tersunyi yang pernah jihoon rasakan selama ia menjalankan misi persahabatan dengan soonyoung. biasanya, ada soonyoung yang berisik menceritakan tentang pekerjaannya di kantor lalu jihoon kompori dengan kata-kata andalannya “ih kasihan deh soonyoung sibuk, kaya jihoon dong di kantor kerjaannya gak banyak” lalu soonyoung cubit bibir jihoon sambil tertawa. sangat berbeda dengan suasana yang sedang mereka jalani saat ini, jihoon yang duduk dekat dengan jendela hanya bisa diam sambil memainkan handphonenya, karena soonyoung di sebelahnya sedang pura-pura tidur.

baru setengah perjalanan, jihoon terbangun perutnya keroncongan. memang dia belum makan malam, tadinya berencana makan malam sambil menunggu keberangkatan, sayangnya karena agenda canggung antara dirinya dan soonyoung, jihoon jadi lupa akan rencananya yang satu itu.

“soonyoung … bangun, jihoon lapar” dan yang jihoon tepuk-tepuk pelan tangannya mulai membuka matanya, ia terbangun.

“kenapa?” tanyanya sambil melihat ke arah jihoon.

“lapar … belum makan malam”

“yaudah tinggal makan”

“temenin”

“yaudah ayo”

pada akhirnya, soonyoung juga ikut menikmati makanan yang ada di kereta tersebut, karena dia juga belum makan malam. sama seperti jihoon, soonyoung juga melupakan makan malam saking canggungnya.

tidak ada yang mereka bicarakan ketika makan, lagi-lagi ini merupakan makan malam paling pagi dan juga paling sepi yang pernah jihoon dan soonyoung lalui ketika bepergian. makan jadi sebentar karena tidak ada obrolan dan candaan yang menghentikan pergerakan mengunyah makanan.

gerbong restorasi ini kalau bisa berbicara mungkin sudah mengatakan dua manusia cupu ini sungguh sangat menyedihkan, sudah makan kepagian canggung pula. seperti orang asing yang mau tidak mau harus makan berhadapan karena tidak ada lagi tempat duduk yang kosong.

“soonyoung mau langsung tidur lagi?” tanya jihoon, mereka sudah duduk ditempatnya lagi.

“iya” jawab soonyoung.

“okey” jihoon masih bersabar dengan sikap soonyoung yang semakin membuatnya kesal.

dan soonyoung kembali (pura-pura) tidur lagi. jihoon disampingnya hanya bisa memutarkan bola matanya kesal, jihoon mengeluarkan lagi handphonenya menyetel lagu dan memakaikan satu headset di telinganya lalu memasangkan satu headset ke telinga kiri soonyoung.

jihoon memutar lagu-lagu yang ada di playlist top 50 indonesia, sepuluh lagu sudah terputar dan dia masih belum bisa tidur. lima belas lagu sudah terputar dan jihoon akhirnya mencoba bersikap biasa saja kepada soonyoung— maksudnya mencoba untuk tidak canggung ketika dia berada di samping soonyoung. seperti saat ini jihoon sudah menyenderkan kepalanya ke pundak soonyoung tanpa ragu, yang memang jihoon sering melakukan hal tersebut selama mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh.

dan soonyoung sadar, soonyoung juga belum tidur. isi kepalanya kembali mengulang rekaman yang terjadi pada dirinya beberapa hari yang lalu. sampai soonyoung kembali— untuk yang kesekian kalinya bertemu dengan rekaman ingatan yang sama “nyong, lo suka ya sama jihoon?”.


pukul enam pagi, akhirnya mereka sampai di jogja. langsung menuju hotel yang sudah mereka booking. sesampainya di hotel, mereka membersihkan diri dan berencana untuk beristirahat setengah hari.

“makan siang di luar ya?, habis itu mau kemana?” tanya jihoon yang sekarang sedang tiduran di atas kasur yang nyaman, merebahkan badannya karena perjalanan delapan jam membuatnya kelelahan.

“kita makan siang jam dua aja, sekarang istirahat aja dulu. habis makan siang, jam tiga kita jalan-jalan aja sebentar. malamnya ke malioboro kali ya?” rencana soonyoung yang selalu jihoon ikuti, apapun yang sudah soonyoung rencanakan jihoon hanya perlu mengikutinya kemanapun dan apapun yang akan dilakukan.

“soonyoung … marah ya? sama jihoon?” tanya jihoon, melihat soonyoung yang juga sedang tiduran disampingnya.

tiba-tiba saja pertanyaan itu jihoon lontarkan kepada soonyoung, sebagai tanda untuk berhenti bersikap canggung dan juga sebagai awal supaya mereka bisa bersikap seperti biasanya, setidaknya itulah harapan jihoon.

“enggak ko, kenapa harus marah emang?”

“soalnya enggak ngasih tahu secara langsung kalau mau tunangan, malah nyuruh mingyu”

tapi jihoon masih saja salah kata dan kalimat, bukannya mengurangi kecanggungan, perkataan jihoon barusan hanya akan membuat suasana semakin canggung seratus kali lipat.

“oh, enggak ko. biasa aja”

“oh, okey deh”

lalu mereka diam lagi, tatapannya masih ke langit-langit. ketika soonyoung bingung harus menanggapi pertanyaan jihoon seperti apa, di sisi lain jihoon malah mulai berspekulasi kalau dugaannya memang benar. dugaan kalau soonyoung selama ini hanya menganggapnya sebagai teman, tidak pernah lebih.

“jihoon kan bingung, sering banget ditanyain kapan nikah. soonyoung juga tahu kan, makanya jihoon bilang aja sama orang tua jihoon kalau jihoon lagi suka sama seseorang” jihoon tiba-tiba ingin menjelaskan secara detail kepada soonyoung.

“terus jihoon bilang sama ayah kalau jihoon suka sama daniel” lanjutnya lagi.

“daniel? temen kuliah dulu?” tanya soonyoung.

“iya”

“oh”

dan soonyoung juga mulai berspekulasi kalau dugaannya benar, dugaan kalau jihoon selama ini hanya menganggapnya sebagai teman, tidak pernah lebih.

“jihoon bingung, malah sakit ininya, sesak” jihoon mengatakan itu sambil menepuk pelan dadanya sendiri.

“jihoon ko aneh, mau tunangan harusnya seneng ko malah bingung” jawab soonyoung tanpa melihat jihoon.

“jihoon kan asal aja, terus ternyata ayah kenal sama orang tua daniel. ayah bilang ke orang tua daniel dan katanya daniel emang suka sama jihoon dari jaman kuliah. terus mereka setuju mau jodohin kami sampai udah nentuin tanggal tunangan”

betul kalau jihoon bilang dirinya asal, saat itu saking kesalnya jihoon hanya menyebutkan nama orang lain yang terlintas— pokoknya selain soonyoung, mingyu, jeonghan dan jisoo, lalu nama daniel yang jihoon ingat, dia sebutkan nama itu dan jihoon kaget ketika ayahnya sendiri mengenal orang tua daniel.

waktu itu ayah jihoon bilang “katanya daniel juga suka sama kamu, nanti ayah diskusikan lagi dengan orang tuanya daniel kapan kalian tunangan” dan jihoon hanya bisa bengong mendengarkan setiap penjelasan dari ayahnya itu. yang lebih parah lagi adalah orang tua jihoon menganggap kalau jihoon ini menyukai daniel sudah lama tapi baru bisa mengatakannya sekarang setelah dipaksa untuk mencari pasangan. katanya “pantas saja jomblo terus, ternyata nungguin daniel toh”.

“bodoh” kata soonyoung, ia terbangun dan duduk di kasur menatap jihoon yang juga sedang menatap soonyoung.

“iya emang”

“bodoh banget lee jihoon” ulangnya lagi.

“yaudah iya, emang bodoh. terus gimana?”

“ya gak gimana-gimana, jihoon lagi gak ada yang disuka kan? atau emang selama ini suka sama daniel? waktu kuliah kan lumayan deket”

“enggak ko … maskudnya enggak tau bingung”

“oh … “

jawaban jihoon membuat soonyoung menambahkan spekulasi baru yaitu “oh … jadi suka sama daniel ya selama ini” dan respon soonyoung semakin memperkuat spekulasi jihoon sebelumnya “tuh kan, emang soonyoung gak pernah suka sama jihoon”

mereka berdua, terlalu sering bergulat dengan spekulasi yang mereka buat sendiri, mengada-ngada supaya semua yang ada dalam pikiran mereka menjadi kenyataan, ketakutan mereka semakin terlihat karena selalu mereka bayangkan.

bukannya memperjelas dengan berbicara satu sama lain, jihoon dan soonyoung lebih memilih berbicara dengan asumsi mereka masing-masing.

setelah jihoon bercerita, perasaan dan sikap canggung yang menghalangi mereka semakin terlihat. dari makan siang sampai mereka jalan-jalan ke malioboro, tidak ada candaan yang mereka lontarkan.

mereka berbicara hanya seperlunya saja, mau kemana lagi?, mau beli apa?, kita mau ke sana gak?, capek gak? atau kata terakhir yang bisa didengar adalah ayo pulang ke hotel, soonyoung gak capek emang?

destinasi terakhir yang membingungkan, baru kali ini mereka jalan tapi yang lebih menguasai adalah isi pikiran mereka yang terus-terusan menumbuhkan dugaan-dugaan baru. yang membuat energi mereka habis meskipun tidak melakukan apapun.

“besok pilih mau ke borobudur atau ke parangtritis? aku capek, jadi jihoon pilih salah satu aja”

“parangtritis, sore sebelum kita malamnya pulang”

“okay”

misi persahabatan yang terakhir ini rasanya berkali-kali lipat lebih melelahkan bagi soonyoung maupun jihoon. jika dibandingkan dengan perjalanan sebelumnya, aktivitas yang mereka lakukan bahkan jauh lebih sedikit.

dengan mati-matian mereka menyingkirkan perasaan aneh dan kecanggungan yang tidak pernah mau pergi. ingin cepat kembali ke jakarta karena ini terlalu membingungkan. dan hari pertama sudah mereka lewati.


tujuan terakhir, parangtritis. soonyoung dan jihoon sedang duduk, menyaksikan matahari tenggelam secara perlahan.

“soonyoung … “ kata jihoon

“apa?”

“soonyoung pernah gak … tiba-tiba kepikiran jihoon, kaya tiba-tiba aja gitu … kangen … sama jihoon?”

ada misi lain yang sedang jihoon lakukan saat ini, yaitu misi untuk memastikan apakah dia memang memiliki perasaan kepada soonyoung atau tidak, begitupun sebaliknya, jihoon ingin soonyoung memastikan hal yang sama kepada dirinya.

ketika matahari yang sedang tenggelam itu menatap seisi dunia, menatap mereka yang juga sedang memfokuskan pandangan pada satu sama lain di pinggir pantai parangtritis.

“pernah, kalau jihoon? pernah gak kangen sama soonyoung?”

lalu jihoon sadar, kalau soonyoung juga memiliki misi yang sama..

“pernah— sering ko”

cahaya matahari yang semakin pudar, tapi soonyoung masih bisa melihat jihoon dengan jelas. bagaimana warna kemerahan itu muncul di pipi dan telinga jihoon. hangatnya sore itu bahkan terasa sampai ke telinga soonyoung yang memberikan efek merah dengan sendirinya.

“soonyoung … suka sama jihoon, suka banget … sampai gak sanggup buat ngehadapin jihoon setelah soonyoung tahu kalau jihoon mau tunangan”

“suka sebagai teman?” tanya jihoon pelan.

“bukan … lebih dari itu, rasanya tuh kaya … sayang banget”

“jihoon juga … sama kaya gitu”

“tapi jihoon mau tunangan” kata soonyoung, masih dengan tatapan yang lembut pada jihoon.

“... iya” dan jihoon masih memberikan respon yang tidak akan pernah ingin ia dengar lagi.

memang ada yang aneh dengan mereka berdua, setidaknya itu pendapat tiga temannya yang lain. mingyu berkali-kali menanyakan tentang perasaan soonyoung kepada jihoon. tapi soonyoung selalu mengelak. jihoon juga selalu sadar kalau dia memberikan afeksi yang berlebih kepada soonyoung, dia selalu memberikan waktunya kepada soonyoung, jihoon juga sangat nyaman ketika ia berada di dekat soonyoung, seringkali jihoon merasa deg-degan dengan perlakuan soonyoung dan jihoon sadar akan apa yang sedang ia rasakan, seringkali jihoon merasa senang dengan perasaan itu tapi lebih sering lagi jihoon mengelak dengan perasaannya sendiri.

dalih ‘pertemanan’ yang selalu menjadi tameng diantara mereka.

