tidak semuanya hilang
akan selalu ada perdebatan hebat antara hati dan logika seorang kwon soonyoung setelah ia berpisah dengan seseorang yang masih ingin ia rasakan presensinya. jihoon yang bisa membuat dirinya dan lala bahagia. kisah mereka harus berakhir begitu saja. soonyoung yang harus bisa melepaskan dan jihoon yang kembali harus menerima keputusan pahit tentang hubungan mereka.
setiap pagi, hal pertama yang soonyoung pikirkan adalah apakah jihoon baik-baik saja, apakah jihoon sama seperti dirinya yang semakin hari semakin gila, dengan perasaannya sendiri dan dengan pertanyaan lala.
ketika soonyoung tidak bisa menjawab dan enggan untuk menjelaskan, soonyoung selalu menelfon cici dan menyuruhnya untuk menjelaskan kepada lala mengenai keadannya dengan jihoon. bukan karena soonyoung ingin lari dari tanggung jawab untuk menjelaskan situasinya, tetapi untuk beberapa minggu setelah berpisah dengan jihoon, soonyoung masih belum bisa memproses kata-kata yang baik untuk disampaikan kepada anaknya itu, soonyoung yang putus asa dan lala yang masih tidak tahu apa-apa.
“mami, kenapa kak cil gak pernah video call lala lagi?” pertanyaan pertama lala ketika ia baru ditinggalkan.
“papi, ayo ke kak cil” ajakan lala ketika satu minggu ia tidak pernah bertemu dengan jihoon.
saat itu soonyoung hanya membalas dengan senyuman, memeluk lala tanpa mengucapkan apapun, sedangkan pertanyaan lala kepada cici hanya dijawab dengan kata-kata yang tidak mau lala dengar.
“kak cil, lagi sibuk”
“kak cil, mungkin kerjaannya sedang banyak”
“kak cil, pasti capek kasian kalau masih harus telfon lala”
dan lala selalu menyangkal dengan argumennya bahwa sebelumnya pun jihoon sibuk, jihoon bekerja dan jihoon masih sempat melakukan video call dengannya.
dari setiap kesempatan melakukan video call atau sekedar telfon dengan cici, lala selalu menyelipkan pertanyaan tentang jihoon. dan cici mengerti, kalau lala merasa kehilangan dan ia masih mencari. Kalau ternyata lala tidak puas dengan setiap jawaban yang cici atau soonyoung berikan tentang pertanyaan dimana kakak cil kesayangan lala bersembunyi.
setelah bertanya berkali-kali, dari hari natal, momen tahun baru sampai ke ulang tahun lala yang ke enam. ada satu pernyataan yang dapat lala tangkap.
“lala, punya banyak peltanyaan buat ka cil papi”
“tanya sama papi” tapi lala hanya menggelengkan kepalanya, tidak mau karena bukan soonyoung yang dapat mengerti apa yang akan lala tanyakan.
mereka sedang merayakan ulang tahun lala yang ke enam, dengan cici bisa terlihat dalam video call yang sengaja mereka lakukan di jam tujuh pagi sebelum cici berangkat kerja.
“lala, kak cil gak bisa main lagi sama lala”
“kenapa? lala gak nakal”
“lala gak nakal, tapi orang lain yang nakal. kalau ada ka cil nanti mereka jahatin lala. kakak cil gak mau kalau lala dijahatin makanya kakak cil pergi usir mereka biar gak jahatin lala sama papi”
dengan kalimat sepanjang itu, lala antara paham dan hanya mengerti sebagian. yang lala lakukan setelah mendengar penjelasan dari cici adalah memeluk soonyoung sambil berkata “kak cil, kalau udah gak ada yang jahat bakal ke lumah lagi kan papi?”
soonyoung meskipun diam, dalam hatinya ia selalu mengatakan “semoga, semoga jihoon kembali dan kita bisa bareng-bareng lagi. semoga la”
saat ulang tahun ke tujuh, delapan, sembilan dan seterusnya. lala masih berharap kalau jihoon sudah selesai menyingkirkan orang-orang jahat itu dan cepat kembali ke rumah yang masih sama, yang diisi oleh lala dan juga soonyoung.
delapan tahun kemudian, lala sudah menginjak usia tiga belas tahun. tepat di hari ulang tahunnya, yang selalu lala do’a kan adalah keadaan jihoon, mungkin berbeda dari do’a-do’a sebelumnya yang selalu berharap kalau jihoon akan segera selesai mengalahkan para penjahat. untuk do’a nya kali ini lala hanya ingin jihoon baik-baik saja dan kalau ada kesempatan lala mau bertemu dengannya dan memintanya untuk kembali tinggal dengan dirinya dan soonyoung.
tapi sayangnya, harapan lala masih saja belum terkabul. delapan tahun ditinggalkan oleh jihoon, tanpa ada kata pamit sebelumnya. ketika dia masih kecil, ketika dia bisa mengingat dengan jelas apapun yang dia rasakan saat itu. dan ketika lala bertanya-tanya, bertambahnya usia membuat lala semakin hari semakin mengerti tentang keadaan papinya dan kakak cil, tentang mereka berdua, tentang soonyoung dan jihoon.
lala selalu mencari informasi tentang apa yang ia tidak mengerti, dia mengobservasi lingkungannya, melihat bagaimana teman-temannya berinteraksi dan mengobrol, menyimpulkan beberapa hal dan lala yakin akan satu hal.
“aku udah besar mami, ini ulang tahun aku yang ke tiga belas. aku paham sama beberapa hal yang dulunya aku gak paham, jadi jangan kasih aku jawaban kalau kak cil ninggalin aku sama papi karena dia mau ngusir orang-orang jahat”
“papi kemana?” cici mencoba mengalihkan perbincangannya dengan lala.
“tidur, tadi habis makan-makan sama temen-temen lala, papi langsung tidur”
“terus kenapa lala belum tidur? udah malem juga loh”
“aku cuman—kangen. pertanyaan aku, yang aku tulis dari kecil di buku udah terlalu banyak buat kak cil jawab nantinya”
“jadi lala udah pahamnya sampai mana?”
“ka cil gak bisa main lagi sama lala, gak bisa datang lagi ke rumah dan gak bisa bareng-bareng lagi sama papi dan lala, karena lala gak bisa punya dua papi ya? gak bisa ya kalau ada papi satu sama papi dua?—“ lala berhenti sebentar.
“lala bingung, kak cil dan papi coba lindungin lala kan? orang-orang jahat yang dimaksud mami adalah mereka yang nantinya akan membully lala karena punya dua papi kan? papi sama kak cil pisah karena gak mau orang lain bicara buruk dan memperlakukan lala dengan tidak baik kan?” lanjut lala.
“iya lala”
“tapi kenapa papi, kak cil dan mami gak pernah tanya dulu sama lala maunya gimana, kenapa gak dengerin pendapat lala dulu? karena waktu itu lala masih anak kecil? terus kenapa gak menunggu sampai lala besar dan dengerin pendapat lala ketika lala udah ngerti? kenapa malah mutusin buat kak cil harus pergi dari kehidupan lala sebelum lala ngomong apapun”
“kak cil sama papi cuman mau lala nyaman dan bahagia aja ketika masa sekolah ataupun nanti ketika kuliah”
“tapi lala gak nyaman, lala gak seneng ketika lala denger papi ngigo sebut-sebut kak cil, ketika lala juga iri sama temen lala yang punya dua papi dan bareng tapi lala gak bisa, dari dulu lala selalu bilang kalau lala kangen sama kak cil, kangen sama orang yang gak tau kita bakal ketemunya lagi kapan itu gak enak mami, darimana nyamannya kalau keadaan lala kaya gini?”