“tapi satu minggu lagi ya, keluarga jihoon udah nyiapin semuanya”

dan matahari itu tenggelam, bertepatan dengan hilangnya harapan soonyoung untuk bisa bersama dengan jihoon. tergantikan oleh gelap, yang entah kapan bisa terang kembali. bukan besok, apalagi minggu depan ketika jihoon sudah resmi menjadi tunangan orang lain.


hanya ada satu kalimat yang pernah jihoon sesali kenapa bisa dengan mudahnya keluar dari mulut jihoon dan hanya ada satu situasi yang sampai sekarang masih bisa jihoon ingat dengan jelas bagaimana bingung dan frustasinya jihoon saat itu.

berputar dengan kata tunangan, pikiran dan tindakannya berpusat pada satu kegiatan yang akan dilakukan beberapa jam lagi. hatinya masih tidak bisa menerima untuk melepas dan menerima yang baru, logika terus merutuki kebodohan yang telah diperbuat oleh dirinya sendiri.

dengan beberapa ketakutan dan ketidakyakinan mengenai hal-hal yang akan dihadapi selanjutnya, jihoon dan daniel bertunangan pada hari sabtu bersamaan dengan soonyoung yang sedang sibuk mengemas barangnya, bersiap meninggalkan jakarta.

bagi jihoon, satu hari setelah bertunangan dengan daniel, ia tidak merasakan terlalu banyak perubahan. masih di rumah yang sama, bedanya orang tua jihoon sudah tidak lagi menyapa pagi harinya dengan kata-kata tuntutan. masih ada daniel yang memberikan ucapan selamat pagi dan sebagainya, menggantikan posisi soonyoung, bedanya hati jihoon tidak merasakan apapun ketika membaca pesan-pesan itu muncul di layar handphonenya. tidak ingin cepat-cepat membalas, tidak ada niat untuk memberikan respon yang biasanya selalu ia berikan kepada soonyoung.

sedangkan di sisi lain, ada soonyoung yang hidupnya memiliki perubahan yang cukup signifikan. berpindah tempat, dari yang panas ke yang lebih sejuk. bangun pagi tidak memegang handphone untuk mengirimkan pesan kepada orang lain lagi. bahkan posisinya sekarang masih mencari pekerjaan. setidaknya masih ada orang tua soonyoung yang mengerti dengan keputusannya itu. soonyoung kembali membuat asumsi, pikirnya ‘mungkin jihoon sudah bahagia sekarang, jadi lebih baik aku pergi saja’ karena untuk sekedar menjadi teman jihoon pun soonyoung tidak sanggup. semuanya sudah berbeda, ketika soonyoung mengatakan bagaimana perasaannya kepada jihoon, pun sebaliknya.

sayangnya, kenyataan selalu berbeda dengan asumsi yang dibuat tanpa mengobservasi terlebih dahulu. menolak akses untuk fakta itu masuk, soonyoung tidak tahu kalau jihoon merasa tersiksa dengan keputusannya sendiri bahkan setelah satu bulan terlewati dari hari ia bertunangan.

pada minggu pertama jihoon sudah tidak lagi merasa nyaman, dia bahkan sudah mengatakan sebuah kejujuran kepada daniel. mengatakan kalau dia hanya asal menyebut nama daniel waktu itu. dua minggu setelah tunangan, jihoon mulai memohon kepada daniel untuk segera membatalkan rencana pernikahan. tiga minggu setelah bertunangan, jihoon mengatakan kalau dia menyukai orang lain, kalau jihoon tidak pernah sedikitpun memiliki perasaan kepada daniel dan jihoon meminta maaf atas kebodohannya itu. dan satu bulan setelah bertunangan, daniel bahkan sadar kalau banyak hal yang berubah dari diri jihoon. daniel tahu jihoon sangat ceria ketika mereka berkuliah, daniel tahu kalau jihoon bukanlah orang yang se-murung ini. daniel juga paham, dengan kondisi jihoon, beberapa kali jihoon sakit, tidur sambil mengigaukan nama soonyoung.

titik terang yang sangat jelas dirasakan oleh daniel ketika ia tidak sengaja melihat jihoon secara frustasi, penuh dengan keputusasaan mengatakan kalau jihoon ingin bertemu dengan soonyoung sambil melihat ke layar handphone yang menunjukan foto jihoon bersama dengan soonyoung. dan disitulah daniel mengatakan pada dirinya sendiri, kalau dia tidak punya tempat di hati jihoon.

setelah itu, daniel memutuskan untuk mengobrol dengan jihoon. sepakat dengan keinginan jihoon meskipun pada akhirnya daniel juga sedikit tidak ikhlas karena harus melepaskan orang yang selama ini ia inginkan. tapi dari dulu, daniel tidak pernah bersikap egois. dia hanya akan mengikuti alur perasaan dan jalan mana yang akan membuatnya memiliki seseorang yang juga mencintainya dengan benar.

jika daniel rela, maka tidak dengan orang tua mereka. katanya semua sudah disiapkan, pernikahan akan segera ditentukan tanggalnya, dua keluarga sudah klop, semuanya sudah siap— tapi tidak dengan keadaan jihoon, perasaan dan mentalnya tidak akan pernah siap. setiap hari dia hanya menyesali perkataannya, tidak ada hal yang membuat jihoon semangat melakukan aktivitasnya lagi.

banyak hal yang jihoon lakukan, memohon dan sebagainya. begitupun dengan daniel, ikut menjelaskan dan memohon kepada orang tuanya sendiri. tidak mudah memang mengalahkan argumen orang tua. karena orang tua akan merasa merekalah yang paling tahu, pengalaman mereka hidup di dunia ini lebih berharga dibandingkan dengan apa yang anaknya katakan.

tapi jihoon tidak pernah menyerah untuk memohon, dan ketika orang tua daniel memutuskan untuk mengikuti kemauan daniel, orang tua jihoon pun sudah pasrah. dua keluarga itu sepakat untuk menyudahi pertunangan yang sudah terjadi antara jihoon dan daniel.


beberapa hari setelah jihoon kembali diberikan kebebasan. ia menghubungi jeonghan, jisoo dan mingyu, berkumpul dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya.

“yaampun, jihoon sumpah lo” kata jeonghan masih tidak percaya atas apa yang barusan jihoon jelaskan.

“gue sih sebenernya udah ada feeling kalau kalian itu ada apa-apanya, ya meskipun kalian juga bodo banget pada gak ngeuh sama perasaan masing-masing” selama ini jisoo pernah beberapa kali ingin mengatakan kalau soonyoung dan jihoon itu memiliki sesuatu yang dia tidak ketahui, tapi kalau jisoo berbicara takutnya malah akan membuat pertemanan mereka canggung, makanya dia selalu enggan menanyakan hal yang selama ini ia duga.

“ah soonyoung juga sama aja, gue tanya ‘suka sama jihoon gak?’ cuman dibalas senyum doang atau dia diam kaya patung bingung mau jawab apa” jelas mingyu.

“terus sekarang … soonyoung dimana?” tanya jihoon.

“gak tau, dia bilang nanti bakal ngehubungin kita lagi kalau udah siap” mingyu mengatakan apa yang pernah soonyoung sampaikan kepadanya, dua hari sebelum soonyoung meninggalkan jakarta.

“udah sebulan lebih”

“sabar, nanti kalau soonyoung ada ngehubungin gue, gue kasih tahu lo”

jihoon pulang dengan perasaan yang kosong, dia masih belum puas, dia masih ingin mencari. belum saatnya dia menyerah, yang tahu kalau hubungan antara soonyoung dan jihoon memiliki harapan hanya jihoon, jadi jihoon tidak bisa menyerah secepat ini.

“hallo”

“ibu?”

“iya jihoon?”

“ibu … soonyoung dimana?”

“ … “

“ibu?”

“ibu hanya tahu kemananya, tidak tahu detail apartemen apa nomor kamar berapa”

“tidak apa-apa ibu, tolong kasih tahu jihoon, soonyoung kemana?”

sedikit cerita tentang ibu soonyoung yang tidak terlalu paham akan hubungan anaknya itu dengan jihoon. oleh karenanya ia memberikan informasi kepada jihoon, sepengetahuannya, meskipun masih jauh dari kata menemukan titik yang sesuai dengan tempat soonyoung yang sekarang.

besoknya jihoon bersiap untuk pergi ke kota yang tadi malam ibu soonyoung sebut. izin untuk mencari soonyoung kedengarannya seperti hal konyol tapi tetap jihoon lakukan dengan berpamitan kepada orang tuanya.


jihoon sudah sampai di hotel, beristirahat sejenak. entah bagaimana dia akan menemui soonyoung di kota yang cukup besar ini. ada satu daerah yang ibu soonyoung sebutkan, dan jihoon akan pergi ke daerah tersebut mendatangi setiap apartemen atau hotel yang bisa saja soonyoung gunakan sebagai tempat untuk menetap.

besoknya jihoon mulai mencari, fokus pada daerah itu. menanyakan satu nama kepada resepsionis apartemen dan hotel yang ia lewati. baru dua hotel dan satu apartemen yang jihoon datangi, tapi jihoon sudah merasa kelelahan. capek rasanya, dia mau mengeluh karena ini terlalu susah untuk ia hadapi sendirian. salahnya sendiri juga, ketika jeonghan, jisoo dan mingyu menawarkan diri untuk ikut membantu, jihoon malah menolak.

sore itu jihoon beristirahat duduk di luar alfamart sambil meminum minumannya yang sudah tidak dingin lagi. mengecek handphonenya dan menghubungi ketiga temannya kalau jihoon masih belum bisa menemukan soonyoung. beberapa kali juga jihoon dihubungi oleh ibu soonyoung, bahkan ibu soonyoung pun sedang kesusahan menghubungi anaknya. terakhir kali soonyoung menelpon katanya dia akan menelpon lagi kalau perasaannya sudah membaik, soonyoung benar-benar hanya ingin beristirahat dan tidak mau berinteraksi dengan siapapun.

sudah terlalu sore dan jihoon memutuskan untuk kembali ke hotel, dia masuk lagi ke dalam alfamart berniat untuk membeli beberapa makanan dan minuman. jihoon terlarut dengan memilah beberapa makanan yang akan dia beli. karena biasanya kalau sedang bepergian seperti ini, soonyoung yang selalu memilihkan berbagai macam makanan untuk stok makanan di hotel.

setelah beberapa lama, akhirnya jihoon menuju kasir. dia mengantri, ada empat orang didepannya. pintu itu terbuka, satu pelanggan lagi datang.

“permisi” katanya, berusaha untuk melewati orang yang mengantri karena ia akan mengambil barang yang dibutuhkan di pojokan sana.

Jihoon mendengar suara itu, ia langsung berbalik ke belakang. pandangannya terjatuh tepat pada orang yang baru saja masuk mengatakan “permisi”.

“soonyoung” panggil jihoon, ia keluar dari baris antrian.

“soonyoung” panggilnya lagi, jihoon memegang tangan soonyoung.

“jihoon kenapa ada di sini?”

“soonyoung kita ke luar dulu, okey?”

jihoon meletakan beberapa makanan yang tadi sudah ia ambil, tidak jadi membeli karena masih harus mengantri sedangkan keinginannya untuk berbicara dengan soonyoung sudah tidak bisa ia tahan lagi.

“kamu tinggal di mana?” tanya jihoon

soonyoung masih diam, dia terus menengok ke arah lain. lebih tepatnya mencari orang lain yang seharusnya ada di samping jihoon.

“jihoon lagi liburan di sini? daniel nya mana?”

memang soonyoung tidak peka, soonyoung tidak tahu akan hal apa saja yang sudah terjadi pada jihoon selama satu bulan kebelakang.

“enggak liburan, enggak sama daniel”

“terus?”

“jihoon sendirian, cari soonyoung”

soonyoung bingung sendiri, keningnya mengkerut mendengar perkataan jihoon.

“soonyoung … jihoon boleh ikut ke apartemen soonyoung enggak?”

“gak boleh, nanti daniel marah”

“gak marah, gak akan ko. nanti jihoon jelasin di sana”

“gak boleh, jihoon”

“soonyoung … “

“jihoon jangan kaya gini, gak enak sama orang tua, sama daniel juga”

“soonyoung, jihoon udah gak tunangan lagi sama daniel”

“ha? maksudnya?”

“ke apartemen soonyoung dulu, nanti jihoon jelasin”

meskipun masih bingung, soonyoung akhirnya menuruti kemauan jihoon. mereka datang di unit apartemen soonyoung yang tidak terlalu besar. beberapa kaos berantakan di lantai.

“joroknya” kata jihoon dan soonyoung hanya bisa meminta maaf sambil mengambil kaos kotor yang berserakan tadi.

dan setelah mereka duduk dengan tenang, jihoon mulai menceritakan apa yang telah soonyoung lewatkan. begitupun dengan soonyoung, ia juga menceritakan bagaimana kehidupannya setelah meninggalkan jakarta.

“jihoon gak papa?”

“cuman kangen soonyoung … banget”

“aku juga— maksudnya soonyoung juga kangen banget sama jihoon”

hanya ada satu hal yang ingin sekali jihoon lakukan saat ini. dia melihat soonyoung sedang mengatakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan, duduk di depannya.

“mau dipeluk soonyoung, boleh gak?” tanya jihoon

dan soonyoung tertawa, memeluk jihoon dengan erat. melepaskan ketakutan yang ia rasakan selama ini, menghilangkan semua spekulasi yang soonyoung sudah buat, dan menjauhkan tameng ‘pertemanan’ diantara mereka.

di kota, yang baru saja soonyoung datangi satu bulan yang lalu. di apartemen yang baru saja soonyoung tempati, jihoon tidak mau melepaskan pelukan soonyoung. dia ingin menikmati momen ini, momen yang harus ia dapatkan dengan susah payah hasil dari kebodohannya sendiri.

di satu sisi, jihoon bersyukur karena kebodohannya bisa menutupi kebodohan lainnya, bisa mengungkap perasaan yang selalu soonyoung dan jihoon pendam, menghilangkan penolakan pada perasaan masing-masing yang sudah berlangsung cukup lama itu.

canggung yang mereka bawa ke jogja sudah hilang, mereka sudah bersikap seperti biasanya lagi. seperti bagaimana mereka bersikap ketika jauh dari teman-teman dan ibu kota— ketika mereka jalan-jalan dan menjalankan misi persahabatan.

malam itu, suara tv terdengar tapi mereka berdua tidak peduli. saat ini jihoon sedang memperhatikan soonyoung yang sedang menjelaskan sesuatu. jihoon suka, kalau soonyoung sudah banyak berbicara seperti sekarang.

“tadinya sih mau tinggal di sini, cari kerja di sini”

“gak boleh” kata jihoon, ia duduk dan raut wajahnya terlihat tidak senang.

“nanti kita judulnya jadi long distance relationship dong? gak bisa jihoon kalau kaya gitu” lanjutnya lagi.

“tapi kan—”

“gak ada tapi-tapi, jihoon ditinggal soonyoung satu bulan aja kelimpungan. capek, nangis terus, mana jadi suka sakit. aneh sama diri sendiri tapi emang kaya gitu kemarin waktu ditinggalin sama soonyoung”

“maaf ya jihoon, soonyoung gak tahu kalau jihoon bakal sedih kirain kan mau seneng-seneng aja sama daniel”

“ngaco banget pemikirannya”

“yaudah deh, nanti soonyoung ke jakarta lagi, cari kerja lagi disana”

soonyoung juga tidak mungkin tega meninggalkan jihoon lagi, meskipun sekarang status mereka masih belum jelas. tapi tadi jihoon sudah klaim mengenai ‘long distance relationship’ yang secara tidak langsung jihoon mengatakan kalau mereka berdua sudah memiliki hubungan yang lebih dari ‘persahabatan’

pukul dua pagi, dan mereka masih belum tertidur. banyak hal yang mereka bicarakan tapi belum dengan status hubungan. beberapa orang mereka bicarakan tapi tidak dengan nama daniel. jihoon masih ragu untuk memulai pembicaraan karena soonyoung masih tampak tidak yakin, entah itu dengan keadaan mereka saat ini atau dengan fakta bahwa jihoon sudah selesai dengan daniel.