“lala maunya kita cari kak cil?”
“iya mami”
“okey”
“i love you mami, always”
“i love you too, anak kesayangan mami, papi sama kak cil”
disisi lain, dengan keadaannya yang semakin hari semakin enggan untuk menjalankan kehidupan. jihoon melakukan berbagai jenis aktifitas dengan bantuan obat-obatan.
tangerang, tempat yang tidak terlalu jauh. tapi jihoon bersembunyi dengan baik dari soonyoung dan juga lala, bahkan jeonghan dan jisoo pun tidak mengetahui tempat tinggalnya yang sekarang.
untuk yang kedua kalinya, delapan tahun sudah jihoon lalui. delapan tahun kali ini lebih berat, semuanya lebih kelam dan jihoon seperti berjalan diatas kaca yang tipis, yang harus siap kalau sewaktu-waktu kaca itu akan pecah menyakiti jihoon dan menjatuhkannya.
takut, tapi harus tetapa berjalan.
berjalan dalam harapan yang sudah selalu retak setiap harinya.
jihoon kacau, tidurnya tidak pernah nyenyak dan pikirannya tidak pernah tenang.
jihoon sudah lelah, tinggal dilingkungan baru berharap bisa membaik tapi tetap saja. berpura-pura baik-baik saja tapi jihoon tidak bisa. semua yang dia lakukan terasa berat, dia kehilangan hal terpenting dalam hidupnya, harapannya direnggut begitupun dengan orang yang dia sayangi, lala dan soonyoung.
beberapa kali menggoreskan benda tajam itu ke tangannya dan setetes darah keluar, berharap bisa menggantikan rasa sesak di dadanya, jihoon hanya ingin merasakan rasa sakit dibagian lain karena dia sudah tidak punya alasan untuk menangis tapi dia masih ingin menangis.
beberapa obat yang ia genggam juga pernah menjadi saksi kesengsaraan hidup jihoon saat ini, kalau butiran obat itu bisa berbicara mungkin dia akan mengatakan ‘berhentilah menangis manusia, aku sudah bosan mendengarnya’.
bahkan jihoon rutin meminum obat-obatan yang katanya bisa menghilangkan stress berat yang sudah menimbulkan gangguan mental dan fisik. tapi jihoon masih belum merasakan efeknya sampai sekarang.
jihoon tidak berusaha untuk sembuh, dia cuman berpura-pura dan mengikuti logikanya untuk berobat tapi hatinya tidak mau.
jihoon sudah menyerah, bahkan ketika ia masih berada di kantor yang lama dan masih memikirkan untuk keluar.
di luar, jihoon hanya bisa menjalani hari-harinya seperti bagaimana ia melakukan aktifitas, bekerja dan terus bekerja. tanpa jeda dan tanpa hiburan sama sekali selama delapan tahun kebelakang. tanpa ada ocehan yang berisik dari jeonghan dan jisoo, tidak ada hari sabtu dan minggu yang selalu ia tunggu-tunggu untuk menginap di rumah soonyoung. jihoon hanya bekerja, pulang lalu tidur dan begitupun dengan hari selanjutnya.
banyak hal yang berubah dengan keadaan jihoon. ia memutuskan untuk membeli mobil, alasannya karena ia terlalu lelah untuk berinteraksi dengan orang lain. hal yang tidak ia sukai pun terpaksa ia harus bisa dan ia lakukan. karena bekerja sekeras apapun, selelah apapun. jihoon masih belum bisa melupakan hal yang ingin ia lupakan. oleh karenanya dia hanya ingin tidur, meskipun dalam tidurnya ia masih tetap diganggu.
malam tadi hujan, jihoon kembali mengingat ketika dia dan soonyoung berantem hebat karena cici menginap dirumah soonyoung. mengingat bagaimana dia dan soonyoung sangat keras kepala. jihoon ingat kalau malam itu dia kedinginan dan sibuk mencari driver, tadi malam jihoon malah tertawa penuh dengan kesedihan, sambil bertanya-tanya kenapa melupakan satu orang dengan segala kenangannya sangat sulit dan berat. apakah soonyoung juga merasakan yang sama, atau selama ini memang hanya jihoon saja?
tidak ada yang special di tempat kerja jihoon, sudah tidak ada lagi seungcheol yang selalu mengganggunya. sekarang dia bisa bekerja dengan tenang, sayangnya ketenangan itu hanya terjadi jika dia tidak mengingat hubungannya dengan soonyoung, atau ketika dia tidak merasa kehilangan, atau ketika dia tidak merasa gagal untuk yang kesekian kalinya, atau ketika dia tidak sedang kangen dengan seseorang yang jihoon tidak tahu pasti bagaimana perasaannya sekarang padanya apakah masih sama atau mungkin dia sudah memiliki yang baru. sudahlah, jihoon tidak mau memkirkannya, satu kali lagi jihoon hanya ingin lupa akan semua kenangan dan orang itu. jihoon hanya ingin bekerja dan hidup dengan tenang.
today is not your day. istilah itu bahkan sudah tidak bisa menggambarkan bagaimana situasi jihoon saat ini. lebih tepatnya karena jihoon merasa, setiap hari adalah bukan hari yang baik untuknya. yang ada hanyalah buruk dan sangat buruk.
misalnya, seperti hari ini. jihoon mendapatkan masalah dengan atasan dan juga bawahannya. semua yang diharapkan atasan darinya tidak terpuaskan begitupun dengan ekspektasi jihoon pada bawahannya.
semuanya tidak berjalan dengan lancar, khususnya untuk hari. pekerjaannya tidak ada yg selesai. tuntutan untuk menjadi orang yang dibilang ‘baik-baik saja’ itu terlalu sulit bagi jihoon.
jam kantor sudah berakhir, raga jihoon sudah berada di dalam mobil miliknya tapi seperti kebanyakan orang yang sedang kelimpungan dengan pekerjaannya, pikiran jihoon pun masih berada di ruangan tempat dia bekerja, dimana dia seharian mencoba mencari solusi dan menyelesaikan apa yang bisa dia selesaikan.
dan saat itu, entah disengaja atau tidak. jihoon merogoh obat dari sakunya, mengambil beberapa pil, tanpa menghitungnya terlebih dahulu dan langsung dia telan begitu saja.
dia menjalankan mobilnya, belum setengah perjalanan, jihoon tiba-tiba merasa mual, tidak lama setelah itu kepalanya mulai sakit dan penglihatannya mulai kabur.
beberapa suara klakson dari mobil dan motor dapat jihoon dengar. tapi setelah itu semuanya hitam.
pada jam 17.40 jihoon mengalami kecelakaan.
“sebenernya, mau banget gue ngehubungin jihoon. tiap hari bahkan tiap jam. Cuman kasian, dia pengen sendirian dan gue menghargai apa yang dia mau, gue cuman harap jihoon baik-baik aja, udah” – jeonghan sedang duduk di kafe tempat dulu dia, jisoo dan jihoon duduk santai dan berbagi ceirta setiap pulang kerja.
“kalau di chat, dia jarang bales. sampai akhirnya aku juga yaudah deh nunggu jihoon chat duluan aja dibanding nanti dia malah yang gak yaman kalau di chat sama aku terus-terusan” – jisoo pun menyampaikan unek-uneknya kepada jeonghan tentang jihoon yang sepertinya memang memutuskan untuk menjauh dari kehidupan mereka berdua.
“terakhir ketemu juga kita … udah lama banget gak sih soo”
“iya, lama banget”
“gue sama jihoon jadi sungkan tau, mau nanyain alamat dan apapun jadi gak enak. gak tau kenapa”
“iya sama, mungkin karena kita juga paham sama maksudnya jihoon yang mau sendiri dulu”
“tapi kelamaan anjir mau sendiri dulunya sampe udah bertahun-tahun malah bablas gak ngehubungin kita”
dan begitulah mereka yang ditinggalkan oleh jihoon, hanya bisa sesekali menceritakan bagaimana mereka rindu dengan persahabatan yang mereka jalani selama bertahun-tahun itu.
jeonghan dan jisoo yang dulunya sangat protektif terhadap jihoon kini sudah tidak lagi. mereka tau batasan dan ingin mengerti keadaan jihoon yang waktu itu pernah bilang “ka aku mau sendirian dulu, maaf kalau aku gak mau dihubungi sama kalian atau siapapun” dan itulah kata-kata terakhir yang bisa mereka dengar.
bagaikan langit mendung yang tiba-tiba menjadi cerah. jeonghan terlalu kaget ketika melihat nama jihoon keluar di layar handphonenya, memanggil dirinya setelah beberapa tahun jihoon tidak pernah melakukan hal tersebut.
“anjir soo jihoon nelfon gue”
“angkat angkat cepet”
dan bagaikan langit cerah yang tiba-tiba hujan dibarengi dengan petir. raut wajah jeonghan dari yang penuh dengan antusias dan bahagia karena ditelfon jihoon berubah menjadi muram, keningnya mengerut, matanya membelalak. petir itu seperti mengantam tepat ditelinga dan akal pikirnya yang tidak mau menerima informasi yang ia dapatkan.
“kenapa?” tanya jisoo yang kawatir melihat perubahan pada raut wajah jeonghan. bukannya menjawab, jeonghan malah menangis. memegang tangan jisoo dengan erat.
“di rumah sakit mana?” tanyanya penuh dengan keraguan, suaranya bergetar.
“okey, thank you saya akan segera menuju sana” kata jeonghan dan panggilan telfon pun berakhir. jeonghan lalu kembali melihat ke arah sahabatnya yang juga sudah ikutan panik.
“soo, astaga… jihoon”
“kenapa? jangan bikin khawatir” melihat sahabatnya yang masih menangis dan tangannya gemetar, jisoo pun ikut merasakan hal yang sama. padahal dirinya belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
“jihoon kecealakaan, kita ke rumah sakit sekarang” jisoo ambruk mendengar kabar itu. ia terduduk di kursi dengan lemas. menutupi wajahnya.
“ayo kita kesana” ajak jisoo.
“kita gak bisa bawa mobil, gue tangannya gemetar, lo juga soo”
“terus gimana? kasian jihoon disana sendirian”
“si jun ada?”
“kemaren dia balik bandung”
“seokmin?”
“aku gak tau kabar dia”
“gue telfon soonyoung aja”
“yakin han?”
“iya, biar dia bawa supir nya aja”
soonyoung baru selesai mandi, baru pulang kerja dan lagi menikmati satu gelas jus mangga di ruang tengah, disana ada lala yang juga sedang menikmati waktunya sepulang sekolah, menonton tv sambil memainkan hp nya.
“nonton tv atau main handphone sih la?”
“both”
“bisa ya?”
“bisa dong, aku kan multitasking”
“hahaha bisa aja”
“ngomong-ngomong pi, nanti minggu mau main kemana?”
“lala maunya kemana?”
“ehmm, gimana kalau makan all you can eat?”
“yakin?”
“atau engga ke GI sekalian kita main”
“anak mall banget”
“terus papi maunya kemana?”
“sejujurnya mau tiduran, tapi kalau lala mau keluar ya ayo gas”
“tiduran itu malem, siangnya kita main”
“hahaha iya deh”
kenyataannya mereka selalu baik-baik saja, setidaknya mencoba menjadi orang yang terlihat baik-baik saja, apalagi soonyoung. dia memiliki banyak waktu untuk nemikirkan jihoon, untuk bertanya-tanya dimana orang itu sekarang. meskipun tanpa ada usaha mencarinya, soonyoung masih bisa memikirkan dan isi kepalanya penuh dengan jihoon.
tapi pada akhirnya dia selalu mencoba menghilangkan jihoon dari pikirannya, karena keputusannya beberapa tahun yang lalu. soonyoung juga tidak mau kalau lala kembali menanyakan tentang jihoon. soonyoung tidak tahu saja, kalau lala selama ini masih terus mencari tahu dan berkomunikasi dengan maminya untuk selalu menanyakan jihoon.
soonyoung tidak tahu kalau lala sudah mengetahui penyebab jihoon dan dirinya tidak bisa bertemu lagi. lala sudah tahu kenapa jihoon meningalkannya. ingin mengungkit tentang jihoon kepada papinya tapi lala tidak bisa, entahlah dia jadi merasa bersalah, meskipun lala tahu itu semua bukan salah dia.
“pi ada yang telfon tuh”
“siapa?”
“om han”
soonyoung mengambil handphone nya dari lala. mengangkat telfon dari jeonghan dan yang pertamakali soonyoung dengar setelah sekian lama tidak mendengar suara jeonghan adalah jeonghan yang sedang menangis, seperti sedang panik dan soonyoung bisa tahu dengan nada bicara yang terputus-putus, jeonghan menelfonnya dengan keadaan sedang berjalan.
“han?”
“soonyoung?”
“kenapa?”
“jihoon … kecelakaan”
soonyoung tidak menjawab, dia tidak pernah mendengar kabar jihoon selama delapan tahun ini, dan kabar pertama yang dia terima adalah jihoon kecelakaan.
pikirnya, ia lebih memilih tidak menerima kabar dari jihoon sama sekali dibandingkan dengan kabar yang baru saja ia dapatkan. informasi yang tidak akan pernah soonyoung mau dengar lagi.
“ke rumah sakit … tangerang … jemput … gue gak bisa nyetir” bukannya bertindak dengan cepat, soonyoung malah diam, seluruh badannya terasa lemas.
“soonyoung? … cepetan … bawa supir”
soonyoung masih memproses, tanpa ia sadari ia berjalan menuju pintu keluar rumah begitu saja dengan handphone yang maish ia genggam. suara jeonghan masih terdengar. dibelakangnya lala berteriak.
“papi mau kemana?” lalu soonyoung berhenti berjalan.
“han dimana posisi?” suaranya sudah bergetar, tenggorokannya terasa sakit. soonyoung sedang menahan tangisnya.
“kafe biasa”
lalu soonyoung berbalik kepada lala.
“ikut sama papi la”
setelah itu mereka berdua pergi menuju tempat jeonghan dan jisoo, lala masih bingung karena dia belum diberi tahu apapun oleh soonyoung. sesuai dengan permintaan jeonghan untuk membawa sopir, soonyoung juga tidak akan sanggup kalau harus menyetir.