“aku beneran … udah selesai sama daniel, kalau soonyoung ke jakarta nanti, jihoon tetep sama soonyoung” kata jihoon menjawab dari pertanyaan yang terpampang jelas dari ekspresi bingung soonyoung yang masih saja belum mau menghilang.

“jihoon … mau gak jadi pacar soonyoung?” tanya soonyoung tiba-tiba membuat jihoon diam untuk sepersekian detik tanpa memberikan jawaban apapun.

“tiba-tiba banget gak pake salam dulu”

“jadi gimana hubungan kita ini? mau sahabatan aja?”

“gak, gak ... “ jawab jihoon sambil terus menggelengkan kepalanya.

“kita harus pacaran, jihoon mau ko jadi pacar soonyoung” lanjut jihoon.

level up status, jadi pacaran nih kita”

“statusnya dilevel up, misinya juga nambah dong?”

“ke jogja harus balik lagi, yang kemarin gak afdol soalnya stress selama perjalanan”

“okey, terus apalagi?”

“jihoon maunya apa lagi yang harus kita datangi atau yang harus kita capai?”

“kalau jihoon sih maunya … level up lagi status kita hehe”

maksudnya, nikah. soonyoung hanya bisa tertawa. jihoon bilang soonyoung harus bisa karena hampir saja jihoon menikah dengan orang lain makanya soonyoung harus cepat-cepat menaikan level hubungan mereka.

soonyoung memang sudah mempersiapkan sebelumnya, sebelum ia tahu kalau jihoon akan bertunangan dengan daniel, ketika ia masih berharap kalau hubungan sahabat itu bisa berubah menjadi pacar. soonyoung sudah merencanakan akan segera melamar jihoon. tapi kemarin rencananya benar-benar ia coret dari list yang akan ia lakukan. tapi sekarang dengan adanya jihoon lagi di sisinya. dengan status yang sudah lebih tinggi, soonyoung menimbulkan kembali rencana itu dalam dirinya.

mataharinya yang hilang di parangtritis saat itu sudah kembali lagi membawa misi yang lebih berat. soonyoung tidak protes, bahkan ia sangat bersyukur karena jihoon datang, bersusah payah menuju tempatnya untuk menyampaikan informasi— yang selama ini soonyoung anggap sebagai angan-angan dalam tidurnya yang kurang nyaman, seperti mimpi di dalam mimpi, yang tidak akan pernah bisa tercapai.

keraguannya untuk tinggal di jakarta juga terpatahkan ketika jihoon tidur dengan lelap di sampingnya seperti sekarang. tidak ada hal yang bisa membuat soonyoung lebih senang, mendengar suara jihoon sebelum tidur, melihat wajah jihoon ketika jihoon tidur, memeluk jihoon, dan ketika bangun ia akan disuguhi dengan jihoon lagi.

bahagianya soonyoung itu memang jihoon, pun sebaliknya.


tuh kan aneh. pikir mingyu ketika melihat soonyoung terus-terusan tersenyum melihat jihoon yang sedang bercanda dengan jeonghan dan jisoo. senyumnya terlalu lebar untuk orang yang ‘tidak memiliki perasaan’ itu.

kan kan bener kan. ocehan mingyu pada dirinya sendiri. pasalnya mingyu melihat soonyoung dan jihoon sedang bercanda sambil tertawa tanpa memperdulikan orang lain tapi gestur tubuh yang mereka berikan sangat berbeda dengan ‘candaan seorang teman’. mingyu tidak pernah membenarkan rambut jihoon ketika mereka bercanda seheboh apapun itu meskipun rambut jihoon berantakan mingyu tidak akan membetulkan rambut jihoon dengan penuh kasih sayang seperti apa yang sedang soonyoung lakukan saat ini.

fix lah anjir, ni orang berdua emang ya. kata mingyu pelan, ketika dia tidak sengaja mendengar soonyoung yang sedang menelpon jihoon.

apaan dah mereka di depan kita-kita aja gue – lo, pas berduaan pake nya soonyoung – jihoon. keheranan mingyu ini tidak hanya berhenti di sana, sebagai orang yang percaya kalau antara soonyoung dan jihoon ini ‘ada apa-apanya’ mingyu selalu mencari celah, mencari titik titik yang menurut dia bisa disatukan jadi suatu fakta. siapa juga yang tidak curiga ketika ada temannya kalau liburan cuman mau berduaan. kalau kata mingyu sih, itu aneh, aneh banget malah.

berbeda dengan jeonghan dan jisoo yang enggan mengurusi tentang keanehan hubungan soonyoung – jihoon. selain malas untuk mengorek informasi, mereka berdua juga lebih takut dengan omelan jihoon yang akan terus-terusan mereka terima jika salah mengucapkan satu kata yang tidak jihoon sukai.

contohnya adalah, waktu itu, ketika hanya jihoon, jeonghan dan jisoo kumpul. jihoon pernah keceplosan bilang ‘soonyoung lagi apa ya’ lalu setelah itu dengan jahilnya jeonghan dan jisoo mengatakan ‘ciee kangen ya sama soonyoung’ sampai telinga jihoon merah. malamnya, jeonghan dan jisoo menerima ceramah dari jihoon, bahkan besoknya jihoon jadi tidak mau berbicara dengan mereka.

jeonghan dan jisoo pun berhenti, karena perkataan jihoon saat itu lebih masuk akan dibanding dengan kata-kata godaan yang mereka berdua lontarkan. katanya ‘jangan kaya gitu, nanti kalau gue sama soonyoung jadi canggung gimana, padahal tadi gue cuman nanya doang, kalau sampe jadi masalah gede semuanya salah kalian ya’

makanya, ketika mingyu masih meyakini bahwa soonyoung dan jihoon memiliki perasaan yang lebih dari— yang selama ini mereka bilang suka sebatas teman, jeonghan dan jisoo menyerah dan memutuskan untuk tidak pernah menggoda jihoon lagi.


ada alasan tertentu kenapa soonyoung memilih misi persahabatan diantara mereka harus travelling. harus jalan-jalan dan menuju ke satu tempat tertentu.

pertama, biar jihoon paham kalau di luar sana ada tempat-tempat yang indah. ke dua, kalau poin pertama menurut jihoon ‘ah tempatnya biasa aja’ maka soonyoung ingin membuat jihoon mengerti kalau ini semua bukan tentang ‘tempat’ itu melainkan ‘dengan siapa’ kamu ke tempat itu, menghabiskan waktu dengan siapa di tempat yang sudah menjadi tujuan dari awal menginjakkan kaki ke dalam suasana baru. ke tiga, soonyoung merasa jihoon dan dirinya lebih bebas melakukan apapun itu ketika mereka berdua tanpa memikirkan pekerjaan dan hanya fokus pada ‘mereka’ saja. ke empat, soonyoung hanya ingin jihoon paham, kalau tanpa dirinya semua perjalanan akan terasa hampa dan tidak asik.

dari awal, yang mereka sebut ‘misi persahabatan’ itu, memiliki misi terselubung dari yang orang merencanakannya yaitu soonyoung. kalau jihoon hanya menerima saja, toh pada dasarnya misi jihoon juga sama, yang penting dekat sama soonyoung biar soonyoung paham kalau jihoon ada rasa.


jakarta, 2 bulan kemudian

“jadi kalian gimana sekarang?” tanya mingyu terang-terangan di depan jeonghan dan jisoo.

“gimana apanya?” tanya jihoon

“hubungan lo berdua, gimana? masih pake label sahabatan gak?” jelas mingyu, setelah soonyoung ke jakarta, ini pertama kalinya mereka berlima kumpul.

“gak tau, tanya aja soonyoung” jawab jihoon

“panggil nama ya sekarang” jeonghan sekarang lebih leluasa mengatakan hal-hal yang akan membuat pipi dan telinga soonyoung maupun jihoon menjadi merah.

“udah pacaran lah” kata soonyoung penuh dengan kebanggan.

“songong amat lu nyong. kemaren aja kalau ditanya suka sama jihoon, gak pernah mau jawab” jisoo hanya tertawa saja mendengar perkataan dari mingyu.

“pantesan ya selama ini jihoon selalu nanyain soonyoung kemana, soonyoung lagi sama siapa. ternyata … “ kata jisoo

“lebih parah lagi si soonyoung lah, selama ini suka diam-diam merhatiin jihoon. lo semua tau gak sih, dia udah kaya lagi ngeliat apaan aja. fokus banget sampe senyum-senyum sendiri”

soonyoung dan jihoon tidak bisa mengelak lagi, mereka cuman bisa diam mendengarkan semua perkataan teman-temannya.

mereka kembali melakukan kegiatan yang seperti biasanya. seperti sebelum soonyoung pergi dan meninggalkan jihoon.

setelah kemarin orang tua jihoon berhenti menuntut. sekarang mereka kembali mengatakan dan menananyakan hal yang sama setiap paginya.

“kapan nikah?”

tapi sekarang ada tambahannya.

”kapan nikah sama soonyoung?”

dan jihoon hanya bisa menjawab “ya gak tau, tanya aja soonyoung” seperti biasa.

lalu, kalau soonyoung sedang main ke tumah, orang tua jihoon akan habis-habisan memberikan kode keras. soonyoung sih hanya tertawa saja, tidak canggung ko toh memang dia ingin segera melaksanakan misi selanjutnya, bersama jihoon.

soalnya jihoon pernah bilang, lebih baik kita memulai misi selanjutnya dengan cepat supaya kita bisa buat misi yang lainnya.

rendezvous


warna merah termasuk golongan warna yang hangat, memiliki aura yang kuat dan memberikan energi untuk menyerukan terlaksananya suatu tindakan. hal pertama yang diingat ketika orang-orang menyebut warna merah adalah keberanian. sedangkan di dunia romansa mereka menyebutnya sebagai kehebatan.

mirip dengan soonyoung, pikir jihoon. bedanya kalau soonyoung mendapatkan warna merah setelah tercampur dari berbagai macam warna sebelumnya. tidak semata-mata ia langsung berwarna merah seperti sekarang. soonyoung akan setuju dengan pemikiran jihoon yang satu ini.

bukan hanya setuju tentang pemikiran atau pendapat jihoon mengenai warna dan maknanya, soonyoung juga setuju dengan berbagai pendapat jihoon tentang dirinya. seperti waktu jihoon memberikan hadian jam tangan pada saat wisuda soonyoung, katanya kalau soonyoung memakai jam tangan akan terlihat menjadi lebih dewasa. lalu, ketika jihoon memberikan tiga buah topi berwarna hitam, putih dan merah untuk soonyoung di hari ulang tahunnya, karena katanya soonyoung akan terlihat lebih tampan kalau dia memakai topi. dan soonyoung akan setuju dengan semua pendapat pribadi jihoon.

“kamu, pakai topi warna hitam, kaos warna hitam, celana warna hitam, sepatu warna hitam. bagus tau” jihoon sedang melihat-lihat isi lemari pakaian soonyoung.

“tapi, jujur ... aku paling suka kalau liat kamu pakai sesuatu yang ada warna merahnya” jihoon memperhatikan beberapa kaos milik soonyoung, lemari pakaian soonyoung jadi sedikit berantakan karena jihoon mengeluarkan beberapa kaosnya, lalu memasukannya lagi kedalam lemari, begitu terus sampai jihoon menemukan kaos yang ia mau.

“topi putih atau hitam ya? kaos merah, celana hitam, sepatu warna hitam... eh topi merah aja deh, kaos hitam, celana hitam” monolog jihoon, tangannya masih sibuk memilah-milah pakaian milik soonyoung.

soonyoung hanya tersenyum saja, melihat jihoon yang asik berbicara sendiri, sibuk sendiri. sedari tadi soonyoung—yang sedang tiduran di kasur – memperhatikan jihoon sambil sesekali memotret moment pacarnya yang sedang asik membongkar lemari pakaian.

“yaudah deh ini aja” jihoon membawa beberapa pakaian soonyoung yang sudah ia pilih. lalu disimpan baju milik soonyoung itu di atas kursi. tanpa ia apa-apakan lagi, karena tiba-tiba jihoon merasa lelah.

“haaaa... capek” katanya

“sini tiduran” soonyoung menepuk-nepuk sisi kasur yang kosong untuk jihoon tempati. dan yang disuruh untuk menghampiri pun ikut berbaring, memasukan dirinya kedalam selimut yang sedari tadi menutupi seluruh tubuh soonyoung.

“capek aku, jadi lapar”

“mau makan siomay atau nasi goreng?” soonyoung memberikan pilihan kepada jihoon, biasanya ada dua jenis makanan itu yang sebentar lagi akan lewat ke depan kosan.

“tadinya mau masak mie rebus aja”

“jangan, selama nginep di sini kamu udah sering banget makan mi instan”

“yaudah deh, siomay aja”

bukan hanya soonyoung yang selalu mendengarkan pendapat jihoon, setiap yang dikatakan oleh soonyoung akan jihoon dengarkan dan ia lakukan. seperti saat ini, ketika mereka berdua tiduran dikasur sambil berpelukan karena soonyoung menyalakan ac-nya dengan suhu terlalu rendah, jihoon setuju untuk membeli siomay saja daripada memakan mie rebus untuk makan malam.

“tadi kagak milihin kemeja buat aku? ko kaos doang?”

“kemeja buat?”

“ke rumah ibu kamu, masa pakai kaos doang kagak sopan”

“ke rumah ibu?” tanya jihoon, yang tadinya terlentang sekarang jihoon memposisikan dirinya telungkup sambil menatap soonyoung.

“iya, kan waktu itu setuju kalau mau ke rumah ibu satu bulan setelah ulang tahun aku”

“iya gitu?” tanya jihoon lagi, pura-pura lupa sebenarnya.

“kalau nanti aja boleh?” tanyanya lagi dan lagi, jihoon mengistirahatkan dagunya di dada soonyoung, keningnya mengkerut, bibirnya ia majukan. jihoon masih mencoba untuk membujuk orang yang saat ini sedang tersenyum menatapnya.

“gemes” jawab yang sedang dibujuk. soonyoung mengelus pelan rambut jihoon.

“besok harus jadi, udah berapa kali dibatalin. aku udah bilang sama ibu kamu” lanjutnya, untuk kali ini soonyoung harus tegas terhadap jihoon, pasalnya sudah berapa kali agenda mengunjungi ibu jihoon (berdua) tidak pernah terjadi, alasannya karena jihoon selalu bilang ‘nanti’ dan soonyoung yang selalu menuruti. tapi tidak untuk saat ini, sesuai dengan janji jihoon ketika soonyoung ulang tahun.

malam itu, ketika semua orang yang ikut merayakan ulang tahun soonyoung sudah pulang, jihoon dan soonyoung berbicara empat mata. soonyoung menanyakan kesiapan jihoon untuk bertemu dengan ibunya, dan jihoon mengatakan kalau ia mungkin akan siap bertem ibu satu bulan kedepan. yang harusnya, jihoon siap untuk bertemu dengan ibu, besok.

“jadi besok nih?” tanya jihoon lagi untuk yang kesekian kalinya, masih dengan ekspresi wajah yang menggemaskan (menurut soonyoung).

“iya jihoon, besok”

untungnya, jihoon kali ini mengiyakan ajakan soonyoung, karena dia juga sudah janji. meskipun sebelum tidur jihoon merasakan stress memikirkan apa yang akan dia lakukan kalau ketemu ibu. sampai-sampai jihoon pindah ke kamar soonyoung, dan mulai membicarakan tentang keresahannya.

setelah soonyoung mengatakan kalau tidak ada yang perlu jihoon persiapkan, yang penting jihoon mau datang saja sudah cukup. akhirnya jihoon bisa tidur, di kamar soonyoung.


tepat pada pukul 5 sore, soonyoung memarkirkan mobilnya didepan rumah ibu jihoon.

ibunya jihoon; 1 jam yang lalu [nak soonyoung, ibu baru pulang kerja, ini baru sampai rumah. jam 5 saja ke rumah ibu nya ya]

ibunya jihoon; 1 jam yang lalu [jihoon jadi ikut kah? duh ibu jadi gak sabar]

ibunya jihoon; 1 jam yang lalu [semoga jadi ikut ya jihoonnya]


ketika soonyoung bersiap untuk turun, jihoon masih terlihat ragu untuk sekedar melepaskan seatbelt. setelah bertahun-tahun ia tidak pernah melihat sosok ibunya sendiri, kini jihoon berada didepan rumah ibu. tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin, raut wajahnya mulai kusam. jika bisa memilih jihoon mau pulang saja.

“takut?” tanya soonyoung, ia meraih tangan jihoon untuk digenggam.

“dingin gini tangan kamu” lanjutnya lagi, soonyoung mengusap tangan jihoon.

mereka belum keluar dari mobil, soonyoung memberikan waktu kepada jihoon untuk menyesuaikan dengan keadaan yang sedang dihadapi. menenangkan jihoon, berkali-kali soonyoung mengatakan “ada aku, kagak kenapa-napa jangan khawatir”, jihoon mengangguk tapi kalau harus jujur hatinya masih belum siap, belum siap bertemu dengan orang yang sedang menanti kedatangan mereka berdua dibalik pintu rumah itu.

“yuk” ajak soonyoung, tapi jihoon masih diam. tangannya masih memegang tangan soonyoung dengan erat. tidak mau melepaskan dan masih belum mengijinkan soonyoung untuk keluar dari mobil.

“mau pulang” dua kata yang jihoon ucapkan membuat soonyoung menghela nafasnya. mereka sudah sangat dekat, hanya tinggal keluar dari mobil dan mengetuk pintu rumah maka soonyoung dan jihoon bisa bertemu dengan ibu. tapi jihoon masih ragu, hatinya dan juga pikirannya belum mampu mengijinkan jihoon untuk bisa dengan lapang dada bertemu dengan orang yang sudah meninggalkan dirinya beberapa tahun yang lalu.

keraguan jihoon selalu ditepis oleh soonyoung, karena sekarang ada soonyoung yang sedang memegang tangan jihoon tidak kalah eratnya, ada soonyoung yang sedari tadi juga mengelus kepala jihoon memberikan ketenangan yang sedang jihoon butuhkan. ada soonyoung yang selalu mengucapkan kata-kata yang ingin jihoon dengar.

“maaf ya, aku masih aja kaya gini” jihoon menatap soonyoung, terlihat tidak ada ekspresi marah sedikitpun, soonyoung malah tersenyum dan mengangguk memberikan jawaban atas apa yang jihoon katakan barusan.

tentu saja soonyoung tidak keberatan, karena dia tahu dengan jelas penyebab dari perilaku jihoon yang sangat tidak mau untuk bertemu dengan ibunya. soonyoung hanya bisa bersabar menunggu jihoon untuk lebih tenang. sesekali membujuk jihoon lagi, tanpa paksaan.

“kalau udah siap, kita baru masuk ke rumah ibu ya? aku tungguin, tenang aja. tapi aku mohon banget, jihoon mau ya kali ini? kagak perlu ngomong sama ibu, biar aku aja. jihoon cukup dibelakang, diem doang”

jihoon mengangguk, hingga beberapa saat setelah ia menenangkan diri. jihoon mengatakan kalau ia sudah mau keluar dari mobil. soonyoung tersenyum, pacarnya sudah menjadi orang yang lebih pemberani. ia cium kening jihoon, lalu keluar dari mobil.


suara pintu terbuka, dan jihoon malah mundur satu langkah, ia bersembunyi di belakang punggung soonyoung.

“ayok masuk, nak”

soonyoung menjabat dan mencium tangan ibu jihoon. baru setelah itu mereka berdua masuk ke dalam rumah. jihoon masih berada dibelakang soonyoung, ia belum melihat seperti apa ibunya sekarang. karena tentunya pasti ada perubahan, mereka tidak pernah bertemu.

“jihoon, salim” kata soonyoung, tapi jihoon masih diam. pegangannya pada kemeja soonyoung makin erat, ia menyembunyikan mukanya, menjadikan punggung soonyoung sebagai penahan tubuhnya.

“enggak papa” kata ibu sambil tersenyum kepada soonyoung.

“ibu sudah sangat senang jihoon mau datang, jadi enggak papa kalau masih belum mau bicara atau bertatap muka sama ibu”

“mohon dimaklumi ya bu, jihoon masih belum terbiasa” kata soonyoung

“iya”

sebelumnya pun ibu sudah diberikan penjelasan oleh soonyoung bagaimana kondisi jihoon saat ini, soonyoung juga sudah memberitahu kepada ibu bahwa terlalu banyak salah paham diantara mereka berdua, jihoon sudah terlanjur sakit hati dan memiliki trauma tentang kejadian ‘ditinggalkan oleh ibu’.

sebelumnya ibu tidak pernah berfikir kalau apa yang dia perbuat akan meninggalkan trauma bagi anaknya, dia pikir jihoon akan baik-baik saja, tapi kenyataannya tidak. jihoon tumbuh menjadi orang yang penuh dengan ketakutan, takut dalam menghadapi orang lain dan rasa takut yang berlebih tentang kata ‘ditinggalkan’.

“ibu, mau minta maaf sama jihoon, atas semua yang telah ibu lakukan, yang membuat jihoon jadi menderita selama ini”

jihoon hanya mendengarkan, ia masih belum mengeluarkan suaranya. soonyoung sedari tadi memegangi tangan jihoon, mengelusnya pelan karena tangan jihoon masih saja terasa dingin.

“ibu juga mau bilang terimakasih banyak sama jihoon karena sudah mau datang ke rumah ibu, sudah mau bertemu sama ibu”

“ke soonyoung” kata jihoon, suaranya sangat pelan.

“iya?” tanya ibu kepada jihoon

“ke soonyoung bilang makasihnya bukan ke aku” jawab jihoon

soonyoung dan ibu tertawa pelan mendengar perkataan jihoon, rasanya jihoon sudah mulai terbiasa dengan situasi yang baru ia alami ini. jihoon sudah mau berbicara dengan ibu, meskipun hanya sedikit dan sebentar. setelah mengucapkan kata-kata tadi jihoon tidak ada berbicara lagi selama di rumah ibu.

jihoon merasa lebih percaya diri untuk bersama dengan soonyoung, hari ini ia lagi-lagi diyakinkan oleh setiap perilaku dan perkataan soonyoung. jihoon mendengarkan apa yang soonyoung bicarakan dengan ibu, bagaimana soonyoung sudah terlihat akrab dengan ibu dan cara soonyoung berbicara dengan sopan kepada ibunya membuat jihoon yakin kalau soonyoung adalah orang terbaik untuk jihoon.

“seperti yang kemarin kita diskusikan bu, soonyoung cuman mau memastikan lagi. jadi ibu tidak apa-apa? ibu setuju?”

“sebetulnya, ibu tidak punya hak untuk mengatakan tidak setuju atau setuju, kalau jihoon bilang mau ya alhamdulilah, ibu ikut senang”

perbincangan antara soonyoung dan ibu berlanjut, kalau jihoon tangkap mereka membicarakan soal perizinan, soal tanggung jawab, soal kesiapan dari pihak ayah dan juga babeh. tentang rumah dan sebagainya, yang jihoon pahami disini soonyoung sedang berperan sebagai calon menantunya ibu.

setelah satu jam lebih, soonyoung izin pamit pulang. karena masih ada tempat lain yang harus didatangi dan jihoon juga sudah memberikan kode kalau dia ingin segera pergi.

soonyoung kembali menjabat dan mencium tangan ibu, sedangkan jihoon masih tidak mau ketika soonyoung menyuruhnya melakukan hal yang sama.

“enggak apa-apa, hati-hati dijalan ya” ucap ibu.


baru saja duduk di kursi mobil, jihoon langsung menghela nafas panjang, seperti orang yang lega karena tidak tertangkap ketika bersembunyi.

“capek” katanya sambil menatap soonyoung.

“kereeen udah ketemu sama ibu meskipun ngumpet terus dibelakang aku, tapi kagak ngapa dah jihoon tetep paling keren” kata soonyoung

“kalau gitu nih” jihoon memanyunkan bibirnya matanya sudah tertutup, soonyoung tersenyum lalu ia mencium bibir jihoon. hanya kecupan, sangat singkat.

“yeay dapat yupiii”

“dasar hahaha” soonyoung rasanya tidak sanggup melihat kegemesan dari pacarnya itu


selama perjalanan, jihoon masih belum tahu akan dibawa kemana oleh soonyoung. jihoon sudah tidak tegang lagi, ia sudah duduk nyaman di samping soonyoung.

“dih ko ke sini?” tanya jihoon, mereka sudah sampai ditempat makan yang dulu pernah mereka datangi.

“pengen aja, yuk turun” kata soonyoung

dan disinilah mereka, setelah tadi bertemu dengan ibu, soonyoung memang sudah merencanakan untuk makan malam di tempat awal mulanya hubungan mereka dimulai. tempat dimana jihoon menyetujui ajakan soonyoung untuk menjadi temannya.

jihoon dengan senangnya menikmati makan malam kali ini, mungkin dia juga sudah merasakan plong di hatinya karena sudah bertemu dengan ibu. soonyoung pun sama, salah satu keinginannya sudah tercapai, mempertemukan ibu dengan jihoon membutuhkan kesabaran, harus rajin membujuk dan juga berkomunikasi supaya jihoon segera mengiyakan.

setelah selesai makan, mereka menikmati suasana yang cukup nyaman di restoran tersebut. duduk di pojok kiri, alunan musik terdengar, memang tempat ini cocok sekali untuk bersantai menikmati secangkir minuman bersama dengan partner untuk membicarakan permasalahan hidup atau sekedar basa-basi dan mengobrol saja.

jihoon masih ingat dengan jelas, bagaimana dulu soonyoung mengucapkan selamat ulang tahun dan menjadi teman pertamanya selain mingyu. jihoon masih ingat, kalau malam itu dia juga menerima banyak sekali ucapan selamat ulang tahun dari teman-teman soonyoung yang sekarang sudah menjadi teman jihoon juga.

“dulu kamu ngajak temanan di sini haha kalau dipikir-pikir lagi kasian banget kamu ya” kata jihoon

“kenapa harus kasihan?” tanya soonyoung

“kan semenjak itu banyak hal buruk yang kamu laluin, dari mulai kamu dengar aku ngomong yang aneh-aneh, terus aku tolak berkali-kali, sampai kita sempet berantem, terus kamu jadi stress gara-gara aku. cara pendekatan kamu itu kayanya butuh usaha ekstra dibanding dengan cara pendekatan pasangan lain. makannya kasihan”

“ya kagak usah dikasihanin, orang aku yang mau”

“iya deh iya, tapi tempat ini awal mulanya hidup seorang kwon soonyoung, ketum yang dibanggakan sama kampusnya harus sedikit mengalami kesengsaraan gara-gara 'percintaan'

”kalau dijabarin kaya gitu jadi ngakak ya hahaha”

“maaf ya” kata jihoon pelan.

“kagak usah minta maaf, kagak apa-apa. sebenernya worth it sih, hasilnya sememuaskan ini. selama prosesnya juga aku kagak sengsara-sengsara banget, cuman sedikit capek aja karena ditolak mulu dan sempat buntu, bingung harus ngapain lagi”

“ko jadi agak sedih ya?”

“hahaha jangan sedih dong”

“ya kamu sih kenapa juga harus makan disini, jadi keinget kan aku” “sengaja, biar kamu inget”

jihoon berdecih dan soonyoung malah tertawa. iya, kalau tempat ini pernah menjadi tempat yang membuat soonyoung degdegan setengah mati ketika ia untuk pertama kalinya mengajak seorang lee jihoon untuk berteman dan menerapkan status baru waktu itu. menurut soonyoung, semua usaha yang telah ia lakukan, semua proses untuk mendapatkan hati jihoon tidak ada yang sia-sia, semua momen yang ia lewati dengan jihoon akan terus ia ingat, bagaimana sedihnya, bahagianya, dan bagaimana ia hampir menyerah.

tentu saja kalau di mata jihoon, soonyoung selalu menjadi satu-satunya orang yang bisa membuat hidupnya berubah, meskipun prosesnya lama. jika jihoon harus mengingat lagi, ia lebih merasa kasihan dan merasa bersalah. makanya setiap mengingat bagaimana perjuangan soonyoung dan bagaimana perilaku dirinya waktu itu, jihoon hanya bisa mengucapkan kata maaf dan terimakasih, lalu, tempat ini, lagi. akan menjadi tempat yang (semoga) memenuhi ekspektasi seorang kwon soonyoung yang sudah kepalang degdegan, meskipun dari tadi ia mencoba tenang mengobrol dengan jihoon, tapi tetap saja karena ada niat lain yang ingin ia sampaikan.