“pi mau kemana?” soonyoung belum menjawab pertanyaan lala, dia masih terdiam menatap ke arah luar mobil.
“pi?”
soonyoung sedang tidak mau berbicara dengan lala, soonyoung merasa kesal dan dia tidak mau melampiaskannya pada lala. oleh karenanya soonyoung diam.
ketika mereka sampai di kafe, disana sudah ada jeonghan dan jisoo yang menunggu kedatangan mereka. soonyoung pindah ke kursi depan. jeonghan dan jisoo masuk dan duduk di kursi belakang dengan lala berada ditengah mereka.
lala semakin bingung, jeonghan yang masih menangis dan mengatakan alamat rumah sakit. serta jisoo yang tangannya juga terus meremas celananya sendiri. lala ingin bertanya, tapi dia tidak bisa. semuanya sedang panik.
sesampainya di tempat yang dituju. lala semakin bingung. kenapa harus ke rumah sakit, kenapa harus ke sini, pikirnya. apalagi setelah ia melihat soonyoung bergegas keluar dari mobil. soonyoung, jeonghan dan jisoo berjalan dengan cepat sedangkan lala tertinggal dibelakang meyaksikan mereka yang sedang panik.
ada satu orang yang lala pikirkan, yaitu jihoon. soonyoung bisa bereaksi seperti itu kepada keluarganya ataupun cici tapi di sini ada jeonghan dan jisoo yang merupakan teman dekat dari jihoon. lala semakin menyempitkan perkiraannya kepada orang-orang yang ada dipikirannya, dan dia sudah yakin kalau terjadi sesuatu kepada jihoon, orang yang selama ini lala cari.
lala ikut berlari ketika melihat papinya berlari menuju kamar seseorang, lala ikut menangis ketika melihat papinya juga sedang terdiam didepan pintu dan teru-terusan menetaskan air matanya ketika mendengarkan penjelasan dari dokter.
ketika jeonghan dan jisoo sudah duduk, soonyoung masih berdiri menjadi orang yang terlihat paling kuat di lorong lantai tiga itu. lala berjalan perlahan, melewati jeonghan dan jisoo lalu memegang tangan papinya.
“papi” kata lala pelan
soonyoung melihat ke arah anaknya, ia melihat lala juga sudah menangis. soonyoung berjongkok didepan lala, mengusap air mata lala lalu memeluk anaknya.
“katanya … kak cil … benturan keras … dikepalanya … papi harus gimana la?”
lala mengelus kepala soonyoung, mencoba menenagkan papinya meskipun dirinya sendiri juga sedang merasa tidak waras saat ini. dengan semua informasi yang dia terima, dari sekian banyaknya hari yang telah ia habiskan untuk mencari jihoon, kenapa harus bertemu dengan jihoon dalam kondisi seperti ini.
“kak cil … udah janji mau jawab setiap pertanyaan-pertanyaan lala … dia pasti nepatin janjinya, lala yakin”
mereka seperti diambang sebuah kepastian, semuanya was-was, hati mereka tidak tenang. waktu terus berjalan, setelah beberapa jam mereka diperbolehkan masuk. dokter menyampaikan bagaimana keadaan jihoon yang sudah diperiksa dan masih belum sadar.
jeonghan dan jisoo langsung masuk ke kamar, sedangkan soonyoung ikut dengan dokter untuk membicarakan hal lainnya. tadi lala mau ikut masuk ke ruangan tapi sama soonyoung ditahan, jadi lala duduk di depan kamar jihoon, menunggu soonyoung kembali.
“kami sudah memeriksa jihoon, benturan dikepalanya cukup keras. kami harus memantaunya dalam beberapa hari kedepan” soonyoung hanya mengangguk mendengarkan penjelasan dari dokter.
“tentang obat yang diminum oleh jihoon—“
“obat?”
“saya rasa, sebelum kecelakaan jihoon mengalami overdosis, sebetulnya memang jihoon sudah beberapa kali saya tangani. karena overdosis, waktu itu yang bawa kesini satpam. dan yang terakhir adalah percobaan bunuh diri, dipergelangan tangannya, waktu itu ketika masih dirawat di sini jadi ketahuan oleh suster. jihoon juga merupakan pasien di psikiater rumah sakit ini. saya tidak tahu kalau jihoon ada keluarga, karena dia selalu terlihat sendiri”
rasanya seperti sedang berjalan di lorong tanpa ujung, kamar jihoon terasa semakin jauh. soonyoung tidak sanggup untuk menatap jihoon lagi. kata-kata dari dokter membuat dirinya merasa bersalah, selama ini soonyoung hidup baik-baik saja, setidaknya dia mencoba baik-baik saja, tapi jihoon terlalu hancur untuk dikatakan kalau dia selama ini ‘baik-baik saja’.
hanya lala yang bisa menjadi tanda kalau dia sudah bisa berhenti berjalan. soonyoung melihat anaknya yang sedang duduk di depan kamar jihoon di rawat. kalau tentang dua orang yang berharga bagi soonyoung itu, kenapa selalu rumit dan tidak pernah ia bisa lindungi secara bersamaan.
“papi mau masuk, lala diem dulu ya” dan lala mengangguk, apapun alasan soonyoung tidak membolehkan lala masuk, enggan lala tanyakan.
pintu kamar itu dibuka, soonyoung bisa melihat ada jeonghan dan jisoo yang terus menangis di samping jihoon. mereka berdua memegang tangan orang yang sedang berbaring lemas di atas kasur. ada darah yang masih terlihat dan goresan luka di bagian wajah.
soonyoung ingin memastikan sesuatu, ia memegang tangan jihoon, membalikan tangan itu. dan disanalah soonyoung bisa melihat bekas luka goresan yang jihoon buat. terlalu banyak, dari yang sudah hitam pekat sampai yang masih sedikit basah. melihat itu soonyoung langsung hancur tidak bisa berpikir apapun, dia menangis sampai terdengar oleh lala yang berada di luar kamar.
“apa ini? tanya jisoo ketika ia melihat tangan jihoon.
“kenapa dia?” tanya jisoo lagi kepada soonyoung.
“KENAPA DIA?” bentak jisoo
“dia … self harm—“
“ini semua gara-gara kamu kan?” jisoo terus menatap soonyoung, ia menyudutkan soonyoung dengan segala hal yang ia katakan. sedangkan soonyoung tidak bisa menjawab, jihoon pernah berjanji akan baik-baik saja dan bahagia dengan caranya sendiri, soonyoung tidak pernah menyangka kalau jihoon akan semenderita itu.
“SEMUANYA GARA-GARA KAMU, JANGAN DISINI KAMU HARUS KELUAR” jisoo berteriak sambil memukuli soonyoung yang sekarang sudah tersungkur kelantai, soonyoung tidak membalas ataupun menahan pukulan jisoo. soonyoung bahkan masih menangis.
jeonghan yang juga ada diruangan itu mencoba mengehntikan jisoo yang masih saja memukuli soonyoung. jeonghan bingung, di satu sisi dia setuju dengan jisoo tapi di sisi lain jeonghan bisa melihat betapa sedihnya soonyoung saat ini.
“jisoo, udah—“
pintu kamar itu terbuka, lala masuk ke dalam ruangan. lala bergegas mendekati soonyoung, memeluk papinya itu.
“JANGAN PUKULIN PAPI” teriaknya dan jisoo berhenti, ia terduduk di lantai, menangis dipelukan jeonghan.
“salah kamu soonyoung … semuanya salah kamu” dan jisoo masih mengeluarkan uneg-unegnya bahkan ketika lala sudah ada diantara mereka.
“papi gak salah, kak cil gak salah, lala juga gak salah. tapi kalau om jisoo tetep mojokin papi, om jisoo salah orang. yang paling bersalah disini adalah lala …” lala berhenti, dia mengusap air matanya
“lala buat papi sama ka cil pisah, karena mereka mau lindungin lala. terus kalian juga salah, om jisoo sama om jeonghan, waktu papi sama ka cil pisah ada yang kasih nasihat kalau mereka berdua harus dengerin pendapat aku dulu gak? enggak kan? kalian ngedukung mereka pisah? terus kenapa sekarang nyalahin semuanya ke papi?”
soonyoung bingung, kenapa lala bisa tahu, kenapa lala bisa mengerti tentang keadaannya dengan jihoon.
“gak papa papi, aku tahu semuanya” kata lala.
“jangan berantem, jangan salahin papi, papi gak salah, lala yang salah, lala—“ lala berhenti, ia menangis tersedu-sedu.
“lala sama mami … selalu cari kak cil … tapi gak ketemu … lala kangen sama kak cil … lala gak mau ditinggalin ka cil lagi … papi” ucap lala, terus ia memeluk soonyoung.
jisoo berhenti menyelahkan soonyoung meskipun ia juga tidak bisa menyalahkan lala. jisoo bahkan merasa kasihan ketikan lala menangis dipelukan soonyoung sambil mengatakan “ka cil maafin lala”.
malam pertama dan kedua sudah mereka lewati, tapi jihoon masih belum terbangun. jeonghan dan jisoo sudah pulang mengganti pakaian dan kembali lagi ke rumah sakit di malam hari, sedangkan soonyoung dan lala tidak pernah sedetikpun meninggalkan jihoon, mereka bahkan hanya menyuruh sopir untuk membawakan pakaian untuk mereka.
malam ketiga, ada jeonghan dan jisoo yang sudah mulai tenang. jisoo sudah meminta maaf kepada soonyoung dan juga lala. bahkan sekarang mereka mengobrol tentang hal-hal yang mereka lewati selama mereka tidak pernah bertemu.
lala, jeonghan dan jisoo mengobrol di sisi kanan kasur jihoon. sedangkan soonyoung disebrang mereka, hanya duduk memperhatikan jihoon. lala sampai tidak yakin kalau papinya itu mendengarkan obrolan mereka atau tidak.
“papi?”
“ha? iya la?”
“papi pegang tangan kak cil boleh loh, gak usah diliatin aja” setelah lala berbicara, jeonghan dan jisoo langsung tertawa.
“enggak ah, nanti aja kalau udah bangun” jawab soonyoung
dan begitulah mereka, mencoba membangun suasana positif ditengah kekhawatiran yang terus menyelimuti perasaan mereka. tidak ada yang tahu apa yang akan mereka hadapi satu jam mendatang atau tiga puluh menit selanjutnya, mereka memutuskan untuk bertahan dan percaya pada jihoon, kalau jihoon itu kuat dan akan kembali kepada mereka.
sudah jam 10 malam, biasanya jeonghan, jisoo dan lala akan menginap di hotel yang berada di depan rumah sakit, tapi untuk malam ini ketika jeonghan mengajak lala untuk pergi, lala tidak mau dan memutuskan untuk menemani papinya di kamar rumah sakit.
sekitar jam 11 malam, soonyoung sudah tiduran di atas sofa. dia juga sudah menyiapkan tempat tidur untuk lala. sedangangkan lala masih duduk di pinggir kasur jihoon, sedari tadi lala terus memegang tangan jihoon.
“kak cil, kapan bangun? nanti kalau kak cil bangun, kak cil pasti kaget karena liat aku udah gede, terus nanti aku tanyain banyak pertanyaan hehe kak cil harus jawab satu hari minimal 2 pertanyaan ya”
soonyoung yang sedang memperhatikan lala hanya bisa tersenyum, beberapa hari lalu soonyoung dikagetkan dengan perkataan lala, tapi di sisi lain dia bersyukur kalau ternyata anaknya mengerti dengan keadaan soonyoung dan jihoon.
soonyoung jadi berandai-andai, bagaimana kalau waktu itu dia tidak memutuskan untuk berpisah dengan jihoon, tapi dia dan jihoon menunggu lala sudah besar dan mendengarkan pendapat lala. bagaimana kalau dulu, dia dan jihoon memutuskan untuk tetap berpacaran dan menceritakan kepada lala tentang keadaan mereka secara perlahan. dan banyak bagaimana, bagaimana lainnya, skenario yang soonyoung buat supaya menghindari hal yang sedang dia saksikan saat ini terjadi.
“oh iya, ka cil bentar lagi ulang tahun ya hehe aku gak sabar mau ngerayain ulang tahun kak cil na—” lala berhenti berbicara, dia memegang tangan jihoon lebih erat dari sebelumnya.
“pi, kak cil … bangun”
soonyoung langsung berdiri dan melihat jihoon, benar saja kalau jihoon sepertinya terbangun. tangannya bergerak dan matanya perlahan terbuka. soonyoung berlari keluar untuk memanggil dokter. sedangkan lala masih menunggu jihoon untuk sepenuhnya membuka mata.
“ka”
“kak cil?” panggil lala, tapi jihoon masih belum merespon.
lala ingat dengan jisoo dan jeonghan, lala meninggalkan jihoon sebentar dan menelfon jeonghan, memberi tahu kalau jihoon sudah bangun. tidak lama setelah itu soonyoung kembali dengan dokter disampingnya. dan jihoon mulai diperiksa oleh dokter. sepuluh menit kemudian jeonghan dan jisoo datang.
“jihoon” panggil jeonghan.
“ka cil?” panggil lala, setelah dokter memeriksa jihoon, lala kembali memegangi tangan jihoon.
soonyoung masih belum berani mendekat, ia berdiri di samping dokter yang berada dibelakang jeonghan, jisoo dan lala.
“jihoon gak papa?” tanya jisoo
jihoon masih belum menjawab, dia hanya memerhatikan satu persatu dari orang-orang yang bertanya.
“ka cil gak papa kan? ada yang sakit?” tanya lala
“oh iya, aku lala kak cil, hehe udah besar ya aku sekarang. kaget ya liat aku di sini?”
“lala?” tanya jihoon, suaranya serak dan tidak terlalu terdengar.
“iya kak cil, lala sekarang udah SMP loh”
tapi jihoon tidak merespon terhadap pernyataan lala, ia malah memalingkan mukanya dan melihat ke arah jeonghan dan jisoo.
“kamu gak papa?” tanya jisoo.
jihoon hanya menggelengkan kepalanya, dia lalu memalingkan lagi pandangannya beralih kepada soonyoung. mereka berdua saling menatap, tapi soonyoung heran karena jihoon seperti tidak mengenal dirinya.
“ka cil?” tanya lala lagi.
“ka cil?” tanya jihoon balik.
“jihoon masa gak inget sama lala?” tanya jeonghan.