“kamu tadi ngomongin apa sama ibu?”

“tapi paham kan maksudnya kemana?” tanya soonyoung balik.

“paham, tapi kamu gak ada ngejelasin ke aku sebelumnya”

“haha iya sih”

jihoon hanya mengernyitkan dahinya, soonyoung diam lagi. tarik nafas, bismillah. ini soonyoung mau mulai menjelaskan niatnya kepada jihoon.

“jihoon” panggil soonyoung

“hm?”

soonyoung tersenyum, tiba-tiba merasa salah tingkah sendiri, ia hanya bisa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“apa sih?” tanya jihoon lagi.

“jihoon, tau kan ya sesayang apa aku sama kamu? udah kagak perlu aku jelasin lah ya kalau bagian itu”

dan jihoon setuju, ia hanya menganguk, matanya fokus memperhatikan lawan bicaranya.

“aduh gimana ya ini mulainya, aku tadi ngomongin soal gimana proses dan usaha aku buat bisa sama kamu dan sebagainya itu bukan berarti aku mau ngungkit-ngungkit ya, cuman mau ngingetin aja kalau aku ini kagak pernah main-main sama kamu” soonyoung berhenti berbicara sebentar.

“tadi kamu juga udah denger dan aku yakin kamu udah paham sama niat aku ngajak kamu kesini. ya sama, niatnya cuman mau ngomongin sesuatu dan ngajak jihoon buat bareng sama aku terus”

hal yang tidak akan bisa jihoon tolak, yaitu bersama dengan soonyong. setelah merasakan bagaimana disayang dan saling melindungi satu sama lain, rasanya jihoon tidak akan sanggup kalau harus pisah dengan soonyoung. dalam pikiran jihoon pun, sudah tertanam kalau ia akan selalu bersama dengan soonyoung.

“apapun yang jihoon mau lakukan kedepannya selama kita bareng-bareng bakal aku dukung terus”

karena beberapa minggu yang lalu jihoon mengatakan kalau dia ingin keluar dari pekerjaannya. dia meminta pendapat soonyoung dan mengatakan kalau dia hanya ingin menjadi guru les private piano saja. ternyata lingkungan kerja dengan kepribadian jihoon kurang cocok, jihoon hanya bisa bertahan beberapa bulan saja. kalau ada salah dan dibetulkan oleh atasan, atau ketika dia dimarahi karena melakukan kesalahan, jihoon akan sangat kesal dan sedih, dia secara tidak langsung akan mengatakan ”aku sama soonyoung aja gak pernah dibentak” atau ketika dia disuruh keluar dari ruangan atasanya secara tidak sopan, dalam hatinya jihoon selalu bilang “aku sama soonyoung gak pernah diusir”. sampai akhirnya ia bercerita kepada soonyoung karena sudah tidak mau diperlakukan seenaknya. ”aku sedih, kalau sama kamu aku disayang terus tapi sama orang lain dibentak-bentak” dan waktu itu jihoon kembali mengatakan maaf karena tidak bisa kuat untuk bekerja dan soonyoung memklumi, ditambah lagi jihoon sudah punya rencana ingin bekerja apa setelah dia benar-benar keluar dari pekerjaannya saat ini.

“jihoon mau jadi guru les piano atau apapun itu bakal aku dukung, kagak bakal aku paksa buat ngelakuin hal yang jihoon kagak mau lakuin. selama kamu ngizinin aku buat terus dukung kamu”

“aku sebenarnya yang butuh, butuh dukungan kamu” sela jihoon.

“dan aku akan berusaha buat selalu kasih semua hal yang jihoon butuhin, semoga itu cukup buat meyakinkan kamu”

“kamu juga harus kasih tahu aku, apa yang kamu mau dan apa yang kamu butuh, supaya aku bisa ngelakuin hal yang sama”

“okey” kata soonyoung

“ada satu hal lagi yang mau aku katakan ke kamu. kalau selama kita temanan aja rintangannya banyak, masalahnya banyak, berantem beberapa kali, tapi kita bisa ngelewatin sampai kita ada di titik udah saling percaya kaya sekarang. kalau jihoon setuju—“

“setuju ko” sela jihoon, soonyoung entah untuk keberapa kalinya ia dibuat tersneyum oleh jihoon.

“setuju buat terus sama aku, setuju buat jadi suami dan jadi partner aku—“

“bismillah, setuju”

“sayaaang”

“apaaaa?”

“jangan bercanda”

“enggak bercanda, ini aku malu jadinya kaya gitu”

“hahaha”

“tapi..aku boleh minta sesuatu lagi gak?” tanya jihoon

“apa?”

“kalau nanti, aku terlalu nyebelin atau terlalu susah kamu ngertiin, tolong dibilangin baik-baik seperti kamu biasanya ya, jangan tiba-tiba silent treatment atau malah ninggalin aku, karena aku yakin kalau masalah bisa jadi datang lagi”

“iya jihoon, tapi aku juga yakin, yakin banget bisa ngelewatin lagi semuanya seperti kita waktu masih temenan. karena jujur, kemarin paling berat bukan ? atau cuman aku aja yang ngerasa? tapi semoga nanti gak ada yang lebih berat dari kemarin”

“amiin”

soonyoung belum ke inti pertanyaan tapi sudah jihoon iyakan, masih ada yang mau disampaikan tapi kalau inti pertanyaan sudah terjawab soonyoung rasa perbincangan mereka sudah cukup. cukup dalam hal memastikan maksudnya.

“nanti secara formal, aku sama babeh datang ke rumah ketemu sama ayah kamu, tapi aku mau tanya kamu dari sekarang. jadi jihoon, mau nikah sama aku? ngeganti statusnya lagi ditempat ini”

“ehm... aku nanti konsep foto prewednya mau ada yang tema warm dan yang cold gitu filter fotonya, kaya warna kuning dan hitam”

“jadi mau peluk”

“pakein dulu cincinnya ke aku, udah kamu pegang-pegang kan dari tadi?”

aduh soonyoung, ko bisa ketahuan sama jihoon sebelum waktunya. niat hati mau sedikit romantis tapi yang dihadapin jihoon. mungkin pikir jihoon, jangan terlalu tegang kan sudah tahu jawabannya apa.

soonyoung sudah memakaikan cincin yang ia beli di jari manis tangan kiri jihoon, kalau rencana mereka berjalan dengan lancar, harusnya beberapa bulan lagi cincin itu akan berpindah posisi ke jari manis pada tangan kanan.

kalau begini ceritanya, babeh harus segera menyiapkan buat nanti acara tunangan dan juga nikahannya. belakangan ini rencana soonyoung yang melibatkan jihoon didalamnya selalu diperlancar. mungkin karena usaha dia sebelumnya sudah sangat maksimal, sehingga sekarang soonyoung hanya perlu menikmati hasilnya.

lagi dan lagi, tempat yang sudah dua kali menjadi tempat yang menyaksikan perubahan besar pada status mereka. tentang jihoon yang diyakinkan dan soonyoung yang meyakinkan.

“oh iya ada satu pertanyaan lagi, kamu beneran itu gak ganti ava twitter dari smp karena mimpi tentang jodoh-jodohan?”

“yaampun hahaha kagak jihoon, itu bercandaan doang supaya ada bahan aja buat ngobrol sama kamu waktu itu”

“jadi alasan aslinya kenapa?”

“kan kamu udah tau ya gimana aku waktu sd sama awal smp pernah dibully, intinya adalah biar mereka yang bully aku tetap ingat aja sama yang udah mereka bully. niatnya mau menunjukan kalau sekarang aku baik-baik aja dan superioritas yang mereka gunakan waktu itu tidak ada gunanya. inget kagak? sama foto yang dulu sempat nyebar kemana-mana sampai aku masuk berita di tv dan twitter aku rame banget? waktu kejadian itu, salah satu orang yang ngebully aku nge dm di twitter, setelah bertahun-tahun akhirnya dia minta maaf.”

“oh iya?”

“iya, tujuan aku ketika mereka sudah minta maaf, aku bilang aja kalau semua yang mereka lakuin itu kagak bener, meskipun telat tapi kagak apa-apa dibanding kagak sama sekali”

“terus waktu diganti pakai foto aku gimana tuh?”

“ya kagak apa-apa, berarti aku sudah mengakhiri apa yang mau aku tuju, udah ikhlas meskipun kagak nerima perminta maaf dari yang lainnya, satu orang aja yang mewakili rasanya cukup dan kalau tentang ganti ava ya aku emang mau pamer aja sih kalau lagi ada yang aku suka gitu, makanya dijadiin ava foto kamu”

“geli”

“hahahaha beneran itu”

soonyoung memiliki sisi yang jihoon tidak mengerti, soonyoung juga memiliki sisi yang mungkin orang lain pun tidak ada yang paham kenapa dia melakukan hal tersebut sebegitunya. oleh karena itu, di tempat yang sudah dua kali mereka gunakan untuk menjemput kebahagiaan, jihoon bertanya banyak hal dan soonyoung menjawab, pun sebaliknya. meskipun sudah saling terbuka, mereka masih memiliki beberapa pertanyaan yang harus mereka temukan jawabannya sebelum masuk ke jenjang pernikahan.


mereka sudah sampai dikosan, tiduran di kasur sambil bergandengan tangan. Setelah tadi jihoon menerima lamaran soonyoung, sekarang mereka bercerita tentang harapan, rencana dan sesi curhat versi soonyoung.

“sebenernya kalau ngomongin ekspektasi orang lain pasti mikirnya aku bakal jadi aktivis terus-terusan, keluar kuliah lanjut S2, atau mungkin ada yang berpikiran kalau aku bakal jadi orang yang menyajikan konten-konten pergerakan mahasiswa di social media

“eh malah mau nikah sama aku”

“kasian orang-orang yang udah berekspektasi tinggi sama aku ya”

“kasian kamunya lah capek menanggung beban ekspektasi orang lain”

“lumayan tapi kagak papa, aku fokus ke hal-hal yang udah aku rencanain dan tujuan aku aja”

“kalau kata yang di tiktok sih ‘langit … tolong turunkan ekspektasi orang-orang kepada soonyoung … soonyoung cuman mau nikah sama jihoon’ iya kan? hehehe”

“bisa aja hahaha tapi ya bener sih”

selain bercerita tentang beberapa hal, mereka juga habiskan waktu sebelum tidur dengan jihoon yang ingin mencium bibir soonyoung dan soonyoung yang lebih memilih untuk mencium kening jihoon. meskipun keinginan mereka berbeda, hal tersebut tidak menjadi masalah karena pada akhirnya mereka bisa melakukan dua-duanya.


“ming, lo gimana kabarnya sama pacar lo?” tanya jihoon, dia sedang duduk berhadapan dengan sahabatnya mingyu di sebuah cafe di jakarta selatan.

“ya baik-baik aja untungnya, meskipun jeonghan lagi sibuk kerja dan gue bentar lagi sidang tapi kita tetap saling bucin ko”

“bagus deh, lo ada niatan nikah cepet gak?”

“nikah? kayanya sih gak, soalnya gue belum kerja, kecuali kalau gue udah ada kerjaan, baru deh. kenapa emang? lo jadi mau nikah cepet sama ketum?”

“kayanya” jawab jihoon singkat.

“ya kalau ketum sih uang udah aman dari kosan juga, punya dua kosan di jakarta pusat mana deket kantoran terus yang satunya deket tempat kuliah, sebulan ada gak tuh 50 juta?”

“ada sih, nanti gue juga bantu ngurus itu kosannya karena mau bikin lagi di daerah kantoran tapi yang di jakarta selatan”

“mantap, fix nih kawin?”

“semoga, paham gak sih lo sama perasaan gue? kaya yakin aja, selama itu sama dia”

“paham ko gue, kaya yaudah ngerasa ini orang ya tepat aja buat gue yakan? ”

“dulu itu ya ming, gue selalu berpikir kalau orang yang bakal ada dan selalu ada buat gue ya cuman lo doang. waktu kuliah, teman-teman kuliah gue aja kayanya sungkan untuk sekedar ngobrol sama gue. dulu ada yang pernah chat ke gue ‘aku suka kamu, kalau aku deketin boleh gak’, ada juga yang ngomong langsung kaya ‘aku naksir sama kamu’ dan sebagainya. didalam pikiran gue, perkataan mereka itu gak bisa gue percaya, soalnya akan selalu ada pemikiran yang buruk dan gue yang selalu menyangkal semua perkataan mereka ‘dia gak bisa dipercaya, omongannya hanya bercandaan, mereka gak serius’ mungkin itu yang selalu gue tanamin dalam pikiran gue sendiri. nah soonyoung mungkin paham, karena udah pernah ngalamin ditolak sama gue berkali-kali dan kayanya memang cuman soonyoung yang bertahan sih, enggak nyerah gitu aja, dia terus yakinin gue. satu kata ‘aku suka kamu’ atau ‘aku sayang kamu’ gak pernah mempan ke gue, terus dia nyatain suka dan sayangnya dia ke gue secara terus-terusan, perilaku dia juga nunjukin hal serupa. mungkin itu yang membuat gue akhirnya mau nerima soonyoung. dan parahnya lagi adalah, kayanya gue memang butuh soonyoung dihidup gue”

“beruntung dah lo bisa ketemu sama ketum”

“bener, gue juga ngerasa gue beruntung banget bisa sama dia. kaya apa ya, gue juga sadar kalau luka gue gak akan bisa pulih hanya dengan mengandalkan waktu, beruntung banget gue bisa nemuin orang selain lo yang mau ngebimbing dan nemenin gue di proses pahit itu”


“jin, lo pernah kagak sih kagum banget sama seseorang” tanya soonyoung ketika ia sedang nongkrong didepan kosan bersama jinjin

“pernah lah, kagum yang sampe bikin kelepek-kepelek kan?”

“hahaha iya”

“pernah tum, sama jihoon ya lo?”

“iya haha, lu sama si joy ya?”