“jihoon?” tanya jihoon kembali memberikan pertanyaan.
dan soonyoung paham, kalau saat ini ada yang salah dengan jihoon, semuanya dapat dia rasakan bahkan ketika tadi jihoon menatapnya.
“dok” kata soonyoung.
lalu dokter kembali memeriksa jihoon untuk yang kedua kalinya, kalau tadi ia memeriksa untuk fisik jihoon sekarang ia menanyakan beberapa pertanyaan kepada jihoon seperti nama dan sebagainya yang tidak bisa jihoon jawab satupun.
“jihoon, hilang ingatan”
semua orang yang mendengar perkataan dokter itu kaget, semuanya tidak pernah menyangka kalau mereka akan dilupakan oleh jihoon. kaki soonyoung terasa lemas, dia bingung harus bagaimana.
waktu itu di sore hari dengan awan yang terlihat begitu jelas dari dalam mobil, soonyoung harus merelakan jihoon untuk yang kedua kalinya. sekarang meskipun awan tidak terlihat, ada tembok dan langit-langit bangunan yang menghalanginya, dan soonyoung masih harus merelakan. rela dilupakan oleh jihoon, jihoon kehilangan ingtan tentang dirinya. masa mereka kuliah delapan tahun lalu, ketika mereka berpacaran, ketika mereka bertengkar tentang hal konyol yang soonyoung lakukan, ketika mereka bertemu lagi delapan tahun setelah berpisah, ketika mereka memulai lagi hubungan itu dengan penuh harapan, ketika jihoon bahagia bisa diterima oleh lala, ketika mereka harus berpisah lagi, ketika soonyoung bersujud dihadapan jihoon dan meminta maaf—jihoon melupakan semuanya.
ada lala, yang juga harus rela karena kenangannya yang singkat dan berharga dengan jihoon tidak bisa jihoon ingat lagi. lala bingung akan hal apa yang akan membuat dirinya bisa berada di dekat jihoon kalau bukan karena kenangannya waktu kecil.
lalu jeonghan dan jisoo, yang hatinya terasa begitu sakit karena mereka juga tidak diingat oleh sahabatnya sendiri. yang selalu mereka anggap sebagai adik, yang selalu ingin mereka lindungi meskipun jihoon kadang tidak mau.
“aku … bakal buat ka cil ingat aku lagi, aku janji … jadi ka cil jangan khawatir okey?” lala kembali menggenggam tangan jihoon
“papi juga, jangan khawatir” lala melihat ke arah soonyoung dan soonyoung mengangguk.
mereka berusaha menenangkan diri, jeonghan dan jisoo yang perlahan tenang karena melihat lala yang terus berpikiran positif. mereka bertiga duduk di samping kasur jihoon. sedangkan soonyoung duduk di sofa.
“aku lala, aku suka manggil kamu kak cil, soalnya itu panggilan sayang dari aku sama papi aku, kalau ini berdua temen kak cil, namanya om jeonghan dan om jisoo”
“dan nama asli kamu adalah jihoon” tambah jisoo.
lalu jihoon menoleh, melihat ke arah soonyoung, seperti dia sedang bertanya siapa nama orang yang sedang duduk di sofa itu.
“kwon soonyoung, papinya lala” kata soonyoung dengan spontan ketika jihoon melihatnya.
“papi itu calon suami kak cil, terus lala jadi calon anak kak cil hehe” jihoon terlihat bingung, dia beberapa kali melihat soonyoung, tapi yang dilihat hanya mengalihkan pandangannya supaya tidak menatap mata jihoon.
“nanti aku kasih tahu pelan-pelan deh ya kak cil, kalau kak cil udah di rumah sama aku sama papi, nanti tiap hari bakal aku ceritain satu persatu” jihoon mengangguk.
“jihoon mau tinggal sama mereka?” tanya jeonghan .
dan jihoon kembali terlihat bingung, tidak ada yang bisa menebak apa yang sedang jihoon pikirkan sekarang, sedari tadi pun jihoon tidak terlalu banyak merespon. pertama karena dia bingung, kedua karena dia juga masih merasa capek.
“aku kangen banget sama ka cil, papi mungkin masih bingung juga dan malu buat ngomong sama kak cil, tapi lala maunya kak cil sama kita aja, kita satu rumah, nanti lala janji bakal nurutin semua perkataan kak cil, lala bakal jadi anak yang baik” lala menyampaikan apa yang ia inginkan, lala berpikir ini adalah kesempatannya, takut kalau jihoon akan dibawa pulang dan dirawat oleh jeonghan atau jisoo.
“ya ka cil? sama lala sama papi”
soonyoung yang diam saja juga ikut berharap, dalam hatinya dia berdo’a semoga jihoon mau ikut dengan dirinya, semoga dia bisa merawat jihoon dnegan benar, bisa membuat jihoon nyaman di rumahnya.
dan ketika jihoon mengangguk memberikan respon pada pertakaan lala, soonyoung sangat laga, lala pun sama bahkan ia sampai menangis.
“lala, sayang banget sama ka cil”
melihat lala yang menangis, jihoon mengambil tangan lala dan menggenggamnya, dia bilang “jangan nangis” tapi lala menangis karena senang, bukan karena frustasi lagi tidak bisa menemukan jihoon.
sudah minggu ketiga jihoon berada di rumah soonyoung, setiap harinya ia selalu ditemani oleh lala. lala memutuskan untuk homeschooling, supaya dia bisa bersama jihoon setiap saat. ketika belajar dimulai jihoon selalu ada disamping lala, selesai belajar mereka selalu bermain keluar entah itu ke kafe jisoo atau ke rumah jeonghan. dan malamnya mereka akan dijemput oleh soonyoung.
untuk soonyoung sendiri dia masih kaku berada di dekat jihoon, setiap hari interaksinya masih sekedar menyapa dan makan bersama, mereka belum sempat membicarakan hal-hal yang penting karena mengingat kesehatan jihoon juga, soonyoung hanya ingin menjelaskan semuanya kalau jihoon sudah sepenuhnya sehat.
meskipun jihoon belum mengingat apapun, dia selalu mau untuk kembali bisa mengingat kenangannya, dia selalu senang ketika bisa mendengarkan cerita lala tentag bagaimana dulu hubungannya dengan soonyoung.
kadang ketika menceritakan semua itu, lala suka tiba-tiba menangis, sedih mengingat jihoon bisa melupakannya dan sekarang jihoon jadi tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya sendiri. sedih juga karena lala tahu hal seperti apa yang sudah jihoon lewati.
beberapa kali jihoon pernah kesakitan, telinganya terasa berdengung ketika dia mendengar lala memanggilnya dengan sebutan ‘kak cil’ kadang jihoon malah mendengar suara anak kecil, yang sepertinya adalah suara lala dulu yang dia ingat.
malam senin, lala sedang duduk di ruang tengah dengan soonyoung. jihoon masih di kamar tadi katanya dia akan menyusul.
“la, panggilin kita makan malem”
“papi aja sana yang panggil kak cil, kenapa sih papi gak mau ngomong sama kak cil?”
“bukan gak mau ngomong, tapi bingung mau ngobrol apaan, kan sama papi gak kenal”
“ya makanya papi ajak ngobrol terus ceritain tentang papi sama kak cil, emangnya papi gak mau apa liat ka cil inget lagi sama papi? kalau kak cil lupa terus sama papi gimana coba?”