“hahahaha tau aje lo”

“ketebak”

“ngomong-ngomong tum, kalau ngomongin jihoon. gue juga respect banget sih sama dia, respect banget gue sama orang-orang yang mau bangkit dan mencoba menyembuhkan dirinya sendiri”

“bener, gimana kagak kagum ya, menurut gua sih orang-orang yang berusaha buat memperbaiki dirinya sendiri itu orang paling terkeren, karena kalau lihat dari sisi jihoon aja, healing proses itu bukan sesuatu yang gampang, karena lu ngizinin diri lu sendiri buat ngerasain lagi sakitnya dari masa lalu, terus habis itu masih harus mengelola emosi negatif dan rasa sakitnya jadi sebuah kekuatan. kaya gimana jihoon selama ini, dia udah baik-baik aja tapi kadang ada momen dimana dia jatuh lagi, dan hal kerennya tuh disini, ketika dia terus berusaha buat ngelakuin healing-nya, kagak nyerah”

“mantep sih emang, udah cocok banget lo sama si jihoon tuh. gue jujur gak nyangka tum kalau lo mau nikah muda hahaha, kirain gue mau jadi aktivis dulu gitu yekan yang fokusnya meskipun udah lulus kuliah tetep turun aksi”

“sebenernya kalau misalkan mau ikut aksi lagi ya tinggal ngikut aja gua, dengan izin jihon tapi. lagian sekarang fokusnya gua cuman ngebantu ke yang lebih real aja, kalau aksi ngebantu buat menyuarakan, sekarang gue fokus bantu secara langsung ke yang membutuhkan”


dia yang berwarna biru muda, yang memiliki nuansa ketenangan. jika warna birunya berubah menjadi lebih dingin atau seperti es, ia sedang menciptakan perasaan kesedihan atau kesendirian.

dia yang berwarna biru muda yang sedikit lebih gelap, akan mengurangi keberanian dari dia yang berwarna merah lalu si biru muda bisa mengambil sedikit keberanian dari si merah.

hebatnya dari si merah ini, ketika dia berada ditempat tergelap pun, dia masih bisa berbaur dan perlahan membagikan warnanya supaya tidak terlalu gelap. tempat tidak pernah membatasi ranah kebebasan dari si merah, karena dia akan tetap menjadi yang paling mencolok yang tertangkap oleh penglihatan orang-orang.

untuk menciptakan keseimbangan, warna yang bisa melengkapi dia yang berwarna merah adalah dia yang berwarna biru muda. saling menyatu, agar sisi negatif dari masing-masing warna menghilang.

Lost loved ones

ruangan ini penuh dengan pikiran-pikiran, pikiran yang terlalu berisik dan bisa didengar oleh siapapun atau mungkin karena orang-orang dalam ruangan ini memikirkan hal yang sama. yaitu tentang ketakutan. tentang takut kehilangan presensi, bukan hanya satu atau dua hari. tidak ada hati yang ingin ditinggalkan apalagi kalau sudah ada ikatan. bukan hanya masalah tidak bisa melihat orang itu lagi tapi semuanya tentang kebiasaan yang pernah dilewati yang sudah menjadi kegiatan sehari-hari dan hal yang selalu ditunggu-tunggu untuk melewati hari esok lagi.

jihoon sedang duduk, di atas kasur soonyoung. tatapannya tertuju pada jinjin dan babeh yang sedang tertidur di lantai. semuanya sudah hening, tidak ada suara tangis dari orang-orang yang berada di kosan malam ini. hanya jihoon, yang matanya masih terbuka, yang tangannya masih menggenggam erat handphone berharap kalau soonyoung akan segera membalas pesan darinya.

sudah pukul tiga pagi, masih belum ada kabar. Sampai pukul lima pagi, tetap belum ada kabar. dan jihoon masih terjaga, matanya sudah tidak mengeluarkan air mata, tubuhnya ingin tidur tapi pikiran jihoon mengatakan untuk tetap terbangun.

jihoon mulai mendengar suara dari orang-orang yang terbangun, babeh bahkan sudah menghampirinya, duduk di lantai berhadapan dengan jihoon. “jihoon belum tidur?” tanya babeh dan jihoon menggelengkapn kepalanya. bagaimana dia bisa tidur, yang sedang jihoon tunggu untuk pulang masih belum memberikan kabar. semalaman jihoon hanya terus memantau berita. ‘tsunami susulan telah terjadi, korban diperkirakan terus bertambah’. jihoon tidak akan bisa tidur setelah ia membaca berita tersebut, tidak sebelum soonyoung memberikan kabar kalau soonyoung baik-baik saja.

penantian terpanjang jihoon selama satu malam untuk mendapatkan kabar dari kekasihnya itu tidak menghasilkan apapun, saat itupun jihoon sadar kalau dia semakin tidak yakin. apakah soonyoung baik-baik saja, atau sedang berada dalam keadaan yang sulit.

“siap-siap, habis ini kita susul aja” kata babeh, tangan jihoon babeh genggam. Menguatkan orang yang sedang duduk dengan lemas, mata dan hidungnya merah.

dan babeh yakin, kalau jihoon sedang memikirkan hal-hal yang tidak mau ia terima. oleh karenanya babeh peluk, babeh kasih sesuatu yang saat ini sedang jihoon butuhkan.

“maafin babeh, karena udah kasih izin ke soonyoung”

tapi jihoon diam, ia menutup matanya sebentar dipelukan babeh. rasanya sudah bingung, dia tidak bisa melakukan apapun. badannya sudah capek, tapi pikirannya masih kacau, jihoon juga kesal dengan keadaan, kesal sama babeh, kesal sama soonyoung, dengan semuanya yang tidak pernah berjalan sesuai dengan kemauan jihoon.

untuk pertamakalinya, jihoon pergi meninggalkan kamar ternyaman versi dirinya dengan perasaan campur aduk. bagaimana kalau dia tidak bisa datang ke kamar ini lagi, tidak bisa merasakan kenyamanan lagi. jihoon enggan untuk pergi, dia tidak mau meninggalkan kamar soonyoung, tapi semua orang sudah menunggunya untuk ikut. dan jihoon pun melangkah keluar kamar, pikirannya terlalu berisik ia takut melihat soonyoung di lokasi, ia takut kalau soonyoung tidak baik-baik saja. Jihoon tidak mau pergi.

mingyu, jeonghan, hansol, jun, jinjin, babeh, joy, doyoung, hayoung dan beberapa orang lainnya yang ada di kosan sudah siap untuk ikut berangkat ke lokasi, menunggu jihoon untuk masuk ke dalam mobil bersama babeh. selama diperjalanan, satu jam lebih. tidak ada satupun yang berbicara, bahkan babeh pun hanya diam. Jinjin yang menyetir juga tidak mengeluarkan suara. semakin dekat dengan lokasi yang dituju, mereka semakin gelisah. isak tangis joy mulai terdengar, dan jihoon hanya bisa melihat ke luar kaca, suara joy membuat dirinya ingin ikut menangis lagi.

“beh, biar mingyu aja yang tanya kesana” kata mingyu, mereka semua sudah turun dari mobil.

mingyu berlari, mendekati orang-orang yang sedang berada di posko pertama. tidak lama, mingyu sudah kembali lagi. membawa kabar untuk mereka yang menunggu. mereka yang berharap kabar baik dari mingyu pun harus kecewa ketika mingyu mengatakan kalau soonyoung tidak ada di sana.

“pak?” tanya seseorang yang memakai seragam relawan.

“iya?” tanya babeh.

“saya mau kasih informasi, kalau … yang bapak cari tidak ada di posko saat ini …” orang itu berhenti, melihat ke babeh, ke semua orang yang sedang menunggunya untuk melanjutkan pembicaraannya, orang itu melihat mata-mata yang penuh harapan agar dia mengucapkan kata-kata yang ingin mereka dengar.

“kalau tidak ada di posko … kemungkinan hanyut … terseret … kami akan terus mencarinya pak”

setelah informasi itu mereka dapatkan, semuanya terdiam, babeh memegang tangan jinjin dengan erat, mingyu dan jeonghan mendekati jihoon. seolah-olah sudah putus harapan, lutut mereka terasa lemas.

waktu terus berjalan, mingyu dan jinjin ikut mencari. sisanya menunggu di posko dan ada yang mencari ke klinik atau rumah sakit terdekat dari lokasi. hari telah berganti menjadi malam dan soonyoung masih belum ditemukan. tidak ada yang berhenti mencari, tidak ada yang berhenti khawatir,mereka selalu berdo’a. berharap orang itu bisa ditemukan secepatnya dengan keadaan yang baik-baik saja.

jam 10 malam, babeh sudah kembali ke posko, duduk disamping jihoon. mereka duduk dengan para korban yang selamat. selama menunggu, jihoon terus-terusan mendengar tangisan orang lain, tangisan orang yang kesakitan karena terluka dan tangisan orang yang kehilangan keluarganya. seperti saat ini, jihoon cepat-cepat menutup telinganya, dia tidak mau mendengar tangis dari seorang suami yang kehilangan istrinya.

“tolong bantu saya cari ... tolong temukan dia … tolong temukan dia”

kata-katanya mewakili perasaan jihoon, mewakili isi pikiran jihoon selama ia diam dan hanya terus berdo’a. soonyoungnya tolong ditemukan.

jihoon menangis, tangannya gemetar. dia menangis begitu keras sampai babeh bergegas menghampiri jihoon. memeluk jihoon dan terus mengatakan ‘”kagak apa-apa, bakal ketemu sebentar lagi. Kagak apa-apa, soonyoung baik-baik aja”. belum ada kabar saja jihoon sudah se-gila ini, bagaimana kalau yang terjadi pada bapak tadi akan jihoon rasakan juga sedih dan pedih nya, jihoon tidak mau, dia bahkan tidak akan sanggup.

malam itu babeh terus-terusan bertanya “jihoon, kagak tidur?” dan selalu jihoon balas dengan gelengan saja. kepala jihoon bahkan sudah sakit, dia belum tidur, mau dipaksa tidur pun tidak bisa. jihoon terlalu takut untuk memejamkan matanya.

sudah pukul dua malam, jihoon masih terbangun begitupun dengan babeh dan jinjin yang memutuskan untuk ikut terjaga disamping jihoon.

“jihoon” panggil jinjin

“kalau nanti orangnya udah ketemu, jangan lo marahin ya … kasihan” lanjutnya, jinjin tahu jihoon tidak akan menjawab tapi dia terus berbicara.

“kasihan … sekarang juga mungkin lagi kedinginan”

karena semua orang yang saat ini masih terbangun dan yang sudah tertidur pun bisa merasakan dingin, angin malam yang terus datang, suara tangis yang masih terdengar, keadaan yang masih berantakan. disamping jinjin ada joy yang sudah tertidur, disamping jihoon ada mingyu dan juga jeonghan yang baru saja tertidur. tanpa selimut dan tanpa alas yang nyaman.

semuanya terlalu berantakan, menurut jihoon ini adalah keadaan yang paling menakutkan dan menyebalkan yang pernah ia rasakan. biasanya ketika jihoon merasa sebuah kondisi sudah tidak bisa ia kendalikan saat itu juga selalu ada soonyoung yang membenahkan apa yang harus jihoon pikirkan, yang selalu membuat jihoon bisa merasakan situasi yang nyaman meskipun kondisinya tidak memungkinkan. lalu sekarang soonyoung tidak ada, isi kepala jihoon terlalu chaos untuk dibenahkan satu persatu, dipisahkan mana yang harus ia pikirkan atau tidak.

masih di jam dua pagi, ketiga orang yang masih terjaga tadi hanya bisa diam melihat ke arah luar. bertanya-tanya dengan keadaan soonyoung, sendirian kah disana, tidur ditempat yang layak atau tidak, masih sadar atau tidak, sudah meninggalkan yang disini menunggunya dengan sabar atau tidak.

seakan tuhan telah memutuskan untuk menjawab semua pertanyaan yang mereka sampaikan di jam dua pagi. beberapa orang datang sambil berteriak.

“PAK… RELAWAN”

dan yang lain berteriak

“SUSAH NAFAS SUSAH NAFAS”

lalu masih ada yang teriak

“LANGSUNG AJA LANGSUNG”

yang dimaksud adalah, mereka berlari menyiapkan mobil dan hendak pergi ke rumah sakit terdekat. di sisi lain, jihoon, jinjin dan babeh menghampiri suara teriakan itu. babeh dan jinjin bertanya kepada relawan lain disana siapa yang ditemukan, sedangkan jihoon ia terus mengikuti mereka yang membawa orang itu. berdiri di belakang kerumunan, tangannya terus meremas bajunya sendiri, semakin jihoon melangkah untuk melihat orang yang sedang berbaring dikelilingi oleh lima orang relawan itu, semakin jantungnya terus berdetak dengan kencang, tangannya semakin dingin.

itu soonyoung, sedang berbaring. banyak luka, tubuhnya basah dan kotor. jihoon tidak berani melangkah lebih dekat lagi, kakinya terdiam tubuhnya seperti patung tidak mau bergerak.

“keluarga?” tanya orang disampingnya dan jihoon mengangguk, air matanya kembali mengalir. soonyoung sudah ada dihadapannya.

ketika soonyoung dimasukan ke dalam ambulans, orang yang tadi bertanya mengajak jihoon untuk masuk ke dalam mobil, mendorong tubuh jihoon sedikit supaya bergerak. dan babeh yang dari jauh melihat jihoon masuk ke dalam ambulans pun berlari, babeh ikut ke dalam mobil sedangkan jinjin membangunkan teman-temannya.

ketika masuk babeh terkejut melihat keadaan anaknya. orang disamping babeh terus menjelaskan dimana soonyoung ditemukan, dan kenapa soonyoung kesulitan untuk bernafas dan bagaimana ia bisa bertahan.

babeh menggenggam tangan jihoon, dan jihoon menggenggam tangan soonyoung.

untuk pertama kalinya, jihoon tidak digenggam balik, untuk pertamakalinya jihoon terus berbicara tapi tidak soonyoung jawab. selama perjalanan menuju rumah sakit yang babeh bisa dengar adalah suara tangis dirinya sendiri dan ocehan jihoon yang tidak pernah berhenti.

kalau soonyoung dalam keadaan baik-baik saja mungkin ocehan-ocehan jihoon itu akan terdengar mengesalkan. tapi babeh malah merasa hatinya seperti baju yang diperas, seperti luka yang dibasuhi alkohol. sama sekali tidak ada kesal sedikitpun ketika anaknya dimarahi. babeh juga menyesal telah memberikan izin, babeh sedih karena keputusannya membuat keadaan menjadi seperti sekarang. terlalu sedih dan kacau untuk dihadapi.

mereka tiba di rumah sakit terdekat, disana banyak orang yang mencari anggota keluarganya. jihoon berjalan ditengah kebingungan orang lain. saat itu dia bersyukur, soonyoung sudah bisa ditemukan.

jinjin dan yang lainnya juga sudah tiba di rumah sakit, menghampiri babeh dan jihoon.