“sedih sih, tapi … bukannya lebih baik ya kalau dia gak ingat sama papi”
“papi? ngomong apaan sih”
“papi udah ngasih kenangan buruk la, kamu juga tahu ka cil kaya gimana delapan tahun kebelakang, gimana dia menderitanya karena papi”
“bukan salah papi, jangan nyalahin diri sendiri, nanti lala nyalahin diri sendiri juga”
soonyoung diam, demi apapun soonyoung senang ketika jihoon bangun. dia juga sedikit lega karena jihoon tidak mengingat kenangan tentang dirinya, soonyoung pikir jihoon akan lebih merasa baikan dan menjalankan hidup dengan lebih baik kalau dia melupakan kenangan buruk yang pernah jihoon alami.
“ka cil, pasti bakal maafin kita papi. ka cil juga pasti tahu kalau semua itu bukan salah kita atau salah ka cil” soonyoung hanya mengangguk.
“sekarang papi ke kamar ka cil terus ajak dia makan malam, lala tunggu disini”
“okey la”
“semangat papi”
sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya soonyoung berbicara dengan jihoon. waktu itu pernah beberapa kali tapi memang cuman sebentar, ketika jihoon dan lala mengobrol, soonyoung ikut mendengarkan. saat lala bilang kalau ada tempat yang ingin lala, jihoon dan soonyoung kunjungi bersama-sama, jihoon bertanya kemana, dan soonyoung menjawabnya. dia bilang “boscha” dan jihoon kembali bertanya “itu dimana? kenapa kesana?”, lala malah yang menjawab dengan antusias, katanya “karena itu tempat kalian jadian, waktu papi dan ka cil masih kuliah”.
bukannya soonyoung tidak mau untuk menceritakan semua ceirta dia dan jihoon, tapi soonyoung masih sangat berhati-hati, takut kalau dia malah akan menyakiti jihoon lagi, mengungkit kenangan buruk jihoon merupakan pilihan terburuk yang harus soonyoung lakukan.
soonyoung mengetuk pintu kamar jihoon, lalu dia membukanya perlahan. jihoon sedang duduk di atas kasur, memperhatikan soonyoung yang berdiri di depan pintu.
“makan malem cil”
“oh okey” jawab jihoon.
dan seperti biasanya, mereka makan malam dengan lala yang terus-terusan berbicara dan bercanda dengan jihoon sedangkan soonyoung hanya mendengarkan dan ikut tertawa akan apa yang sedang mereka bicarakan.
seharusnya ini menjadi momen yang sangat soonyoung inginkan, tetapi dengan keadaan jihoon dan juga tentang pengetahuannya mengenai jihoon selama delapan tahun kebalakang, tidak semata-mata momen yang sedang dia alami saat ini menjadi hal yang paling membahagiakan dalam hidup soonyoung. akan berbeda konteksnya ketika mereka kembali dengan cara baik-baik tanpa harus ada rasa penyesalan akan delapan tahun yang telah jihoon atau soonyoung lewati, seandainya soonyoung bisa menemukan jihoon sebelum jihoon pergi ke rumah sakit berkali-kali.
“kata lala, kamu suka jahil sama aku. tapi aku ngerasanya ko kamu kaku banget ya?” tanya jihoon kepada soonyoung, lala baru saja pergi ke kamarnya karena mau mengerjakan tugas dan soonyoung hanya menatap jihoon tanpa menjawab pertanyaannya.
“lala udah banyak cerita, tapi kamu gak ada cerita sama aku”
“nanti aja” jawab soonyoung
“kapan? aku lebih baik nerima semua informasi dalam satu waktu dan membiasakan diri secara perlahan”
“bingung harus mulai darimana” soonyoung menyimpan gelas yang sedari tadi ia pegang. minumannya sudah habis.
“cerita dari pertama kita ketemu, kenapa kita berpisah, gimana kita ketemu lagi, dan pisah lagi. semuanya, yang kamu tahu”
soonyoung menceritakan awal mula pertemuan mereka dengan detail, bagaimana soonyoung bertindak ketika masa ospek jihoon dan bagaimana dia menembak jihoon di boscha. lalu soonyoung menceritakan semua keseharian yang mereka lalui selama pacaran, masalah apa yang mereka hadapi saat itu dan tentang mereka yang memutuskan untuk berpisah karena soonyoung sudah dijodohkan.
“kasihan banget ya, kita” kata jihoon dan soonyoung hanya tertawa miris.
tidak berhenti, soonyoung kembali melanjutkan ceritanya, tentang pernikahannya dengan cici dan bagaimana dia bisa memiliki lala dan juga kenapa pada akhirnya soonyoung dan cici memutuskan untuk berpisah. alasan kenapa lala ikut dengan soonyoung dan alasan kenapa soonyoung kembali ke jakarta.
“kalau kata lo sih waktu itu, selama delapan tahun kita pisah lo gak punya pacar lain cil, lo nungguin gue. pas awal ketemu juga lo yang nge-gas banget mau balikan”
“oh … jadi kamu memang pantas buat ditungguin gitu ya?”
“ya gak tau juga”
“aku cuman mau mastiin, jadi kamu beneran sayang banget sama aku? atau … enggak?”
“lo gak perlu ngeraguin hal itu sebenernya, cuman kisah kita ini bikin gue bingung juga. coba lo pikir sendiri deh, katanya sayang pake banget tapi orangnya gue sakitin terus”
“bukannya setiap kita berpisah, semuanya keputusan kita berdua ya?”
“iya … tapi semua masalahnya berasal dari gue”
“kalau lala denger kamu ngomong kaya gitu, dia sedih terus nyalahin dirinya sendiri lagi. lala bilang kenapa kita gak tungguin lala besar dan tanyain hal yang membuat kita berpisah itu ke lala, lala bilang kenapa kita gak dengerin pendapat dia dulu. jadi kenapa kita memutuskan buat udahan dengan begitu mudah? padahal kata lala dia sendiri gak mau ditinggalin”
“gue gak mau ambil risiko, gue takut lala jadi bahan ejekan teman-temannya disekolah, gue gak yakin sama orang-orang disekitar lala. udah pernah bilang sih dulu cuman gue mau minta maaf lagi karena udah milih baut enggak ngambil risikio itu”
jihoon mengangguk, mencoba memahami apa yang sebenernya mungkin dulu dia paham betul dengan situasi seperti ini, tapi sekarang dia hanya bisa mengandalkan ‘kata lala, kata ka jeonghan dan kata ka jisoo’.
“gak aneh kalau aku sayang banget”
“hm?” tanya soonyoung
“kamu jadi sosok papi yang baik buat lala, kamu bertanggung jawab buat anak kamu. pantesan aku suka banget sama kamu”
setelah semua kejadian yang menimpa dan setelah waktu yang mereka lewati tanpa saling menyebut nama masing-masing, soonyoung masih ingat dengan perkataan jihoon dimobil waktu mereka memutuskan untuk berpisah delapan tahun lalu “i love you more ka” kata-kata yang tidak bisa soonyoung terima, soonyoung ingin kalau jihoon bisa mengakatan kata-kata itu kepada orang lain, bukan pada dirinya.
soonyoung mendekatkan kursinya, ia duduk persis di samping jihoon. perlahan mengambil tangan jihoon, membalikannya sehingga memperlihatkan bekas luka ditangan jihoon. soonyoung memegangnya, mengelus lembut goresan hitam yang terpampang jelas di kulit putih jihoon.
“bukti kalau … lo udah menderita karena gue cil … gue bahkan bersyukur ketika lo gak inget sama gue, lo gak inget sama masa sulitnya hidup lo gara-gara gue, gue gak papa dilupain asal lo nya gak sedih, gak kesakitan lagi” ucap soonyoung, tatapannya masih tertuju kepada tangan jihoon.
jihoon yang dari tadi memperhatikan soonyoung, ketika jihoon sadar kalau soonyoung sudah meneteskan air mata, jihoon mengelus kepala orang yang lebih tua darinya itu.
“kamu tau, waktu pertama aku bangun, aku liat ada lala, ka jeonghan dan ka jisoo. aku bingung, terlalu banyak muka baru dan aku gak tau mereka siapa. tapi, ketika aku liat kamu berdiri di belakang di samping dokter, aku ngerasa lega banget. gak tau kenapa, padahal aku juga gak inget kamu siapa, tapi aku ngerasanya seneng bisa liat kamu di ruangan itu”
untuk pertamakalinya soonyoung melihat tepat ke mata jihoon. melihat apakah jihoon benar-benar mengatakan sesuatu yang membuat soonyoung ingin kembali memperbaiki semuanya dan terus bersama dengan jihoon.
“kalau kamu ngerasa bersalah, harusnya kamu buat aku nyaman tinggal di sini, dibaik-baikin akunya, di jagain, dibuat seneng, bukannya gitu?”
soonyoung mengangguk dengan yakin, kalau itu yang jihoon mau maka akan soonyoung lakukan. sekarang lala sudah tahu, bahkan lala lebih memilih untuk homeschooling karena ingin merawat jihoon.
“meskipun aku gak inget, tapi perasaan aku selalu tertuju sama kamu. kaya aneh aja kalau sama kamu itu, selalu ada yang tiba-tiba bisa bikin aku ngerasa sedih, kadang kalau liat kamu aja aku tiba-tiba senyum”
seharusnya, untuk kali ini tidak ada lagi yang perlu soonyoung takuti, dia tidak perlu memperdulikan lagi mengenai omongan orang lain, lala sendiri yang meyakinkan kalau lala akan baik-baik saja. soonyoung harusnya lega karena lala sebegitu sayangnya dengan jihoon.
“aku udah lihat pertanyaan dan surat lala buat aku, setelah ngeliat itu, aku merasa semakin disayang. dari semua tulisan lala, aku bisa tahu kalau lala kangen banget sama aku. semua pertanyaannya yang tidak bisa aku jawab, bahkan ketika aku bilang aku gak bisa jawab pun lala malah bilang ‘gak papa ka cil, yang penting ka cil udah sama lala, nanti kalau udah ingat aja baru dijawab’ kamu udah ngebesarin anak yang baik”
“berarti udah baca tulisan lala yang terakhir? dia bilang mau berhenti nulis sampai ka cil bisa jawab semua pertanyaan dan baca semua tulisan-tulisannya”
“udah”
“terus?”
“kata lala, gak usah dijawab sekarang, katanya nanti aja kalau ka cil udah yakin sama papi”
“okey”
di dalam buku tulisan-tulisan lala itu, halaman pertama adalah tulisan lala ketika lala baru bisa menulis dan halaman terakhir adalah ketika lala sudah tahu semuanya alasan kenapa jihoon meninggalkan dirinya. oleh karena itu lala menulis ‘ka cil, aku bakal cari ka cil, kalau udah ketemu, ka cil mau gak jadi papi lala yang ke dua?” dan lala menempelkan sticker emot tersenyum di atas kertas lembar terakhir yang ia coretkan pertanyaan itu.
“dokter bilang lo selalu minum obat tidur, tapi semenjak kesini gak pernah minum obat tidur. tiap malem bisa tidur kan? gak papa kan?” tanya soonyoung.
“bisa ko, gak papa. cuman suka tiba-tiba pusing kalau dipaksain harus inget sesuatu”
“jangan dipaksain kalau gitu”
“iya”
“makasih ya cil, udah bertahan sampai sekarang”
jihoon menggigit bibir bawahnya, entahlah antara hatinya yang terasa menghangat dan sedikit sakit ketika ia mendengar perkataan soonyoung. kalau jihoon tidak hilang ingatan, apa yang akan dia lakukan ketika mendengar perkataan soonyoung, jihoon sendiri penasaran akan memberikan reaksi seperti apa ketika ia dan soonyoung bertemu lagi, akan menjadi seperti apa ketika jihoon dan lala kembali bisa mengobrol dan menghabiskan banyak waktu lagi.
satu hal yang jihoon yakini kalau, dia yang lupa akan semua kenangan dan jihoon yang ingat akan semuanya pun akan merasa sangat bahagia ketika melihat semua tulisan yang lala buat. jihoon yakin, kalau dia akan tetap kembali kepada orang-orang yang menunggunya dan kepada orang-orang yang mencarinya.
“gue boleh peluk?”
jihoon mengangguk, merentangkan tangannya, mempersilahkan soonyoung memeluknya.
“maaf ya cil” kata soonyoung dan jihoon memeluk soonyoung lebih erat.
“ciee udah peluk-pelukan aja” kata lala yang baru saja datang, dia berniat mau mengambil cemilan untuk dibawa ke kamar sambil mengerjakan tugas.
“please, baik-baik aja setelah ini okay? sesuai janji lala, lala bakal jadi anak yang baik, nih habis ini lala ke kamar lagi mau lanjutin ngerjain tugas”
“semangat ngerjain tugasnya ya” kata jihoon, sedangkan soonnyoung hanya tersenyum dari tadi, dia terlalu senang karena secara perlahan semua masalahnya bisa ia selesaikan, dengan bantuan lala tentu saja.
hati jihoon masih mengingatnya, soonyoung mungkin menjadi orang yang paling beruntung ketika ia tidak dilupakan seutuhnya oleh jihoon. semua yang soonyoung lakukan memiliki efeknya tersendiri kepada jihoon begitupun sebaliknya. keputusan lala untuk membawa jihoon ke rumah adalah sebuah permulaan dari kebahagiaan mereka. semuanya akan membaik. masa depan akan berpihak kepada mereka bertiga.
lala pernah bilang, untuk tidak terlalu menghawatirkan masa depan “papi harus fokus sama apa yang ada di hadapan papi saat ini, jangan sampai terlalu khawatir sama masa depan sampai melupakan orang yang sedang ada dipelukan papi, plus kalau memutuskan sesuatu itu tolong diskusi dulu sama lala” dan waktu itu soonyoung hanya bisa tertawa mendengarkan ocehan dari anaknya sendiri, tapi sekarang soonyoung bisa mengerti. kalau lala menyuruhnya untuk fokus pada hubungannya dengan jihoon, apa lagi yang bisa dia lakukan ketika lala sendiri yang selalu mendukung setiap langkahnya untuk kembali dengan jihoon.
rencana soonyoung adalah, setelah menceritakan semuanya kepada jihoon. soonyoung hanya akan menemani jihoon, menuruti semua kemauan jihoon, mengantar jihoon melakukan terapi dan sebagainya. sisanya biarkan semesta lagi yang bertindak, kali ini jalannya sudah dipermudah, karena lala selalu siap menghentikan langkah jihoon jika jihoon ingin pergi lagi.