“gimana beh?” kata mingyu

dan babeh hanya menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan mingyu tidak semudah yang babeh pikirkan ketika dia bilang kalau prinsip hidupnya adalah ikhlas dan berserah. katanya firasat orang tua lebih kuat dibanding siapapun, dan entah kenapa, malam ini babeh memiliki perasaan yang sama dengan perasaannya beberapa tahun yang lalu ketika orang tercintanya meninggalkan bumi.

“salah babeh … pokoknya … salah babeh” kata jihoon

“kan … aku bilang ja-jangan dikasih izin babeh” jihoon melihat ke arah babeh dan ia melihat babeh mengangguk.

semua perkataan jihoon pun mengingatkan dengan kejadian yang sudah lama terjadi dalam hidup babeh, saat itu sama seperti jihoon, babeh menyalahkan soonyoung atas kejadian yang menimpa istrinya.

tidak ada yang pergi dari ruangan itu, mereka semua teman soonyoung dengan setia duduk di lorong rumah sakit menunggu kabar. mendo’akan yang terbaik untuk ketumnya. mereka semua adalah orang-orang yang berteman baik dengan soonyoung, yang mengenal soonyoung jauh lebih lama dibanding jihoon mengenal soonyoung. mereka semua yang saat ini sedang duduk sambil mengepalkan tangan dan terus berdo’a adalah mereka yang selalu datang ke kosan soonyoung, mengerjakan tugas bersama, mengerjakan laporan atau sekedar bermain dan berbincang. mereka semua mempunyain kenangan yang tidak akan pernah mudah untuk dilepaskan.

dan pagi itu dokter mengatakan kalau keadaan soonyoung masih tidak menentu dan masih jauh dari kata stabil.

jihoon dan babeh masuk ke dalam ruangan, mereka berdua duduk di samping soonyoung, dia memakai alat bantu pernafasan. pertamakali jihoon melihat soonyoung, wajahnya kotor dan banyak luka tebruka. sekarang sudah bersih dan dokter sudah menutupi luka-luka yang ada di pipi soonyoung.

“tong … yang kuat ye, gua sendirian kalau lu kagak ada” babeh menggenggam tangan anaknya yang masih juga belum terbangun.

sudah jam 4 pagi, mereka yang menunggu diluar sudah tertidur entah di masjid atau tidur disembarang tempat. sedangkan babeh tidur dilantai dan jihoon masih saja duduk dipinggir soonyoung. Sedari tadi jihoon hanya menatap wajah soonyoung lalu mengusap wajah itu pelan, beralih ke tangan soonyoung dan ia juga mengusap tangan itu dengan pelan.

“kalau kamu … kesakitan … dan mau pergi … bawa aku, ya?” kata jihoon, tatapannya masih terarah pada luka-luka pada tubuh soonyoung, tangannya masih menggenggam tangan soonyoung yang dingin, muka soonyoung yang pucat dan bibirnya yang membiru.

jam enam pagi, jihoon pun akhirnya tertidur setelah lebih dari 36 jam ia terjaga. melihat soonyoung dihadapannya membuat jihoon setidaknya lebih tenang. meskipun dia sendiri tidak yakin apa yang akan terjadi, oleh karenanya jihoon terbangun ketika ia baru saja tidur selama dua jam. setelah bangun, jihoon kembali duduk dipinggir kasur soonyoung. kembali memegang tangan soonyoung yang semakin dingin.

jinjin, joy, mingyu dan jeonghan masuk ke dalam ruangan. mereka duduk disamping babeh. membicarakan bagaimana keadaan teman-teman soonyoung yang lain diluar. sisanya mereka terdiam, tidak segembira ketika mereka berkumpul malam tahun baru, cara mereka berkumpul sama tapi ditempat yang berbeda dengan harapan yang berbeda.

jihoon yang duduk disamping soonyoung terus memerhatikan tangan dan wajah soonyoung, entah ini halusinasi atau bagaimana tapi jihoon rasa soonyoung bangun, tangannya bergerak sedikit dan matanya berkedip pelan. jihoon memanggil babeh, menyuruhnya untuk mendekat. mengecek keadaan soonyoung. dan iya, ternyata soonyoung bangun. beberapa menit ia tidak berbicara, sampai ada dua puluh menit soonyoung hanya diam bahkan setelah dicek oleh dokter. katanya masih belum stabil dan masih kesusahan untuk bernafas.

hampir mau satu jam dan soonyoung hanya memperhatikan setiap orang yang ada disana, melihat ke arah jihoon, babeh dan yang lainnya secara bergantian. lalu mulutnya terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu. pelan, suara soonyoung sangat pelan. ditambah lagi terhalang oleh alat bantu pernafasan, tapi babeh maupun jihoon tidak mungkin melepas alat itu dari soonyoung.

“maaf” katanya

“maaf … karena kagak bisa nemenin jihoon lama”

“maaf … kagak bisa antar ke psikolog lagi”

“maaf … jihoon kagak bisa … mantu babeh”

rentetan kata yang diucapkan oleh soonyoung, mungkin tidak terdengar oleh yang lainnya.

jihoon masih menatap soonyoung, yang jihoon tangkap hanya kata maaf. karena dia tidak mendengar apa yang soonyoung ucapkan, mungkin babeh mendengarnya karena babeh menurunkan kepalanya mendekati kepala soonyoung, mendengarkan setiap kata yang soonyoung ucapkan secara perlahan.

“yang lain diluar tum, banyak yang nungguin” kata jinjin

dan air mata soonyoung mengalir begitu saja, air mata jihoon pun sama. mengalir di pipi mereka masing-masing. pandangan mereka bertemu dan saling menatap. sebentar, karena perlahan soonyoung menutup lagi matanya sambil mengucapkan kata perkata yang babeh bisikan ditelinganya.

untuk seperkian detik jihoon bisa merasakan kalau genggaman tangannya dibalas oleh soonyoung, tapi setelah itu genggaman soonyoung melemah lagi, karena dia sudah pergi.

jihoon hanya diam, semua suara tidak bisa ia dengar, pandangannya masih tertuju pada soonyoung, pada babeh yang perlahan mengusap kepala soonyoung dan menciuminya. tapi jihoon hanya bisa diam, mengeratkan genggamannya pada tangan soonyoung.

jihoon sadar dengan apa yang sedang terjadi, jihoon paham kalau soonyoung sudah tidak membalas genggamannya.

pikirannya kacau, yang terlintas hanya bagaimana cara dia pergi juga. bagaimana cara jihoon bisa menemani soonyoung.

mingyu mendekat, memeluk sahabatnya itu dari belakang. mencoba memisahkan tangan jihoon dan soonyoung tapi jihoon belum mau. bahkan ketika dokter datang, mencabut semua alat-alat yang menempel di tubuh soonyoung, jihoon masih tidak mau melepas genggamannya.

“kamu belum baca pesan aku, a-aku bilang kalau aku seneng meskipun juara tiga, aku bilang aku gak panik lagi, a-aku bilang—“

“buka matanya … aku jangan ditinggal—” jihoon lalu memeluk soonyoung. tangisannya sudah pecah, terdengar oleh semua orang, suara tangis jihoon bercampur dengan suara tangis yang lainnya.

“ngomong sama a-aku” katanya lagi

“ngomong …” jihoon menangkup wajah soonyoung yang sangat pucat. jihoon bahkan tidak sanggup untuk menatapnya lebih lama.

babeh menghampiri jihoon, perlahan memeluk jihoon. pikir babeh jihoon akan menolak, tapi jihoon menerima pelukan babeh dan memeluk babeh lebih erat dari yang babeh lakukan.

mingyu dan jeonghan masih diam dibelakang jihoon. jinjin sudah pergi keluar dengan joy menyampaikan pesan kepada yang lain.

“soonyoungnya, udah tidur nyenyak. bebeh, ji-jihoon harus gimana?”


dan dihari pertama soonyoung pergi, jihoon enggan untuk berbicara dengan siapapun. setelah dia berteriak, mamaki dan menangis. soonyoung tidak pernah kembali. bahkan ketika jihoon meminta supaya mereka tidak melakukan apapun pada tubuh soonyoung, babeh masih harus menutup tubuh itu dengan kain putih, jinjin masih harus menelpon dan memberikan kabar kepada semua orang. apapun yang jihoon lakukan, tidak ada yang bisa membuat soonyoung kembali lagi.

hari pertama ditinggalkan oleh soonyoung menjadi hari yang sangat lama untuk jihoon lewati. setelah menyaksikan tubuh soonyoung dibawa dan dimasukan kembali ke ambulans, jihoon tidak bereaksi apapun. dia hanya menatapnya, menatap ambulans itu pergi menjauh membawa soonyoung. jihoon tidak mau ikut ke rumah soonyoung, dia pergi ke rumahnya sendiri. dengan mingyu dan jeonghan yang menemani. selama di mobil pun jihoon hanya diam, termenung dan melihat ke luar. isi kepalanya hanya terus mengulang memori terakhirnya dengan soonyoung, bagaimana dia bisa melihat senyum soonyoung untuk terakhir kalinya dan ketika dia bahkan tidak menginginkan kata maaf dari soonyoung.

sesampainya dirumah pun, jihoon langsung ke kamar. tidak berbicara kepada mingyu, jeonghan maupun ayahnya. tidak ada lagi air mata, jihoon hampa, semua emosinya menghilang begitu saja. dia hanya ingin tidur, berharap kalau sekarang dia sedang mimpi buruk.

jihoon menolak, atas semua hal yang terjadi hari ini.


sekarang ini entah kenapa waktu bagi jihoon berjalan bergitu lambat, kehidupannya semakin berat. setiap apapun yang dia lakukan terasa tidak ada gunanya. tidak mengikuti lomba, tidak perduli dengan keadaan orang lain, bahkan dengan keadaannya sendiri.

jihoon pernah mengatakan, untuk tidak terlalu banyak menuntut kepadanya. jangan menyuruh jihoon untuk segera bertemu dengan mereka yang bisa mengingatkan tentang soonyoung. jangan paksa jihoon untuk datang ke tempat dimana soonyoung beristirahat.

ayah jihoon mungkin bisa mengerti akan keadaan jihoon, melihat dan memastikan keadaan jihoon setiap harinya agar baik-baik saja, setidaknya jihoon makan dan tidur dengan benar. tidak ada yang ayah jihoon tuntut lagi, karena untuk berbicara dengan jihoon pun seperti mustahil.

terakhir kali mingyu datang ke rumah jihoon adalah ketika 40 hari setelah soonyoung tidak ada. niatnya, mingyu mau mengajak jihoon. saat itu babeh juga datang ke rumah. selain untuk melihat keadaan jihoon, babeh juga ingin jihoon datang mendoakan soonyoung ditempat peristirahatannya. tapi, jihoon tidak mau.

dan saat itu mingyu yang kesal pun memaksa jihoon untuk ikut dengannya.

“ayo ikut anjir, masa 40 harian gak mau dateng? lo gak sayang apa ya sama ketum jihoon? do’a-in bukan malah nangis mulu”

jihoon malah semakin menangis, bukannya dia siap-siap untuk ikut pergi, jihoon malah mendorong mingyu dan babeh untuk keluar dari kamarnya.

“sumpah ya, kasian babeh juga jauh-jauh kesini tapi lo malah gak mau ikut” mingyu, dia tidak paham. atau mungkin memang jihoon yang memiliki alurnya sendiri, yang tidak bisa dirasakan dan dimengerti oleh siapapun.

“ayo” paksa mingyu, dia menggenggam tangan jihoon dan menyeretnya ikut keluar.

“gak … gak mau ming” suara jihoon hampir tidak terdengar, suaranya pelan dan jihoon memang se-tidak mau itu untuk pergi menemui soonyoung.

“jangan dipaksa ming, kagak apa-apa” kata babeh sambil melepaskan pegangan mingyu kepada jihoon.

“enggak beh harus dibawa, kalau pun gak mau ke makam, lo diem di rumah babeh ikut pengajian nanti. bukan malah diem mulu di kamar lo” dan mingyu kembali menarik tangan jihoon.

“gak mau … “ jihoon melepaskan tangan mingyu. mereka saling terdiam.

“lo tuh, semua orang juga ngerasa kehilangan jihoon, bukan cuman lo doang. semuanya juga sedih, tapi mereka pada datang ke makam, pada datang ke rumah babeh. cuman lo doang yang gak ngapa-ngapain”

tetap saja jihoon masih tidak mau untuk pergi, ia memegang tangan babeh dan berusaha melepaskan genggaman mingyu.

“babeh … jihoon gak mau” katanya sambil melihat kepada babeh.

“ming, udah jangan dipaksa, kasian ini jihoon malah nangis lagi”

mingyu diam, menuruti perkataan babeh, meskipun sejujurnya dia masih kesal dengan jihoon, tapi melihat jihoon yang sekarang sedang dipeluk oleh babeh dan memohon untuk tidak ikut membuat mingyu berpikir mungkin belum saatnya jihoon ikut ke rumah babeh. belum sekarang waktu yang tepat dan mungkin waktu yang tepat adalah nanti kalau jihoon sendiri yang bilang kalau dia mau datang.

disini mingyu merasa kalau jihoon kembali ketika ia belum pernah ketemu dengan soonyoung, bahkan lebih buruk dari saat itu. seperti progres sembuhnya yang ia buat malah menurun kembali. progresnya hancur seperti tidak pernah terjadi.

semua hasil terapi yang sudah ia lakukan ditemani oleh soonyoung seperti sia-sia, dan bulan sudah beberapa kali berganti tapi jihoon masih berdiam diri di kamar menolak presensi orang lain yang ingin menemuinya. dan soonyoung sudah pergi lebih lama dari yang pernah jihoon pikrikan.

hal yang menjadi pegangan jihoon saat ini cuman satu, yaitu kata-katanya sendiri. terakhir kali bertemu dengan babeh di empat puluh hari kematian soonyoung, ketika mingyu sudah pergi babeh masih memeluk dan menenangkan jihoon.

“inget kagak, waktu soonyoung kirim chat di group bilang kalau jihoon kagak apa-apa ko meskipun ditinggal sama dia, dan jihoon jawab ‘iya gak papa ko’ jadi babeh harap jihoon selalu baik-baik saja, jihoon yang kuat, seperti yang jihoon bilang kalau jihoon kagak apa-apa”

jihoon memulai semuanya dari jawabannya terhadap pertanyaan yang soonyoung berikan. waktu terus berjalan dan jihoon semakin membenahi diri. perlahan menciptakan progresnya lagi.

delapan bulan setelah soonyoung pergi, jihoon memutuskan untuk kembali melakukan terapi. tidak ada hal lain yang ia lakukan, ia hanya datang ke psikolog dan sisa harinya ia habiskan di rumah lebih tepatnya di kamarnya sendirian.

perlahan, jihoon mulai menghubungi mingyu. meminta bertemu dengan mingyu dan juga babeh di rumahnya. dan ketika bertemu mereka hanya mengobrol, jihoon selalu meminta babeh untuk menceritakan bagaimana babeh menjalani hari-harinya. karena jihoon yakin kalau babeh juga merupakan orang yang paling merasa kehilangan.

jihoon terus menguatkan diri, memberanikan diri. sampai akhirnya dia memutuskan untuk datang ke tempat peristirahatan soonyoung untuk yang pertama kalinya. hatinya masih ragu tapi dia mau, mau datang dan menyaksikan secara langsung kalau memang dia telah kehilangan.

jihoon lihat, tempat yang bertuliskan nama soonyoung, tanggal soonyoung datang ke dunia dan tanggal soonyoung pergi meninggalkan dunia. jihoon tidak datang sendirian, ada mingyu, jeonghan, jinjin, joy, babeh dan teman-teman lainnya.

hari ini adalah tepat satu tahun setelah mereka semua ditinggalkan. mereka berdo’a, menyimpan bunga dan pergi meninggalkan jihoon dan babeh yang masih duduk disamping makam soonyoung. tadi jihoon hanya diam, tidak bisa mengontrol tangisannya sambil memeluk babeh.

“waktu kamu, belum bisa ditemuin sama kita. aku penasaran sama apa yang kamu pikirin semalaman. aku yang sadar kalau malam itu aku ditinggalin kamu aja langsung ketakutan, banget. apalagi kamu, pasti takut banget ya? tau kalau harus ninggalin kita semua disini? kamu juga pasti kedinginan malem itu. makasih ya, udah bertahan dan nyempetin ngomong sesuatu buat aku dan—“

“maaf aku baru bisa datang”

jihoon pulang, rasa sedihnya kembali lagi. sebuah perasaan yang selalu dia hindari mulai datang lagi. sempat merasa menyesal telah datang, tapi di sisi lain dia lega. besoknya jihoon kembali berdiam diri di kamar. proses healing memang tidak semudah yang dibayangkan. ada kalanya jatuh dan akan susah untuk bangkit lagi, seperti jihoon sekarang. hari-hari selanjutnya kembali jihoon habiskan hanya untuk datang ke psikolog dan berdiam diri di kamar.

tapi jihoon tidak menyerah, dia selalu berusaha mengembalikan aktivitasnya. dua bulan setelah ia menemui soonyoung, jihoon mulai kembali melakukan apa yang harus ia lakukan. mencari informasi tentang lomba, latihan dari pagi sampai malam, datang ke rumah ibu untuk yang pertama kalinya pun jihoon lakukan.

tidak pernah jihoon sangka kalau ia akan menemui ibunya sendiri, meskipun pertemuan pertama hanya diisi dengan jihoon mengeluarkan keluh kesah kepada ibunya. pertemuan selanjutnya topik yang mereka bicarakan mulai banyak, salah satunya adalah jihoon yang kembali menceritakan tentang soonyoung kepada ibu dan jihoon suka, suka menceritakan tentang soonyoung kepada siapapun. meskipun terkadang jihoon sedih dan hatinya terlalu sakit bahkan hanya dengan menyebut nama soonyoung saja. tapi jihoon lebih suka ketika dia menceritakan dan mendengarkan tentang soonyoung dulu.

“kan aku mau ketemu ibu juga karena disuruh soonyoung” kata jihoon, yang dibalas senyuman oleh ibunya.

salah satu cara supaya soonyoung tetap hidup di mata jihoon adalah dengan terus melakukan hal-hal yang dulu soonyoung ingin lakukan tapi belum sempat terlaksana. setelah bertemu dengan ibu, jihoon memutuskan untuk mengikuti lomba piano lagi.

jihoon terus berlatih, seperti biasanya. seperti ketika soonyoung ada, yang berbeda adalah tidak ada yang mengajaknya pergi untuk makan malam tepat pada jam tujuh malam seusai dia berlatih. tidak ada yang memberikan pesan semangat dan menanyakan apakah jihoon mau menginap di kosan atau tidak. perlombaan yang dia ikuti kali ini masih tidak menjadikan jihoon sebagai juara, bahkan juara tiga pun tidak. ayah jihoon tidak mengatakan apapun, sudah tidak menuntut apapun kepada jihoon.

tapi tidak berhenti di sana, jihoon kembali mendaftarkan diri untuk lomba nasional yang akan diselenggarakan 6 bulan lagi, dan selama waktu menuju ke perlombaan keduanya ia berlatih tanpa henti. fokus nya hanya ke perlombaan dan mengesampingkan keinginannya untuk berhenti.

jihoon tidak sering melakukan interaksi dengan teman-teman soonyoung, dia hanya berinteraksi dengan mingyu dan jeonghan saja. tapi ketika jihoon mengikuti lomba, bukan hanya mingyu dan jeonghan yang hadir, tapi babeh, jinjin, joy, hayoung, doyoung, bambam bahkan hansol dan yang lainnya ikut hadir. entahlah mungkin mereka juga merasakan presensi ketum di diri jihoon yang membuat mereka tidak terlalu merasa ditinggalkan. atau mungkin karena mereka sudah terbiasa menemani jihoon disaat seperti ini.

dan dihari terakhir perlombaan ketika jihoon diumumkan sebagai pemenang, semua orang berkumpul. merayakan kemenangan jihoon, memberikan selamat dan memberikan hadiah.

“jihoon, mau gua bacain lagi gak? chat terakhir dari dia buat gue kan dia nitip buat nyampein pesannya sehabis lo lomba” kata jinjin dan jihoon mengangguk.

“jihoon, selamat udah ikut lomba lagi, selamat karena kamu udah kuat dan selalu berusaha sampai sejauh ini, mau menang atau kalah yang penting udah berusaha, makanya aku ucapin selamat aja meskipun kagak tahu hasilnya gimana. karena dengan ikut lomba ini pertanda kalau kamu udah bisa melewati fase sedih, stress, panik dan sebagainya makanya aku kasih ucapan selamat apapun nanti hasilnya. maaf kagak bisa datang dan ngucapin langsung, semoga kamu ngerti ya. ucapannya aku titip sama jinjin, biar kalau aku pergi kaya sekarang bisa tetep ngucapin meskipun cuman lewat si jinjin doang, tapi kagak papa lah ya dari pada kagak ngucapin sama sekali hehe. sekali lagi selamat ya, kamu emang yang terbaik” jinjin membacakan pesan dari soonyoung untuk jihoon.


5 tahun kemudian.

jihoon kembali datang, membawa bunga ditangannya. isi kepalanya sudah penuh dengan rancangan kata yang akan ia sampaikan nanti.

“aku datang lagi” katanya sambil menyimpan bunga itu di atas tanah.

“kemarin aku habis dari yang kena banjir, terus minggu depan mau ke shelter kucing sama ke tempat yang 5 tahun lalu pernah tsunami”

“aku udah cerita belum sih waktu terakhir kesini? alasan kenapa aku jadi ikutan relawan? kayanya belum, yaudah aku ceritain deh”

seperti biasa, jihoon akan asik menceritakan tentang hal-hal yang telah ia lewati, seperti halnya ia menceritakan tentang orang-orang disekitarnya yang pernah mengatakan ‘move on jihoon’ atau ‘udah lupain aja’ dan sebagainya, jihoon kesal bukan karena dia masih tidak bisa menerima kepergian soonyoung, tapi karena jihoon merasa dia tidak perlu ‘move on’ apalagi sampai melupakan soonyoung.

“emangnya apapun yang kamu lakukan dulu itu gak ada artinya gitu, hubungan kita emang gak ada artinya, sampe-sampe harus disuruh lupain kamu” katanya

karena jihoon berpikir kalau soonyoung akan selalu ada, idenya, isi pikirannya, pendapatnya, rasa cintanya buat jihoon, dan seluruh perasaannya untuk jihoon itu nyata dan bisa jihoon ingat dengan jelas.

“sedihnya karena kamu tinggalin udah aku ganti sama mencontoh hal-hal baik yang pernah kamu lakuin, soalnya aku seneng aja ketika dengerin orang lain ngomongin kebaikan kamu dulu, jadi kaya kamu udah pergi pun udah banyak ninggalin kebaikan bahkan orang yang gak tau nama kamu aja inget kamu, waktu itu ada ibu-ibu bilang ‘iya itu ada mas nya yang dulu gendong anak saya waktu banjir, katanya meninggal waktu bertugas ya’ dan banyak kebaikan kamu yang diingat sama orang lain”

pada awalnya jihoon tidak pernah terpikir untuk ikut berpartisipasi secara langsung menjadi relawan. tapi ketika jihoon terus mencari dan melakukan proses healingnya, jihoon merasa lebih lega ketika ia ikut turun ke lokasi.

“kaya … aku ada di dunia kamu, deket sama kamu”


kemenangan jihoon di lomba piano saat itu menjadi perlombaan terakhirnya, ia memutuskan untuk menjadi seorang guru les piano dan aktif mengikuti kegiatan relawan. titik healingnya mungkin belum bisa ia capai seutuhnya, tapi jihoon sudah bisa menerima dengan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. jihoon sibuk, menghabiskan waktunya berbuat kebaikan. sibuk melihat ke setiap sudut dunia yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

menyaksikan langit sore di daerah yang lima tahun lalu mengalami tsunami, jihoon sedang terduduk beristirahat sambil memandangi hal indah ditempat yang memiliki kenangan buruk bagi jihoon. datang ke tempat ini lagi merupakan sebuah keberanian bagi jihoon. tapi dia tidak apa-apa, dia sudah menerima dan sekarang hanya mengingat soonyoung dengan segala kebaikannya untuk manusia lain yang membuat jihoon bisa menjadi relawan bahkan ditempat yang pernah jihoon kutuk.

kegiatan jihoon terus seperti itu, mengajar, datang ke tempat yang terkena bencana dan ketemu banyak orang. meskipun jihoon tidak terlalu banyak berbicara dan hanya membantu orang lain tapi dia mulai mencoba untuk berbaur, mengajak bicara kepada orang yang baru ia kenal, seperti saat ini misalnya.

jihoon melihat orang yang sedari tadi mengobrol serius dengan yang lain dan sibuk membantu yang membutuhkan pertolongan, jika jihoon amati sedari tadi orang ini terus memberikan arahan kepada orang lain, semua yang ada disana pun meminta saran kepada orang ini.

“nih minumannya” kata jihoon dan memberikan minuman itu kepada orang yang sedari tadi jihoon perhatikan.

“oh, makasih” mereka duduk berdua, beristirahat sebentar sambil menikmati minuman yang tadi jihoon bawa.

“kamu udah lama jadi relawan?”

“dua tahunan mungkin, lu?”

“dua mau tiga mungkin. kenapa ikutan relawan?”

“kalau gua dari jaman kuliah memang aktif di komite siaga bencana kampus, setelah lulus ya gua lanjutin jadi relawan”

“oh, okay … keren”

lalu lelaki itu diam, meminum kembali minuman yang tadi diberikan jihoon.

“dulu jadi ketuanya?”

“iya”

“dipanggil?”

“dipanggil? apaan maksudnya ?”

“kamu kalau dipanggil sama temen-temen kamu gimana”

“oh, ya dipanggil pakai nama”

“oooh okay”

lagi-lagi tidak ada suara dari lelaki itu.

“nama aku lee jihoon, kamu siapa?”

“kwon hoshi”

“oh”

“chi bantuan gua bentar di tenda tiga” teriak seseorang dari arah tenda depan.

“chi?” tanya jihoon

“panggilan, gua kesana dulu ya, makasih minumannya”

“sama-sama”

“eh sebentar” lanjut jihoon

“kenapa?”

“mau aku traktir kopi gak? nanti kalau udah pulang dari sini”

“boleh”

“okay. yaudah, bye. semangat ya bantuin orangnya”

“lu juga”

“okaaay”

dan jihoon menepati perkatannya, mengobrol dengan teman baru mengajaknya ke kafe dan menikmati minuman bersama. berbagi cerita tentang hal-hal yang ingin mereka ceritakan, jihoon bisa melihat sisi lain lagi dari dunia ini, dari manusia yang baru saja ia kenal dan menjadi temannya.

untuk kali ini jihoon hanya ingin memperlakukan orang lain dengan baik, tanpa penolakan. berteman dengan siapapun dan mencari kebahagian dari sana. bersikap seperti itu ternyata menyenangkan, jihoon tidak akan kesepian, sekarang ada teman baru disampingnya.


—selama perjalanan menuju rumah sakit terdekat itu yang babeh bisa dengar adalah suara tangis dirinya sendiri dan ocehan jihoon yang tidak pernah berhenti.

“pegang balik tangannya, kalau aku ngomong itu dengerin buka matanya liat aku. kamu jangan kaya gini nanti siapa yang antar jemput aku kalau ada lomba atau mau ke psikolog lagi. nanti siapa yang nemenin aku makan mie goreng tiap pagi”

“ih mukanya kotor, nanti aku bersihin ya kalau udah sampai”

“yang kena goresan sakit gak? ada bekas darahnya juga”

“ soonyoung … makasih udah jadi teman aku ya, makasih udah sayang sama jihoon. maaf kalau aku sering nolak kamu, maaf kalau kamu udah muak sama sikap aku, tapi kamu selalu baik. kalau nanti kamu udah sembuh, aku bakal baik banget sama kamu, nanti aku turutin maunya kamu gimana, nanti aku traktir minuman di kafe kaya dulu kamu traktir aku pas pertama ketemu”

“ … aku nanti, mau ikut kalau kamu bepergian kemanapun. jadi kamu gak akan sendirian kaya tadi malem. pokoknya aku temenin”

“bangun, aku mau ngobrol sama kamu” ...